25.Perasaan Yang Salah?💙

76 11 0
                                    

Rey mengepalkan tangannya kuat,matanya menatap tajam kearah gadis yang tersenyum sinis dihadapannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rey mengepalkan tangannya kuat,matanya menatap tajam kearah gadis yang tersenyum sinis dihadapannya.

"Lo 'kan yang sengaja mengunci Kak Luna dari luar?"

"Tau dari mana?" Vivi bertanya balik.

"Lo enggak perlu tau gue bisa ngerti dari mana,sekarang jawab pertanyaan gue Vi!"

"Iya itu gue,kenapa? lo enggak terima gue kunci dia dari luar? Padahalkan lo bukan cowoknya, yang jadi cowoknya aja enggak perduli kok."

"Kak Luna salah apa sama lo Vi? Lo udah ngerusak hubungan dan ngerebut pacarnya,tanpa mempedulikan gimana perasaan dia.Selama ini Kak Luna tersiksa banget sama kelakuan Gilang yang seenak jidatnya selingkuh sama lo.Apa enggak pernah mikir seandainya lo yang berada di posisi dia saat ini? Gimana rasanya?" Rey bertanya dengan nada tinggi.

Rey menggeleng,tak habis pikir dengan jalan pikiran saudaranya.Walaupun dia bukan pacar Luna,namun hatinya tidak terima ada orang lain yang menyakiti gadis yang disukainya.Ntah itu saudara,sahabat atau siapapun.Jika saja Vivi bukan perempuan,sudah ia bogem wajahnya itu yang menyebalkan.

"Berhenti ngelakuin hal bodoh lagi ke Kak Luna!" Tegas Rey.

Vivi mendekat kearah Rey dan menekan dada cowok itu dengan jari telunjuknya, "Lo itu cuma bocah ingusan yang sok jadi pahlawan.Dengerin gue! Kenapa harus memperdulikan perasaan Luna? Terus gimana sama perasaan gue sendiri? Gue sayang dan cinta sama Gilang,jadi gue harus bisa dapatin dia, dengan cara apapun itu.Dan harusnya lo tuh bersyukur dan berterima kasih ke gue karena udah ngelakuin itu semua,dengan cara ini lo juga dapat keuntungannya,kan?" Vivi menaikkan sebelah alisnya.

"Keuntungan apa yang lo maksud?" tanya Rey tak mengerti,seraya menyingkirkan tangan Vivi yang terus mendorongnya.

"Pura-pura bego nih anak.Lo suka kan sama Luna?" bisik Vivi dengan pelan,ia terkekeh melihat ekspresi keterkejutan Rey.Kemudian ia melanjutkan bicaranya, "kalo gue ngerebut dan membuat Gilang berpaling dari Luna,lo bisa sepuasnya berusaha dapatin cewek itu tanpa penghalang lagi."

"Enggak! Cara lo licik Vi." Rey menggeleng cepat,ia segera berdiri hendak pergi dari hadapan saudaranya yang hilang akal,namun Vivi langsung mencegahnya.

"Kita itu saudara,memiliki hubungan darah yang sama.Lo sama gue enggak beda jauh,gue yakin di dalam hati lo pasti ada keinginan juga untuk merusak hubungan Luna sama Gilang kan?"

Telinga Rey sedikit memerah,tak tahan mendengar ucapan Vivi barusan.Niatnya datang menemui Vivi adalah untuk menegurnya agar tidak menggangu Luna lagi,tapi ia malah dibujuk dan dikompor kompori seperti ini.Membuatnya semakin marah.

"Berhenti Vi! Walaupun kita saudara,tapi gue enggak akan bersikap bejat kayak lo." bentak Rey dengan keras.Namun reaksi Vivi hanya tertawa dan malah semakin menantang.

"Kita lihat aja gimana kedepannya? Cinta itu bisa membuat kita obsesi dan buta untuk melakukan hal apapun demi mendapatkan orang yang dicintai.Suatu saat lo juga akan bertindak sama kayak gue yang egois ini,menjadi perusak hubungan orang.Bahkan mungkin lo lebih parah lagi dari pada gue,Rey," ujar Vivi.

"Gue enggak perduli sama omong kosong."

