21. Dilemma

52 7 2
                                    

Kalimat itu menyentak kesadaranku yang sudah hampir tenggelam seutuhnya. Perlu waktu sesaat untukku sadar bahwa kalimat itu menyeruak langsung di dalam kepalaku, dan bukan bagian dari sihir Lucian. Butuh waktu sesaat lagi sampai aku teringat bahwa suara itu adalah suara Davin.

“Davin?” aku berbalik dan menoleh ke segala arah (di alam bawah sadar), mencoba mencari asal suara tadi. Sekitarku masih gelap dan hampa, tapi perlahan aku bisa merasakan citra orang lain yang hadir di dalam kepalaku.

“Labrador, dengar! Aku tidak punya banyak waktu. Intinya, kau dijebak di dimensi realitas yang berbeda, dan aku harus berusaha keras menghubungimu. Bagaimana keadaanmu sekarang?”

“Kau tanya bagaimana?” ulangku, “Lucian sudah berhasil, Davin. Dia sudah membuatku terasuki seutuhnya. Secepatnya, dia pasti akan membuatku membantai semua orang mulai dari kalian. Jadi, selagi aku bisa memperingatkanmu, lari dan perintahkan semua orang untuk berlindung!”

Aku tahu aku tidak punya empati, dan tidak akan peduli terhadap apa yang bakal terjadi kepada orang-orang lain. Namun, aku tahu bahwa apapun yang direncanakan Lucian adalah sesuatu yang buruk, dan aku tidak mau ikut campur di dalamnya. Sebelum kesadaranku seutuhnya direnggut, setidaknya aku harus meyakinkan mereka semua, bahwa aku sendiri tidak menginginkan hal ini terjadi.

“Aku dengar semua yang kau pikirkan tahu, Labrador.”

Oh, dasar telepati penembus privasi kepala orang.

“Kenapa pula kau masih ada di dalam kepalaku? Sana cepat pergi dan peringati yang lain! Lucian pasti akan segera sadar kalau ada yang menembus lapisan sihir replikasinya!”

Sama sekali tidak butuh usaha bagi Davin untuk membagi langsung umpatan dalam kepalanya kepadaku.

“Kau kira kenapa pula aku masih ada di sini? Aku sedang mencoba menyelamatkanmu, tahu! Tadi kau bilang replikasi?”

Sungguh indah dia mengatakan itu; menyelamatkan. Seakan aku yang sudah terasuki seutuhnya begini masih bisa diselamatkan.

“Ya. Lucian mereplikasi lapangan latihan guild tempatku dulu berduel dengannya. Kurasa dia ingin membalas dendam dahulu sebelum melanjutkan rencananya, karena aku pernah mengalahkannya dua kali di tempat ini. Apa itu membantu?”

Pikiran Davin dipenuhi perhitungan cepat, aku sampai pusing sendiri menampungnya.

“Seharusnya itu membantu. Kau bilang lapangan latihan guild?”

Aku tahu dari nada kalimatnya bahwa dia tengah meminta konfirmasi yang lebih lengkap. “Guild Petarung Corvus, di jantung ibukota Olvia. Tempatku sebelum bergabung dengan Royal Knights. Memangnya kau bisa membantuku dengan mendatangi langsung tempat itu?”

“Argh, diam dulu, Bodoh! Aku semestinya bisa menarikmu keluar dengan menciptakan medan yang sebanding, tapi—”

“Menarikku keluar?” aku mengulangi dengan geram yang mulai menjalari ubun-ubun. “Kau tidak paham inti masalahnya, Davin? Lucian sudah berhasil membuatku dikuasai seutuhnya. Tidak akan ada bedanya kalaupun kau mengeluarkanku sekarang! Lagipula, Lucian pasti akan meniadakan medan ini sebentar lagi, melepasliarkanku sehingga bisa—”

Prang.

Bagai botol raksasa yang dipukul martil, medan replikasi yang dibuat Lucian hancur remuk, menampakkanku kembali pada lanskap hutan Olvia yang sesungguhnya. Namun, itu semua tidak ada bedanya. Sekarang Lucian bebas mengendalikanku, mengarahkanku bagai hewan liar dalam kekangannya untuk menghancurkan peradaban sihir manusia mulai dari Olvia.

“Sekarang, Labrador.”

Suara itu menggerakkanku, dan aku tidak bisa mencegahnya. Tubuhku mengikuti perintahnya, tidak membiarkan penolakan dari kesadaranku yang tersisa mengambil alih.

Labrador: The Empathless HarbingerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang