Kulesatkan kabut biru magisku layaknya sulur, menyelubungi Goblin itu sekaligus menguncinya dalam pengawasanku. Sebelum ia sempat berontak, tebasan sebilah claymore bermuatan sihir telah memutuskan hubungannya dengan kehidupan. Darah pekat menyembur menodai pedang claymore yang sedari awal tergenggam mantap dalam peganganku, namun aku menyarungkannya kembali di punggung tanpa repot-repot ambil peduli.
Aku lebih berfokus pada perban merah pudar yang menjuntai dari kedua lenganku, kembali membelitkannya hingga telapak sebelum ganti meraih dan membentangkan secarik kertas yang kubawa sejak sebelum aku menginjakkan kaki di hutan ini.
“‘Membunuh 30 Goblin di hutan Willowpond yang meresahkan warga desa akhir-akhir ini’. Selesai sudah,” aku bergumam sembari mengawasi tumpukan mayat siluman hijau yang terkapar di penjuru hutan. “Satu misi sudah selesai, saatnya aku kembali.”
Angin berdesir mengibarkan mantelku yang berkerah bulu ketika aku berbalik, menapaki kembali jalur yang sebelumnya kulangkahi untuk mencapai bagian hutan terdalam ini.
Tujuh tahun sudah berlalu semenjak aku menerima kontrak dari Entitas Bulan di gunung saat itu, dan bahkan kekuatan besar yang dilimpahkannya padaku masih dirasa begitu memberatkan. Kekuatan itu begitu dahsyat, begitu destruktif, hingga aku harus selalu waspada mencegah kekuatan itu berbalik menguasai diriku.
Saking dahsyatnya kekuatan itu, satu-satunya senjata yang sanggup menampungnya selaras hanyalah claymore ini. Pedang lamaku langsung hancur berkeping begitu aku menggunakannya untuk menyalurkan sihir ini di malam itu. Bahkan aku sendiri, demi mencegah kekuatan berlebih itu berbalik menyerangku dari dalam, memutuskan untuk menyegel sebagian kekuatan itu menggunakan perban merah yang melilit kedua lenganku. Sepanjang lilitannya masih utuh, kekuatan itu semestinya tidak akan membeludak liar dan justru membunuhku, selagi aku terus memantaskan diri demi sanggup menyandang kekuatan penuh itu seutuhnya.
Langkahku disambut oleh hamparan rumput yang dipangkas rapi, sementara pandanganku menyapu bangunan kokoh yang menjulang di hadapan segera setelah aku meninggalkan area hutan. Bangunan itu barangkali memiliki berbagai detail menarik, namun aku hanya berfokus pada papan nama di bagian depan yang mengumumkan dengan bangga: Guild Petarung Corvus. Aku melaluinya begitu saja dan langsung memasuki pintu depan.
Beberapa tahun terakhir, seiring berkembangnya kemampuan bertarungku, aku bergabung dengan sebuah guild petarung terkemuka di Ibukota Kerajaan Olvia. Dan dikarenakan kekuatan kutukan yang kumiliki, hanya butuh waktu beberapa bulan untukku menempati jajaran petarung kelas atas di sana. Menjalani misi-misi sulit untuk seorang diri, mendapatkan bayaran yang lebih baik ketimbang sebagian anggota lain. Itulah caraku bertahan hidup sejauh ini.
Aku memasuki lobi utama, yang sudah cukup lengang karena petang mulai menanjak. Kubawa langkahku menuju meja resepsionis, yang di belakangnya berdiri seorang pria usia tiga puluhan. Bentuk tubuhnya yang kekar dan garis wajahnya yang tegas memberikannya kesan mengintimidasi, namun raut wajahnya ramah dan mencerminkan kemurahan hatinya. Ia menoleh, mengangkat pandangannya dari lembaran yang tengah ia baca, kemudian tersenyum dan melambaikan tangan begitu melihatku mendekat.
“Selamat sore, Labrador. Aku tidak menyangka kau akan kembali secepat ini,” ia menyapa.
“Selamat sore, Tuan Alvaro,” aku balas menyapa. “Para Goblin itu tidak terlalu sulit ditemukan, jadi membantai mereka bukan hal yang sulit. Satu-satunya yang merepotkan hanyalah jumlah banyak mereka yang selalu bergerak dalam kelompok, namun hal itu mudah diatasi.” kuserahkan selembar kertas yang sedari tadi kubawa, laporan misiku untuk hari ini.
Pria itu, Alvaro Corvus, mengangguk pelan sementara matanya bergulir merunut huruf-huruf di hadapannya. Beliau adalah pemilik tempat ini, pemimpin guild yang telah dijalankannya lebih dari lima belas tahun. Beberapa anggota lain mengaku kalau mereka merasa bahwa beliau seolah memperlakukanku lebih baik daripada anggota lain bahkan anaknya sendiri, tapi aku menganggap kalau hal itu berarti kinerjaku memang lebih memuaskannya.
“Baiklah,” ia memutuskan, “aku akan segera mengabari Kepala Desa dan mengurus sisanya. Kinerjamu bagus, seperti biasa. Sekarang lebih baik kau beristirahat.”
Aku mengiyakan dan berterima kasih, kemudian berbalik menuju pintu belakang. Guild ini memiliki semacam asrama bagi anggota, dan di sanalah aku tinggal selama ini.
Namun, sebelum aku beranjak, Tuan Alvaro terlebih dahulu menghentikanku. Aku menoleh, mendapati sebelah tangannya mengulurkan selembar gulungan—selebaran yang sedari tadi ia baca.
“Tadi siang, saat kau sedang dalam misi, prajurit istana datang memberikan ini. Awalnya aku berencana mendiskusikannya besok pagi, tapi karena kau sudah kembali, kupikir lebih baik aku memberitahukannya padamu sekarang.”
Aku menerima gulungan itu, menatapnya gamang.
“Aku memercayaimu untuk itu,” ia berucap, “Cermati dan pikirkan baik-baik tawarannya, ini bukan kesempatan yang bisa kau dapatkan setiap saat.”
-
Di kamar, aku menelaah selebaran itu lagi dan lagi, membacanya seksama dari atas hingga ujung kalimat, memastikan tidak ada yang terlewat. Namun, sebanyak apapun aku mencoba memahami isi kertas itu dari sudut pandang berbeda, tulisan yang tertoreh pada lembarannya masih sulit untuk kupercayai secara nyata.
DIBUTUHKAN
Calon Prajurit Istana bagi Kerajaan Olvia
Telah diadakan perekrutan massal bagi para petarung pemberani di seluruh Olvia. Ikuti seleksi di lapangan istana pada tanggal 20 dan buktikan keberanianmu untuk Olvia!
P.S.: setiap klub petarung diharapkan menominasikan anggota terbaiknya untuk perekrutan kali ini. Semakin banyak calon prajurit akan semakin menguntungkan!
Selembar formulir terlampir, isinya kurang lebih sama seperti kebanyakan surat lamaran kerja pada umumnya. Kutatap lamat-lamat kertas itu sementara kepalaku dipenuhi gaung kalimat Tuan Alvaro barusan.
“Aku memercayaimu untuk itu. Cermati dan pikirkan baik-baik tawarannya, ini bukan kesempatan yang bisa kau dapatkan setiap saat.”
Perekrutan anggota pasukan kerajaan. Masing-masing klub petarung diminta menominasikan anggota terbaiknya, dan Tuan Alvaro memilihku untuk ini. Aku memijat dahi perlahan, tidak mengira akan ada sesuatu serumit ini dalam hidupku.
Usiaku sembilan belas tahun, bertahan hidup tanpa empati selama tujuh tahun, dan kini dipercaya mengikuti seleksi untuk mengisi posisi militer resmi kerajaan.
Bahkan, apakah dengan kekuatanku, yang sejatinya adalah kutukan, aku akan layak berada dalam jejeran terhormat petarung kerajaan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Labrador: The Empathless Harbinger
FantasyLabrador, itulah nama yang diberikan oleh kedua orang tuanya. Ace of Spade, itulah jabatan yang dipegangnya di usia belia. The Harbinger, itulah julukan yang disematkan kerajaan padanya. Mesin Pembunuh Tanpa Empati, itulah reputasi berdarahnya yang...