Rey segera melangkahkan kakinya keluar dari kafe,tak menggubris ucapan Vivi yang membuatnya muak.Ia bergegas menaiki motornya dan menarik gasnya dengan cepat.

Ntah kenapa tiba-tiba pikiran Rey menjadi kacau,suara kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya terdengar samar di telinganya.Wajahnya terlihat gelisah di balik helm yang menutupinya.

"Kacau banget," gumamnya dengan pelan.Ia memang bersikap bodo amat,namun mengapa ucapan saudaranya itu terus terngiang dan berputar di otaknya?

"Gue kenapa sih? Kenapa perasaan gue enggak enak dan enggak nyaman banget?" tanya Rey dengan dirinya sendiri.Ia menggeleng pelan untuk kesekian kalinya,agar tetap fokus menatap jalanan.

Ia membelokan setang motornya kearah kanan dan berhenti di suatu tempat.Sepertinya Rey perlu menenangkan dirinya yang kalut tanpa alasan.Ia berdiri di dekat tepi danau, matanya menatap air danau yang sangat tenang.

"Kalo gue suka sama Kak Luna? Apa gue sama aja kayak Vivi? Sikap yang egois dan merusak hubungan orang.Tapi hubungan Kak Luna sama Gilang juga udah enggak baik-baik aja sebelum gue suka Kak Luna kan?"

"Apa perasaan gue ini salah mencintai seseorang yang masih menjadi milik orang lain? Apa sikap gue selama ini termasuk sikap yang brengsek? Tapi gue bersikap perhatian dan memprioritaskan Kak Luna karena gue enggak mau dia sedih terus karena Gilang,gue coba buat jadi penghiburnya."

Rey terus melontarkan pertanyaan demi pertanyaan yang tak memiliki jawaban, ia bimbang dengan sikap dan perasaannya.Ia juga membela dirinya sendiri dan memberikan alasan yang tepat untuk sikapnya kepada Luna selama ini.Jika dirinya bukanlah penyebab rusaknya hubungan mereka.

"Harusnya gue enggak suka sama Kak Luna dari awal,kenapa gue jadi bingung gini? Haruskah gue membiarkan Kak Luna memperbaiki hubungannya dengan Gilang?" Memang sebelumnya Rey juga mencoba memberikan batasan dan menjauh sedikit dari Luna,namun perasaan di dalam hatinya terus menggebu gebu.Bahkan ia melupakan fakta bahwa dirinya pernah di tolak oleh Luna.

Rey menarik nafas dalam,kemana perginya dirinya yang semangat berjuang untuk mendapatkan cinta Luna waktu itu? Apa prinsipnya hilang begitu saja hanya karena ucapan Vivi? Seperti kerupuk yang melempem karena terkena angin.

Intinya Rey hanya tak ingin menjadi seorang perebut seperti saudaranya,ia akan membiarkan perasaan ini tanpa bertindak apapun dan membiarkan waktu saja yang memberikan kesempatan untuknya suatu hari nanti.Tapi bukan berarti Rey menyerah dengan semuanya.

"Sabar boy,kita bisa memiliki tanpa merebut." Rey menepuk dadanya sendiri, senyumnya sedikit merekah.

Tangan Rey beralih merogoh ke dalam kantong celana untuk mengambil ponselnya yang bergetar.Ada sebuah panggilan masuk dari Luna,tapi ia tidak mengangkatnya.Ia hanya menatapnya saja, sampai layar ponselnya kembali mati.Rey hanya bergumam pelan dan sudut bibirnya terangkat sedikit menampakkan garis senyum tipis.

"Tau aja kalo lagi dipikirin,tiba tiba telepon gini."

Rey memasukan kembali ponselnya ke dalam saku, mengingat hari sudah sore dan dirinya sudah sedikit tenang.Ia memutuskan untuk mengendarai motornya lagi, untuk segera pulang kerumahnya.

***

To be continue...

Hello, Author comeback dengan membawa chapter baru yang sedikit pendek. Maafkan author yang menghilang gitu aja selama 2 bulan😄🙏 jangan lupa tetap dukung dan berikan vote.Terimakasih.

Oh ya selamat menjalan ibadah puasa bagi yang melaksanakannya.💓

Hi, My Boy [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang