Hari berikutnya dari hari-hari berikutnya
Aku masih menyukai tempat ini
Tempat yang kini jarang aku kunjungi karena takut bertemu denganmu lagi
Bukan karena aku pengecut, bukan—
Karena aku hanya ingin menata hatiku untuk tidak semakin jatuh dalam rasaku padamu
Dan belajar untuk melepasmu dari hatiku
****
Kamu tersenyum melihatku memasuki tempat ini. Meski hanya diam di tempatmu duduk, meski hanya tersungging sebuah senyuman, meski tatap lega itu menyiratkan kamu sedang menunggu kehadiranku, aku berusaha mengabaikan semuanya.
Aku memilih membeli secangkir kopi panas yang akan aku bawa pulang.
Melihatmu tadi- membuatku sedikit goyah. Seolah kamu memiliki rasa yang sama dengan yang pendam selama ini. Bukankah kamu bahkan sudah mengenalkannya sebagai calon istri. Bagaimana bisa hati dan pikirku masih berharap kamu memiliki rasa yang sama?
Bagaimana egoisnya aku yang sangat ingin duduk semeja lagi denganmu malam ini?
Tidak. Hentikan rasa ini. Tegasku pada diri sendiri.
Aku memilih menunggu kopi panasku sambil berdiri dan tidak beranjak dari tempatku saat ini.
Aku bersyukur saat namaku dipanggil dan mengambil kopi panasku untuk segera pergi dari tempat ini, saat menyadari kamu berdiri dari kursimu dan berjalan pelan ke arahku berdiri tadi.
Aku tidak lagi menoleh meski samar aku mendengarmu memanggil namaku dengan suara begitu putus asa.
KAMU SEDANG MEMBACA
May I?
PoetryAku dan secangkir kopi yang menemaniku. Kamu dan pesona cerobohmu yang memikatku. Aku dan kamu yang ditakdirkan bertemu.