Hari kedua puluh dua
Aku memberanikan diri untuk meyakinkan diriku sendiri
Bahwa mungkin kata-kata mu kemarin adalah apa yang kamu rasa tentangku
Karena kini pun kamu sedang membicarakan tentang pernikahan
Kamu ingin menikahi seorang gadis yang bisa menghabiskan waktu bersamamu dengan obrolan yang bisa membuatmu lupa waktu
Jadi— Bolehkan aku percaya bahwa itu aku?
****
"Bagaimana menurutmu tentang pernikahan?" Pertanyaan tiba-tiba yang terlontar darimu, membuatku cukup terkejut.
Aku berpikir sejenak sebelum menjawabnya.
"Apakah harus mengenal lama dengan calon pasanganmu atau— hanya perlu menikah dengan seseorang yang membuatmu nyaman?" Lanjutmu membuatku menatap ingin tahu kemana arah obrolan hari ini.
Aku tersenyum menatapmu.
"Aku rasa waktu bukan penentu. Aku lebih memilih seseorang yang membuatku nyaman bercerita hal-hal kecil dan tidak penting. Aku suka saat dia menjadikanku teman berbincangnya dalam meminta pendapat dan membuatku menjadi lawan debat obrolan pentingnya."
"Aku suka menjadi bagian penting yang dia temui saat dia merasa lelah dan penat setelah pekerjaannya seharian." Lanjutku mencoba keberuntungan— berharap kamu memahami jika kamulah yang aku maksud.
Kamu menatapku dengan senyum yang terasa memahami maksudku.
"Aku juga ingin menikahi seorang gadis yang bisa menghabiskan waktu bersamaku dengan obrolan yang bisa membuatku lupa waktu saat bersama dengannya." Balasmu sambil tersenyum menatapku.
Apakah ini maksudnya aku? Ataukah—?
Aku hanya mengangguk dan tersenyum akan balasanmu. Takut untuk terlalu berharap sebelum kamu menyatakan perasaanmu yang sesungguhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
May I?
PoetryAku dan secangkir kopi yang menemaniku. Kamu dan pesona cerobohmu yang memikatku. Aku dan kamu yang ditakdirkan bertemu.