♥ Happy reading ♥
Sembari menunggu hasil kerja Farez yang mengotak-atik ponsel Putra, para remaja di sana bermain bersama Dava. Bayi lucu itu terus tertawa saat Za menggelitikinya, sesekali ia juga mencium pipi gembul Dava.
"Tik, tik ... jcha tik ... bfuu," celoteh Dava tidak begitu jelas.
"Iya, Kak Za cantik! Kak Zy juga, Kak Aira ..." Johan menjeda ucapannya, kemudian melanjutkan, "kalo Kak Johan ganteng!"
"Teng? ... teng, jo, jo," gumam Dava kemudian bertepuk tangan dan tertawa girang.
"Kok nama gue nggak disebut?" todong Lana dengan alis mengerut kesal. Hey, dia ini juga perempuan loh.
"Ya lo 'kan tampang preman!" balas Johan santai, bahkan terkesan meledek. "Nggak ada tampang cantik-cantik nya."
"Halah, halah! Tampang lo juga buluk," semprot Lana ngegas. Tak terima dirinya dikatai preman kendati sikapnya memang demikian. Tapi, kan itu hanya sikapnya bukan tampangnya. Masalah tampang, Lana juga cantik kok.
"Dih, yang lo bilang buluk ini fans-nya bejibun di LNS." Johan menyugar rambutnya ke belakang dengan tampang songong. Tampang yang benar-benar ingin Lana tampol dengan sepatu karetnya yang ada di rumah.
Lana berlagak mual. "Ewh, Zy kok lo punya temen spesies kayak gini, sih?"
Yang dipanggil menoleh, melirik Johan yang menaik turunkan kedua alisnya. Membuat dirinya begidik geli. Buru-buru Zy menggeleng. "Nggak tau, gue lupa mungut dia di mana."
Senyum Johan luntur, sementara Lana tertawa puas. "Hahahaha ... jiakh, temen pungut toh!"
Tak ingin membiarkan Lana merasa di atas awan, Johan beralih pada Za sambil menampilkan senyum manisnya. Dia yakin Za akan membelanya. "Za, gue ganteng 'kan?"
"Iya, ganteng, kok," jawab Za menolehkan kepalanya.
Tuh, kan. Johan ini memang tampan, dan dia yakin Za akan membelanya. Maka mendengar ucapan Za membuat senyum Johan semakin lebar.
"Ganteng kalo diliat dari ujung sedotan!" sambar Za lagi yang langsung membuat Johan mendatarkan wajahnya.
Za dan Zy ber-tos ria sementara Lana semakin tertawa puas.
"Diem lo kaleng rombeng! Ketawa lo tuh suaranya kayak tikus kejepit pintu!" Johan melempar bantal sofa yang semula ada di pangkuannya.
Lana mendelik setelah bantal itu menampol wajahnya. Kesabarannya yang setipis tisu di bagi dua lenyap mendengar perkataan Johan. "Dasar anak Mami!" serobot nya kemudian berdiri dan memukuli Johan dengan bantal tadi. "Gue treakin lo tiap hari pake suara cetar gue mampus lo!"
"Aduh! Aduh!" Johan melindungi kepala dengan tangannya, perlahan dia berdiri, merebut bantal dari tangan Lana. Karena senjata sudah beralih tangan, lelaki itu tersenyum jahat.
"Gantian lo rasain, nih!" Tangan Johan terangkat hendak memukul Lana, tapi kalah cepat dengan suara bak terompet sangkakala yang keluar dari pita suara gadis itu.
"BERENTIIIIIIIIII!!"
Satu markas kompak menutup daun telinga kala suara cetar itu menggelora bar-bar. Kalau ini adalah sebuah sinetron yang hiperbola, maka adegan ini diisi oleh barang-barang berjatuhan serta gempa yang ikut melanda. Sungguh, suara Lana berhasil membuat gendang telinga mereka semua berdengung bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Twin Transmigration
Teen FictionKetika dua gadis kembar somplak harus bertransmigrasi ke tubuh kembar dingin. Sesil florasta dan Sisil florista namanya. Dua gadis kembar berusia 17 tahun yang kini tengah menempuh pendidikan di bangku SMA. Dua gadis dengan julukan duo bima ( dua bi...