Davin tidak pernah memiliki masalah tidur ataupun jam malam. Tapi malam ini, kenikmatan waktu beristirahat dalam damai tak lagi sanggup membuainya dalam lelap yang tenteram sebagaimana seharusnya.
Dulu, Davin yang hanya diperbolehkan terlelap di alam terbuka tidak bisa benar-benar menurunkan keawasannya. Ia harus tidur dengan kewaspadaan tinggi, demi melindungi hidupnya dari makhluk apapun itu yang bisa saja mengusiknya. Apalagi, semenjak kemampuan Spiritnya semakin berkembang di alam liar, para roh seperti arwah hutan mulai sering menampakkan diri di sekitarnya, entah yang berniat baik ataupun buruk. Davin sudah pernah melakukan kesalahan itu sekali, dan dia tidak sudi mengulanginya lagi.
Namun sekarang, dirinya telah berada di tempat yang nyaman. Penjagaan berlapis di sekitar istana, pun pelindung sihir sebagai pelengkap, seharusnya cukup meberikan rasa aman pada Davin yang akhirnya bisa merasakan tidur dengan tenang.
Tapi tidak. Ingatannya membawa Davin seakan mengawang, melemparkannya kembali ke momen tadi siang. Ketika kekesalannya yang di ubun-ubun ia muntahkan pada Labrador sang rekan, dan pemuda berpedang itu membalasnya hanya dengan satu tangan. Yang juga membuatnya tambah kesal karena dia seolah sengaja mempertegas perbedaan tinggi mereka.
Davin memukulkan kepalan tangannya saat ingatan itu kembali sekalian membawa emosinya. “Dasar bocah anjing jerapah terong bermata bintang,” geramnya lirih. Dirinya tidak pernah menyumpah kasar sebanyak ini dalam sehari sebelumnya, namun berurusan dengan bocah egois itu beberapa bulan belakangan membuatnya tidak bisa menahan diri.
Emosinya mengingatkannya kembali pada masa yang lebih lampau. Dua hari lalu, Spade sang kesatria atasannya, sempat berbincang dengan dirinya dan menanyakan sesuatu. Davin tidak ingat kalimat persisnya, tapi kira-kira seperti ini:
“Davin, kau sudah berada di sini selama beberapa bulan, kan? Kira-kira menurutmu, Labrador itu … bagaimana? Aku dengar dari Henry kalau kalian cukup sering bertengkar.”
Ditodong pertanyaan yang mendorong kebenciannya untuk menyeruak kembali seperti itu, kontan saja Davin mengocehkan panjang lebar mengenai betapa sang Ace of Spade bisa bersikap begitu egois dan tidak peduli, seolah keapatisannya adalah satu-satunya yang membuatnya hidup. Davin ingat dirinya mengocehkan tentang bagaimana Labrador bisa dengan ringannya melakukan sesuatu yang membahayakan publik, seperti meledakkan sihirnya di sekitar pemukiman atau membiarkan kabut residu sihir nyaris mengontaminasi seisi kota. Mentang-mentang dengan cara itu mereka bisa langsung membunuh musuh dan menuntaskan misi.
Dan, yang membuat Davin semakin kesal, adalah Labrador yang menganggap enteng semua itu, seolah-olah nyawa seisi penduduk hanyalah angka yang tidak berarti. Setiap kali melihat Labrador dan keegoisannya, Davin teringat seberapa mengenaskannya akhir dari masa kecilnya dulu, membuat dirinya tidak bisa menahan diri untuk tidak mengejar dan menyalahkan Labrador untuk itu.
“Keegoisan kosongmu itu kelak akan menewaskan dirimu sendiri, Ace.”
Davin mengatakan itu akibat tersulut amarah. Dirinya sudah bertahun-tahun hidup di atas prinsip kesetiakawanan dan pengabdian, juga mengutamakan keselamatan masyarakat tidak bersalah. Dirinya sudah melihat sendiri bagaimana keegoisan telah menghancurkan seluruh kehidupannya, dan dia bersumpah untuk tidak membiarkan hal itu terjadi lagi.
Davin sudah melihat bagaimana ketamakan menghancurkan kedua orang tuanya. Ketika mereka yang sejatinya sudah hidup bergelimang harta namun masih rakus menginginkan lebih, bahkan menggunakan segala cara demi terus meraup untung yang fana. Hingga hari itu tiba, hari ketika orang tuanya yang gila menggunakan ritual berbahaya terlarang demi menimbun pundi-pundi harta tiada habis.
Ritual itu gagal, dan mereka harus menanggung akibatnya. Makhluk dunia bawah yang mereka panggil meledakkan seisi rumah, melahap jiwa kedua orang tuanya dan semua orang yang tersisa. Menyisakan Davin muda sendirian menyaksikan segalanya porak poranda di usianya yang ketujuh tahun. Sejak hari itulah, Davin membuang marga keluarganya, Archendiaz, dari nama penuhnya. Melenyapkan nama keluarga pedagang terkaya di tanah Minoir bersama kutukan imbas ritual yang menjamurinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Labrador: The Empathless Harbinger
FantasíaLabrador, itulah nama yang diberikan oleh kedua orang tuanya. Ace of Spade, itulah jabatan yang dipegangnya di usia belia. The Harbinger, itulah julukan yang disematkan kerajaan padanya. Mesin Pembunuh Tanpa Empati, itulah reputasi berdarahnya yang...