T3 (6) : Penyamaran

2K 126 0
                                    

♥ Happy reading ♥

Tidak! Selama Za menjabat sebagai siswi nakal dan pintar di sekolahannya yang dulu, gadis itu tak pernah sekalipun telat berangkat sekolah. Memangnya alasannya apa lagi, selain karena sudah terbiasa hidup bersama Bude yang mengharuskannya bangun pagi, kemudian memasak, membersihkan rumah, dan segala bentuk pekerjaan lainnya.

Mungkin kalau ada alasan lain, alasannya adalah karena Za sekolah dibantu beasiswa. Jadi hal itulah yang menuntutnya untuk selalu disiplin.

Seperti sekarang, gadis dengan tinggi 165 cm itu sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Seragam sekolah yang berhasil membuat Za berdecak kagum dengan desainnya.

Sebenarnya Za sedikit heran sebab semalam saat ia ingin belajar, tidak ada satu buku pun yang terlihat lawas. Semua terlihat baru, terlihat tak pernah dibaca sama sekali.

Dari hal itu Za menebak-nebak, bagaimana agaknya sikap Za yang asli di sekolah.

Selepas memakai lipbalm, lagi-lagi Za berdecak kagum dengan wajah cantik yang terkesan dingin ini. Dan dia tidak menyangka kalau sekarang wajah ini miliknya.

Semua kegiatan Za telah di laksanakan dengan benar, kini gadis itu mengayunkan kakinya menuruni anak tangga untuk sarapan.

Kalau biasanya dia akan tersenyum lebar, maka kali ini tidak. Za kembali memainkan peran. Dia memasang wajah datar andalannya karena masih ada beberapa maid yang terlihat di meja makan.

Setelah para maid itu pergi, barulah Za mengulas senyum lebar hingga menampakkan giginya. "Pagi, Ma, Pa."

Bukannya balik menyapa, Reymond dan Afia malah bertukar pandang. Mereka seperti, melihat sesuatu yang baru.

"Ma, Pa!" Tangan Za melambai. Menyadarkan pasutri itu dari lamunan. Za meniti dirinya sendiri. "Ada yang aneh, ya?"

"O-oh ... enggak, enggak. Ayo, duduk Za." Afia menuntun putrinya untuk duduk.

Sementara Za, setelah duduk dia masih diam meskipun makanan-makanan di hadapannya sudah memanggil-manggil. Dia masih harus menunggu Zy.

"Ma, Zy kok lama banget, sih?" tanya Za kemudian. Tidak biasanya kembarannya itu lama begini. Biasanya anak itu yang paling bersemangat, apalagi kalau ada agenda mencuri rambutannya Pak Sabar.

Lagi-lagi dahi Za mengerut karena tak mendapatkan jawaban dari Afia, wanita itu justru kembali bertukar pandang dengan sang suami. Sekarang, kepala Za benar-benar penuh dengan rasa penasaran.

⭐★★⭐

Mati-matian, Za menahan tawanya agar tidak menggelegar di seisi mansion. Sementara sekarang, rasa penasarannya terjawab sudah.

Perut Za rasanya keram karena tertawa tanpa suara. Sebab sekarang, tepat di hadapannya, seorang Zy yang memiliki tatapan setajam elang tengah berpenampilan jauh dari kata dingin dan sangar.

Lihatlah, rambut kepang dua dengan poni menutupi dahi, alis hitam tebal, tahi lalat palsu di sebelah kiri dagu, kemudian kacamata bulat yang membingkai mata, dan jangan lupakan rok panjang selutut, seragam kebesaran, serta sepatu lawas yang terlihat lusuh.

Dengan lesu bercampur dongkol, Zy berdecak. "Pa, Ma. Kok aku jadi culun gini? Ini lagi ...." Zy mencopot kacamata bulatnya. "Aku nggak mines, Ma, Pa."

The Twin Transmigration Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang