Hari kedua puluh lima
Hari ini jantungku berdebar kencang sembari menunggumu
Karena kemarin kamu berjanji akan menghabiskan hari ini bersama dan membagi suatu cerita
Aku menantikan cerita apa itu— Dan aku menantikan kedatanganmu sambil menatap pintu itu
Tepat pada saat itu, kamu membuka pintu sambil tersenyum seperti biasa
Tapi tunggu! Kamu memegang— tidak tepatnya menggenggam tangan seorang gadis
Siapa dia?
****
"Dia— calon istriku." Kamu mengenalkan gadis yang kamu genggam erat tangannya saat ini.
Bukan pacar, bukan kekasih, bukan tunangan.
Kamu dengan tegas mengenalkannya sebagai calon istri. Bukankah itu berarti hubungan kalian sudah ditahap sangat serius?
Dan untuk apa senyum dan keramahanmu selama ini? Apakah aku hanya selingan malammu? Apakah aku benar-benar hanya teman mengobrolmu? Teman melepas lelah dan penatmu setelah kesibukanmu sehari-hari.
Jadi dia— gadis yang membuatmu lupa waktu saat berbincang? Dia gadis yang membuatmu yakin akan pernikahan?
Aku menatap gadis manis yang dengan ramah mengulurkan tangan lebih dulu. Aku berusaha tersenyum meski aku menyadari rasa sesak ini tidak akan mampu aku tahan lama. Aku menyambut uluran tangannya dengan senyum ramah itu.
Kamu mengajaknya semeja denganku. Padahal sudah dengan jelas aku menolak ide tersebut. Kamu tetap memintanya duduk disampingmu yang masih dengan mesra menggenggam erat tanganmu. Seakan menyuruhku untuk sadar akan posisiku untukmu selama ini.
Meski sudah aku tahan— meski sudah aku coba sekuat tenaga untuk tidak menunjukkan air mataku, akhirnya pelupuk mataku menyerah. Sebutir air mata jatuh di pipiku. Meski aku berhasil menyekanya sebelum kamu dan calon istrimu melihatnya— aku menyadari bahwa aku tidak akan mampu berada disini lebh lama.
Aku memilih segera pamit dan mengatakan bahwa aku memiliki janji lain yang sempat aku lupakan. Tanpa menunggu jawaban kalian, aku mengambil tas dan bukuku sesegera mungkin. Meninggalkanmu dan calon istrimu menikmati suasana yang biasanya aku nikmati sebagai obat lelahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
May I?
PoetryAku dan secangkir kopi yang menemaniku. Kamu dan pesona cerobohmu yang memikatku. Aku dan kamu yang ditakdirkan bertemu.