T3 (28) : Kecebur danau

735 42 17
                                    

♥ Happy reading ♥

Ubun-ubun sudah dijitak sebayak empat kali. Sekarang yang kelima. Alan kembali mengaduh sementara Zy masih terheran-heran. Kenapa lelaki ini susah sekali mengerti dengan apa yang ia jelaskan? Padahal ia rasa penjelasannya sudah sangat sederhana.

Duduk di bangku taman sekolah, dinaungi oleh pohon yang cukup rindang membuat suasana cukup sejuk siang ini. Tadi, setelah bel istirahat kedua berbunyi, buru-buru Zy menarik tangan murid barunya itu untuk belajar. Kalau tidak begitu, Zy yakin bahwa si lelaki ini akan membolos.

Menghembuskan napas dengan penuh kesabaran, Zy berucap, "sekali lagi lo nggak bisa jawab ni soal. Belajar sendiri lo sana!"

Alan terperanjat. Belajar sendiri? Yang benar saja, sudah ada yang mengajari saja pengetahuannya hanya bertambah seuprit, apalagi kalau belajar sendiri, bisa-bisa ia akan tertinggal selama bertahun-tahun di LNS.

Memikirkan itu, Alan menyela, "ya, nggak bisa gitu dong! Enak aja, mau lari dari tanggung jawab, lo?"

"Dih, sok-sokan ngomongin tanggung jawab segala," cibir Zy.

"Lo tu makin lama makin berani, ya, sama gue?" Alan memicingkan mata. Menatap nyalang gadis di depannya.

Zy berdehem, membenarkan letak kacamatanya yang sedikit melorot sebelum pada akhirnya menaikkan kedua alis menantang. "Ya kenapa emangnya? Gue udah nggak setakut dulu lagi, ya, sama lo. Apalagi, sekarang gue punya Johan yang bisa jagain gue."

Suasana seketika menjadi panas. Entah matahari yang semakin terik atau karena hal lain, Alan merasa gerah sendiri. Ia alihkan pandangan ke buku. "Buruan ajarin! Kalo nilai gue jelek, lo gue bully lagi kayak dulu!"

Ancaman itu membuat Zy sedikit terkejut, tapi ia segera menarik senyum remeh. "Bully aja kalo bisa, kalo nilai lo jelek, kan, lo nggak lulus. Sementara gue, gue udah jadi mahasiswi. So, kita nggak bakal ketemu lagi."

"Fungsi eksponen dilambangkan ...." Alan tak menggubris ucapan Zy, dia malah lanjut membaca tulisan di buku tanpa minat. Terserah, pembahasan mereka lama-lama membuat ia semakin kesal. Entah kenapa kekesalannya bertambah dua kali lipat semenjak nama Johan disebut.

Zy memutar bola mata. Anak ini sok sibuk rupanya. "Bilang aja kalo kalah debat, sok-sokan baca buku segala," gumamnya pelan.

⭐★★⭐

"Hidup lagi capek-capek nya, eh, malah tambah capek kena hukuman. Ini semua tuh gara-gara lo!" Lana medumal. Mulutnya tak berhenti mengoceh sejak guru Bahasa menyuruhnya memegang pel lantai.

Penyebabnya, tentu saja Adik kelas yang memegang ember air di sampingnya ini.

"Dih, kok gue. Yang iseng duluan, kan lo." Johan melakukan pembelaan. Ia rasa semua ini salah Lana, sebab beberapa belas menit yang lalu hidupnya masih damai-damai saja.

Sampai entah kesurupan apa, perempuan ini melemparinya dengan sepatu. Dia yang ingin membalas ternyata salah sasaran. Lemparannya melenceng, tak sengaja mengenai kepala guru itu. Jadilah keduanya mendapatkan hukuman.

Lana menjeda langkah, diikuti oleh Johan. Ia memasang wajah kesal. "Ya, salah sendiri, lo ngapain deket-deket sama-"

"Sama?" Kerutan tipis di sekitaran dahi memperjelas ketidaktahuan Johan.

Napas Lana memburu, tak bisa menjelaskan tentang apa yang sudah ia katakan, ia sendiri bingung dengan dirinya sendiri. Yang pasti sekarang ia sedang kesal. Berbalik badan, Lana berjalan dengan begitu terburu-buru. Membuat Johan semakin penasaran.

The Twin Transmigration Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang