Hiks...
Hiks.....
Terdengar suara tangisan memenuhi mansion Palyinora di tengah malam.
Sepertinya dugaan Raska, Runa mengalami demam malam harinya.Runa terus menangis dan mengeluh kepalanya yang terasa berat dan juga matanya yang panas sekaligus perih.
Namun hal itu juga di alami oleh Raska yang ikut terkena demam juga.
Raska yang biasanya agak tenang, kini jadi sedikit rewel sama seperti Runa."Hiks...kepala kenapa kamu jadi berat~?"eluh Runa yang berada di gendongan Ardni.
"Kan hiks...Ru hiks...na gak bi-bisa angkat kepalanya hiks...."omelnya.
"Dad-dy~ bilang hiks...in sama kepala Runa jangan berat hiks.. berat... Runa gak bisa angkatnya "
"Sama mata Runa jugaaa~ kenapa jadi panas hiks...kan air hiks matanya jadi keluar terus hiks..."adunya.
Ardni hanya diam menggoyangkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri.
Mereka saat ini ada di kamar Ardni, sedangkan Raska ada bersama putra pertamanya. Raykent."Sttt...tenang yaa nanti Daddy kasih sihir biar kepala gak berat"Ardni berusaha menenangkan Runa.
Dia sudah menangis terlalu lama, takut nanti demamnya akan bertambah naik.Sang istri juga sedang tidak ada di rumah jadi dia bingung harus apa.
"Mau kakak~"rengeknya.
Ardni bingung dia harus bagaimana mengatasinya ,Raska juga sedang demam dia tidak mungkin membawanya menemui Raska.
Cklekk
Pintu terbuka oleh Axel yang membawa sebotol susu ditangannya.
Ardni memang menyuruhnya untuk membuat susu dan mencampurnya dengan obat tidur dengan dosis kecil, takut akan berbahaya kalau kebanyakan.
"Minumlah" Ardni menempelkan silikon botol itu pada bibir Runa.
Runa tak mau membuka mulutnya dia juga menggelengkan kepala pelan.
"Mulut Runa pait Daddy ~" tolaknya.
"Mau kakak"
"Minum dulu nanti ketemu kakak" bujuk Ardni.
Runa terpaksa meminum susunya meski dia sangat menyukai susu tapi untuk sekarang ini dia tidak menyukainya dan itu salah mulutnya yang terasa pahit.
Plop
Ardni melihat Runa yang ternyata sudah tertidur di gendongannya.
Dia berjalan menuju kasur dan meletakkan Runa dengan sangat pelan agar merasa nyaman."Bagaimana dengan Raska?"tanya Ardni pada Axel yang masih berada di kamarnya.
"Masih"balas Axel singkat dia berdiri dan berjalan menuju Runa.
Axel mengecup kepala Runa lembut,dia mengelus surai Runa yang agak lepek karena berkeringat.
"Cepat sembuh Angel" bisik Axel ditelinga Runa.
Disisi lain, lebih tepatnya dia kamar Raykent. Raska masih terisak kecil dalam dekapan Ray, Ray hanya mengelus punggung Raska dan juga menepuk pinggangnya pelan.
"Abang hiks... Raska pusing ~"
"Elus-elus kepalanya hiks.... suruh pusingnya pergi huhu..."
Ray berganti mengelus kepala Raska. Ray sebenarnya ingin mengambil obat untuknya tapi Raska tidak mau melepaskan pelukannya, dia bingung dia tidak pernah mengurus orang sakit tapi ini dia dengan sabarnya mengurusnya, mungkin jika orang lain dia tidak akan sesabar ini.
"Tidurlah"
"Tap hiks pi pusing abang hiks..."
"Tunggulah" Ray berusaha melepaskan tangan Raska yang ada di perutnya.
"Hiks...huaaa... Raska gak mauu"tangis Raska semakin kencang.
Dengan terpaksa Ray menggendongnya,dia berjalan menuju sebuah lemari kaca yang menyimpan berbagai macam botol yang entah apa isinya. Dia mengambil sebuah botol kecil berwarna biru dan kembali lagi untuk berbaring.
Dia dan juga Raska kembali berbaring dengan Raska yang tak mau melepaskan pelukannya barang sejenak pun.
Ray membuka tutup botol yang dia ambil dan menyemprotkan tiga kali kearah atas.
"Hiks...hikss.. pusing....kepala Raska pus__"Raska tak sadarkan diri akibat dari pengaruh obat bius yang Ray semprotkan tadi dan untuk Ray, dia sudah kebal akan beberapa jenis obat dan juga racun.
Ray membenarkan tidur Raska agar lebih nyaman dan menaikkan selimutnya sampai leher.
Malam ini dia akan tidur dengan salah satu adik manisnya. Bukankah itu kesempatan yang bagus tapi dia juga harus berhati-hati karena adiknya ini tengah sakit.
....................
Di sebuah kamar yang yang pemiliknya masih terjaga di tengah malam.
Kamar itu begitu sunyi dan dingin, tidak ada kehangatan sama sekali,dan pemiliknya malah duduk di jendela balkon menikmati langit malam yang sangat tenang.Wajah yang begitu menawan, hidung merah merekah, mata yang berair dan mensanyu, pipi yang berisi dihiasi perona alami hingga bawah mata,lalu seperti ada sebuah Medan magnet yang menarik setiap orang untuk terus menatapnya dan mendekat padanya.
Pemuda itu --pemilik kamar -- terus terbayang wajah bocah yang ia lihat tadi di mansion temannya.
"Indah dan mengagumkan"gumamnya pelan.
Arghhh.....
Sial. Dia tidak bisa menghilangkan bayangan wajah sang bocah yang terus memenuhi semua pikirannya.
"Mine" dia tersenyum miring dengan otak yang memikirkan berbagai macam rencana licik.
Lain halnya lagi di kediaman keluarga Fran. Mereka dibingungkan dengan sikap anak terakhirnya yang sedikit berubah. Bagaimana tidak Raka yang biasanya sibuk dengan bukunya kini tengah melamun dengan senyuman dibibirnya.
Apakah dia gila karena terlalu banyak membaca buku. Batin semua keluarga yang melihat tingkah Raka sejak pulang tadi.
"Kerasukan Lo" ucap kakak kedua Raka. Kavandra Tirta Fran.
Saat ini mereka tengah berkumpul di ruang keluarga. Suara Vandra membuat fokus semua orang berpusat pada Raka yang hanya melamun tidak seperti biasanya.
Raka hanya melirik kakak itu, dia bangkit dengan membawa buku yang tak dibacanya tadi.
"Raka duluan" pamitnya.
Semua orang menatap Raka penuh pertanyaan. Hanya satu kata yang cocok melihat Raka saat ini.
"Aneh"
*
*
*
Seorang pemuda berjalan santai memasuki sebuah ruangan rahasia didalam kamarnya.
Ruangan yang memang dia gunakan untuk mengoleksi mainannya.
Ruangan itu di penuhi dengan banyak lemari boneka kaca yang sebesar manusia.
Pemuda itu menatap dua lemari kaca yang dia siapkan nanti untuk mainan barunya. Lemari yang berbeda dengan lemari lainya.
Dia menyiapkan secara khusus dua lemari kaca ini hanya untuk mainan baru yang dia temukan."Sayang nanti mainan An gak bisa gerak lagi"ucapannya sedih.
"Tapi itu bagus kan gak akan ada yang bisa lihat selain An" wajah yang tadinya tampak sedih kini tersenyum bahagia.
"An jadi gak sabar buatnya~~"
KAMU SEDANG MEMBACA
NURA
Teen FictionRananda Arun Zake Anak laki-laki yang berusia 11 tahun yang melalui kehidupan dengan kejamnya sebuah keluarga.Arun tidak mengerti sebuah emosi yang dia tahu hanya sakit ketika dihukum oleh ayahnya. Suatu hari dia terbangun di sebuah gubuk yang berad...