'Brak!'
Reyna hanya menatap kosong pintu rumah yang tertutup di hadapannya. Ini sudah lebih dari berpuluh-puluh kali dan dia tetap mendapat respon yang serupa. Gadis berusia sebelas tahun itu termenung, berusaha memikirkan apa yang seharusnya dia lakukan agar orang-orang mau mendengar dan percaya ucapannya.
'Apa lebih baik aku menyerah saja?'
Setelah menghela napas berat, dengan langkah gontai gadis itu berjalan menelusuri jalan setapak ke arah kaki bukit di ujung desa. Reyna adalah pekerja paruh waktu di pabrik pemotongan kayu milik Mister John, pengusaha kaya di desanya. Setelah ayahnya tidak bisa berjalan akibat kecelakaan kerja beberapa tahun lalu, Reyna yang masih berusia sebelas tahun terpaksa bekerja untuk menghidupi keluarganya. Sekarang waktu istirahat siang sudah selesai. Dia harus bergegas jika tidak ingin terlambat.
"Rey, kemana saja kau?"
Setibanya di lokasi tujuan, Reyna refleks mengangkat kepalanya yang tertunduk lesu ketika mendengar seseorang memanggilnya. Ia tersenyum tipis ketika mendapati seorang anak laki-laki yang berjalan mendekat dan menepuk bahunya pelan.
"Pergi memberitahu para warga tentang firasatmu lagi?" anak laki-laki itu mengedipkan sebelah matanya jahil.
"Jangan mengejek, Hans!" Reyna memukul bahu anak laki-laki bernama Hans itu dengan pelan.
"Hahaha! Maaf, ya. Tapi jujur saja. Pasti itu yang kau lakukan sampai terlambat datang, 'kan?" Hans bertanya lagi.
Reyna kembali menundukkan kepala setelah mendengar ucapan Hans. "Aku tidak tahu bagaimana caranya agar mereka percaya bahwa aku tidak berbohong."
"Sudahlah, Rey. Menyerah saja." Hans menghela napas panjang. "Tidak akan ada yang mau mendengarmu. Selama kau tidak punya bukti, mustahil ada yang mau percaya."
Reyna terdiam. Gadis muda itu menatap sosok Hans yang berdiri di hadapannya. Pikirannya melayang pada peristiwa ganjil yang terjadi satu bulan lalu lalu. Seumur hidup, baru pertama kali Reyna memiliki firasat semacam itu. Hari itu dengan anehnya Reyna merasakan ada hal buruk dan mencekam yang bergerak mendekat setiap hatinya. Firasat itu begitu kuat, terasa amat nyata seperti gelombang atau aura gelap yang membuatnya takut sepanjang waktu. Selama satu bulan terakhir, firasat itu membuat Reyna amat gelisah hingga tidak bisa tidur.
"Hei, jangan melamun!"
Kedua bola mata hijau Reyna kembali menatap sosok Hans yang baru saja menjentikkan jari di depannya. Gadis itu tersenyum tipis melihat anak laki-laki berambut hitam itu kembali tersenyum lebar.
"Hans, kenapa kau percaya pada perkataanku? Aku bahkan tidak bisa membuktikan apa-apa padamu," ucap Reyna muram.
"Karena ... kita teman!" balas Hans riang. Anak laki-laki itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ya lagipula kita sudah tumbuh bersama sejak kecil. Aku tahu kau tidak suka berbohong."
"Hans, Rey! Sedang apa kalian? Cepat kemari!"
Reyna dan Hans spontan menoleh ketika mendengar suara seorang pria memanggil mereka. Pria paruh baya itu berdiri tidak jauh dari tempat mereka berdiri sembari membawa beberapa potongan kayu di kedua tangannya.
"Kenapa kalian malah mengobrol? Sudah waktunya bekerja," ucap pria paruh baya itu mengingatkan. "Kayu-kayu ini tidak bisa memotong sendiri. Kalian bisa lanjut mengobrol setelah selesai kerja. Musim dingin hampir tiba. Kita sudah dapat banyak pesanan."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Canvas Story [Saint Seiya TLC Gold Saint x OC]
FanfictionKisah cinta para ksatria Dewi Athena berjubah emas yang terkenal sebagai pelindung cinta dan keadilan di abad ke-18. Daftar cerita : - Gemini Defteros x OC (on-going) - Leo Regulus x OC (on-going) - Pisces Albafica x OC (on-going)