T3 (24) : Mama muda

1.3K 102 7
                                    

♥ Happy reading ♥

"Woy, itu pisahin goblok."

"Ogah, lo aja sana kalo berani."

"Anjir, panggil guru kek, apa kek. Aduh, Neng Crisa kesayangan guee."

"Ma-maaf ... ma-maaf, Za. Maafin gue, gue nggak bermaksud buat—aaakh!" jerit Crisa kesakitan. Kepalanya mendongak lantaran jambakan Za memotong permintaan maafnya. Dia pegangi rambutnya yang terasa nyeri sampai ke kulit.

Kelas Crisa hening, tidak ada yang berani melerai atau membela Crisa dkk dari amukan Za, sekalipun mereka adalah kumpulan most wanted girl di LNS.

Meja kursi tersingkir ke pinggiran, menyisakan ruang lengang yang cukup untuk menghajar Crisa cs. Kini, Crisa cs berlutut sembari mengangkat kedua tangannya. Penampilan gadis itu jauh dari kata anggun seperti sediakala. Dari rambut lurus rapi, kini seperti rambut singa yang tidak pernah disisir. Bajunya berantakan, bibir pucat, bercak darah mengalir dari lubang hidung, dan mata sembab akibat menangis. Nyaris persis seperti gembel.

Plak!

Melepaskan jambakan, satu tamparan dilayangkan ke pipi kiri Crisa, membuat sang empunya tertoleh saking kerasnya. Tangan Za beralih mencengkram dagu gadis itu. Menancapkan kuku kesayangannya hingga tercetak lekukan tipis pada kulit wajah.

Crisa mendesis kesakitan.

"Udah tau sekarang lagi berhadapan sama siapa?" tanya Za dengan nada rendah. Tatapannya menyorot tajam, melemparkan aura intimidasi yang kuat. "Duit lo yang nggak seberapa itu, nggak akan bisa ngalangin gue buat ngasih lo pelajaran," lanjutnya kemudian melepaskan cengkraman, membuat beberapa bekas tancapan kuku terlihat jelas.

Za kembali menegakkan tubuhnya yang condong, menatap Laura dan Vika bergantian. Mengambil permen karet lalu mengunyahnya sebentar. Rasa manis memenuhi indera perasa, membuat amarahnya sedikit mereda.

Rasa manis itu hanya bertahan sebentar, karena Za segera mengambil permen lunak itu dari mulutnya. Menempelkan ampas ke rambut Vika yang langsung dihadiahi pekikan dari murid-murid. Vika sendiri hanya bisa diam, tidak berani membalas ataupun marah. Apalagi wajahnya sudah penuh lebam, semakin tidak berani ia meluapkan emosi. Sepertinya setelah ini dia terpaksa harus memotong rambutnya.

Kini, sorot Za bergulir ke arah Laura. Gadis yang sedang menelan ludah ketakutan. Berpikir sejenak, Za mencari hukuman yang cocok untuk gadis blasteran itu.

Seakan menonton drama gratisan, murid-murid di sana hanya diam tanpa bisa berbuat apa-apa. Beberapa orang memberanikan diri memanggil guru untuk menghentikan aksi Za.

Za menarik salah satu sudut bibirnya saat menemukan ide, langkahnya berjalan menuju meja guru. Membuka laci hanya untuk menemukan sepidol, dan tinta.

Dia ambil kedua benda itu, kemudian kembali ke tempat Laura berada. Beberapa murid dibuat menebak-nebak dengan aksi Za berikutnya.

"Okey, kata-kata yang bagus buat hari ini ... emm." Za mengetuk-ngetuk ujung sepidol pada dagu beberapa kali. Lalu menuliskan sebuah kata pada dahi mulus Laura. Kata bertuliskan 'Fuck' terlihat jelas memenuhi dahi mulus Laura.

Seakan belum cukup puas, Za membuka botol tinta dan menumpahkan isinya ke rambut panjang Laura. Membuat sang empunya bermandikan tinta sembari menangis tanpa suara. Meskipun begitu, bagi Za, semua ini masih jauh, dan belum ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang pernah mereka lakukan kepada Zy.

The Twin Transmigration Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang