T3 (3) : Perpindahan jiwa

2.9K 166 1
                                    

♥ Happy reading ♥

Bunyi mesin elektrokardiogram memecah keheningan disebuah ruangan bernuansa putih itu. Disebuah brankarnya, terdapat seorang gadis yang tengah memejamkan mata. Banyak sekali alat-alat medis yang menempel di tubuhnya.

Seorang pria paruh baya duduk di kursi samping brankar, memandangi wajah damai putrinya dengan sorot redup. Sudah tiga hari sejak kecelakaan itu, namun si putri tak kunjung sadar.

Di raihnya punggung tangan sang putri dan dikecup sekilas. "Zy, anak Papa. Kapan bangun, sayang? Nggak kangen sama Papa?"

Tubuh Papa terhenyak ketika sebuah gerakan jemari kecil ia rasakan. Dia memandangi jari itu dan wajah putrinya bergantian. Seulas senyum dia ukir. "Zy, Zy bangun. Ini Papa sayang."

Papa buru-buru menekan tombol untuk memanggil perawat. Perlahan tapi pasti, sang putri mengerjabkan matanya. Refleks memegangi kepala yang terasa amat nyeri. Retina Zy mengedar, menyapu seisi ruangan. Hingga tatapannya jatuh pada sosok pria yang tengah tersenyum senang.

"Ha-us," lirih Zy. Segera saja Papa menyodorkan segelas air minum dan membantu Zy. Selepas minum, Zy kembali memegangi kepalanya yang masih terasa pusing. "Kembaran saya," kata Zy samar-samar.

Papa belum sempat menjawab ketika seorang Dokter dan perawat memasuki ruangan. Dokter itu segera memeriksa keadaan Zy.

Sedangkan dilain ruangan, tak jauh berbeda seorang gadis baru siuman dari komanya. Seorang wanita paruh baya yang melihat putrinya siuman segera memanggil Dokter.

"Za, Za udah sadar? Mana yang sakit sayang? Bilang sama Mama," tutur wanita itu tersenyum teduh. Di balik senyum itu ada guratan khawatir yang tak terlihat.

Za, gadis itu memandang bingung wanita di depannya ini. Dia teringat sesuatu. "Kembaran saya," ujar Za panik. Matanya berkaca-kaca kala mengingat kecelakaan mengerikan itu. Za hendak bangkit, tapi sekujur tubuhnya terasa amat sakit luar biasa.

Tak berselang lama Dokter datang, kemudian memeriksa Za. Setelahnya dia menanyakan sesuatu pada Za. "Kamu ingat nama kamu?"

Za mengerutkan keningnya samar, pertanyaan macam apa itu. Sudah pasti dia ingat namanya sendiri. "Saya Sesil," jawab Za pelan.

Mama mematung terkejut, dia mendekati putrinya. "Za, kamu ini ngomong apa? Kamu Za, anak Mama."

"Tenang, Bu," ujar dokter menenangkan Mama. Dia beralih menatap Za. "Kamu ingat dia siapa?"

Za mengerutkan alisnya bingung, kepalanya mendadak sakit tapi dia tahan. Siapa wanita di depannya ini? Dia tak pernah melihatnya. Samar-samar Za menggeleng, dia tak pernah melihat wanita ini sebelumnya.

"Ibu, siapa?"

Pertanyaan Za sukses membuat hati Mama mencelos, dia memandangi dokter dengan raut panik. Dokter menghela nafas, kemudian meminta Mama untuk berbicara di luar ruangan.

⭐★★⭐

Si kembar dinyatakan hilang ingatan oleh sang dokter. Tentu saja orang tua si kembar terpukul mendengar hal itu. Papa menepis mentah-mentah, rasanya aneh, karena saat sadar Zy langsung menanyakan kembarannya. Kalau si kembar amnesia, seharusnya Zy tak ingat pada kembarannya.

Setelah mendengar pernyataan dokter, kini sepasang suami istri itu memutuskan untuk tidak membahasnya terlebih dahulu. Mereka memilih untuk menunggu kondisi si kembar agar stabil baru membahas masalah ini lagi.

Kini lima hari berlalu begitu saja, dan keadaan si kembar sudah mulai stabil. Luka-luka yang mereka dapatkan juga sudah mulai mengering.

Di ruangannya, Zy merasa bosan. Kepalanya terasa mau pecah mencerna keadaan yang ia alami ini. Terlebih ada sesosok lelaki paruh baya yang mengaku-ngaku sebagai ayahnya. Dia ini Sisil, bukan Zy! Dan orang tua Sisil juga sudah meninggal sejak ia masih kecil. Lalu siapa pria paruh baya itu?

The Twin Transmigration Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang