T3 (23) : Dia milik saya

1.2K 84 7
                                    

♥ Happy reading ♥

Narkoba. Satu kata yang sejak tadi bersemayam dibenak seorang Zayna. Biodata lengkap yang Farez sampaikan beberapa menit lalu mengambil alih suasana markas. Yang membuat Za terdiam sejak tadi adalah target mereka kali ini seorang bandar narkoba. Catat, bandar narkoba.

Semakin kesini semakin terlihat saja betapa buruknya dunia malam. Sempat terlintas dibenak Za, apakah para pelaku itu tidak ada yang berniat untuk tobat? Kenapa malah semakin menjadi-jadi? Tapi, di satu sisi, Za merasa beruntung karena dia jadi punya alasan yang kuat untuk memberi mereka pelajaran. Setidaknya dia jadi merasa tidak terlalu berdosa jika melakukan hal buruk seperti permintaan Zayna yang asli.

Gadis itu kembali memegangi perutnya yang terasa nyeri, memejamkan mata, menyugesti diri agar tidak boleh terlalu stress.

"Gue kira sampe sini aja dulu, ntar kalo ada pergerakan dari nih orang gue info lagi, deh," celetuk Farez kembali menutup laptopnya.

Semua mengangguk setuju.

Kini, diamnya Za mengundang atensi Zy. "Masih sakit?"

"Dikit," jawab Za bersamaan dengan membuka mata. Dia mengambil kunci mobil dari saku, melemparnya ke arah Zy yang langsung ditangkap dengan sigap. "Anterin Aira balik!"

Zy ingin menolak, tapi tidak jadi karena melihat Za yang terlihat pucat. Jadi lebih baik, dia menurut saja sekalian nanti mampir ke supermarket sebentar untuk membelikan Za makanan, pikirnya.

"Yuk, Ra. Balik!" ajak Zy menggandeng lengan Aira meninggalkan markas.

"Za, gue di sini aja deh nemenin lo," ujar Lana yang duduk di samping Za.

Respon Za mengibaskan satu tangannya. "Nggak usah, gue aman di sini. Itu Zy kalo balik juga pasti bawa banyak makanan. Lo balik aja." Tatapan Za beralih pada Johan yang memainkan ponselnya. "Jo, anterin! Anak orang ini, jagain baik-baik!"

Johan memutar bola mata malasnya. Namun, tiba-tiba kedua sudut bibirnya tertarik ke atas. "Coba minta tolong yang bener."

Za mendengus, tapi tak ayal juga menuruti perkataan lelaki itu. "Bang Johan yang gantengnya kayak tikus got, tolong anterin Lana pulang sampe tujuan dengan selamat, yaaa?"

Johan memberengut. Hanya membalas dengan deheman malas karena dirinya disama-samakan dengan tikus got seenak jidat. Kalau saja Za sedang tidak dalam mode senggol bacok, sudah dia piting lehernya sampai terbatuk-batuk.

Tak mau membuat mode singa Za keluar, mau tak mau Johan pergi mengantarkan Lana pulang dengan motor matic milik satpamnya. Kenapa begitu? Iya, karena motor kesayangan Johan sedang ada di bengkel.

⭐★★⭐

Jalanan Jakarta sangat padat sore hari begini, karena sekarang jam pulang kerja. Sinar jingga perlahan menghilang, digantikan oleh malam yang ditemani sinar lampu jalanan sebagai penerang. Entahlah, malam ini bulan sepertinya tidak ingin menampakkan diri.

Bunyi klakson kendaraan bersahut-sahutan mengiringi sebuah motor matic yang menyalip beberapa motor di depannya. Perlu waktu hampir satu setengah jam untuk sampai di rumah Lana karena sempat terjebak macet.

Lana melepaskan helmnya setelah turun dari motor begitu juga dengan Johan. Gadis itu berdehem canggung. "Makasih."

Johan mengangguk, bibirnya berkedut kala terlintas ide jahil di kepalanya. "Nggak gratis."

The Twin Transmigration Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang