55. Roxeviz vs Alegro

2.1K 85 0
                                    

Ada saran ngga sih? Visual yang cocok buat Aksa? Bingung banget jujurly.

Kalau ada tolong komen yh! Trimss.

***

Aksa berada di ruang rapat Roxeviz. Ia membaca kembali beberapa berkas serta informasi terkait kematian Erand. Siapa tahu ada yang terlewatkan.

Suara pintu yang terbuka mengalihkan fokus Aksa. Itu Zidan. Cowok itu mengambil gitarnya yang tertinggal. "Ngapain, Sa?" Tanya Zidan basa-basi.

"Baca ulang berkas," jawab Aksa.

"Oh," Zidan mengangguk-anggukkan kepalanya paham. Lantas ia bersuara, "kalo gitu gua balik, ya," pamit Zidan pada Aksa.

Aksa mengangguk. "Hati-hati." Pesan Aksa. Setelahnya, Zidan meninggalkan ruang rapat. Aksa juga kembali membaca ulang berkas.

Merasa tak ada yang terlewatkan, Aksa mengemasi berkas-berkas itu dan meletakkan kembali ke dalam kotak. Lalu menaruhnya di lemari.

Aksa berjalan menuju pintu keluar. Cowok itu meninggalkan markas. Ia melajukan motornya menuju sekolah untuk latihan basket.

Selesai mengenakan jersey, Aksa segera bergabung dengan teman-teman basketnya untuk melakukan pemanasan. Hari ini tim basket putri dan putra di gabung, karena pelatih tim basket putri berhalangan hadir. Padahal, minggu depan mereka sudah harus lomba.

Suara bola basket yang bersentuhan dengan lantai itu mulai terdengar ketika pemanasan selesai.

Tiba-tiba, bola basket mengenai bahu Aksa. Sontak cowok itu menoleh, mencari orang yang telah melempar bola itu.

Seorang cewek nampak berlari menghampirinya. Ia berkata. "Duh maaf banget, Sa. Ngga sengaja, sakit, ya?" Tanya Carolina khawatir. Tangannya bergerak hendak menyentuh bahu Aksa. Namun Aksa segera menghindar.

"Don't touch me." Kata Aksa dengan tatapan tajamnya. "Lain kali hati-hati," peringat cowok itu. Kemudian ia mendribble bolanya sembari menjauh perlahan dari Carolina.

Carolina menatap kepergian Aksa dengan kesal.  Padahal niat awalnya adalah agar lebih bisa berinteraksi dengan Aksa. Kalau bisa, sekaligus minta ajari basket dengan cowok itu. Namun, respon Aksa malah jauh di luar ekspektasinya.

"Liat aja lo, Karla. Gua bakal rebut Aksa dari lo gimanapun caranya," ujar Carolina di dalam hati. Kemudian ia melanjutkan kegiatannya bermain basket. Meskipun tidak terlalu jago, tetapi dia sudah lumayan menguasai gerakan dasar dalam permainan bola basket.

Latihan basket hari ini berjalan seperti biasa. Tidak ada yang spesial. Aksa duduk di pinggir lapangan sembari mengusap keringat menggunakan handuknya.

"Buat lo," tiba-tiba seseorang menyodorkan botol minum kepada Aksa.

Aksa menoleh, sedangkan Carolina tersenyum melihatnya.

"Thanks tawarannya. Tapi gua punya air sendiri," sahut Aksa sembari menunjukkan botol minumnya, kemudian segera menenggaknya.

"Mmm... okay. Gua boleh duduk di sebelah lo?" Tanya Carolina.

"Sorry, ya, Carolina. Tapi Aksanya ngga mau duduk sama lo." Karla tiba-tiba datang. Sepertinya rapat osisnya sudah selesai sehingga ia bisa sampai di sini. "Iya, nggak, Sa?" Tanya Karla yang kemudian duduk di sebelah Aksa.

Aksa lantas mengangguk. Kemudian ia menyederkan kepalanya di pundak Karla. Lelah.

Carolina terkejut akan kedatangan Karla.
"E—eh? Gua ngga bermaksud kok, Kar. Kebetulan di sini gua ngga kenal siapa-siapa, makanya gua nyamperin Aksa." Carolina memberi penjelasan. Padahal, niat awalnya memang ingin caper dengan Aksa. Tidak kenal dengan siapa-siapa itu hanyalah pencitraan belaka.

Aksa Dan SemestanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang