Hari kesepuluh
Aku terdiam bukan karena secangkir kopi panas yang tiba-tiba jatuh di tanganku
Aku bahkan tidak merasakan panasnya
Aku terdiam karena kamu yang tiba-tiba menyentuh tanganku dengan gugup dan mengucap maaf terus menerus
Lalu kamu menyebutkan namamu dan membuat kita akhirnya berkenalan
****
Aku bukan mati rasa akan rasa panas terbakar yang menyerang kulitku. Hanya saja- senyum manis canggung dan rasa cemas dari tatap matamu itu menularkan senyum padaku. Gerak kikukmu yang menyentuhku- membuatku merinding sekujur tubuh. Rasa dingin yang menghangat itulah yang membuatku melupakan perih luka yang mulai memerah ini.
Kamu beberapa kali meminta maaf dan bertanya keadaanku. Dan aku hanya bisa menjawab bahwa aku baik-baik saja. Berusaha menenangkan gelisahmu yang tampak begitu terkejut akan kesalahan tidak sengaja itu.
Bahkan- saat kamu menyebut namamu dan seolah menanyakan namaku- bodohnya aku hanya bisa mengucapkan aku baik-baik saja dan hanya tersenyum canggung selama beberapa saat. Aku terlena akan sorot mata beningmu yang berada 5 cm di depan wajahku.
Apakah luka ini akan menjadi takdir perkenalan kita?
KAMU SEDANG MEMBACA
May I?
PoetryAku dan secangkir kopi yang menemaniku. Kamu dan pesona cerobohmu yang memikatku. Aku dan kamu yang ditakdirkan bertemu.