5. Damai

1.4K 159 15
                                    

Di sekolah, kini Biru tengah keluar dari kelasnya, berniat menghampiri kelas Rain untuk mengajaknya istirahat bersama. Biru sebenarnya lebih dulu diajak oleh teman-temannya untuk pergi ke kantin bersama, tapi ia menolak sebab ia rasa ia perlu menemani Rain saat ini.

Anak itu masih terus saja kepikiran. Tabiat Rain yang selalu membawa satu masalah terlalu serius, bahkan sampai membuatnya malas untuk mengerjakan hal lain.

Ia menghampiri kelas Rain, mendapati Juan yang baru saja keluar dari kelasnya.

"Jum", panggilnya.

"JUAN, lo sama Rain sama aja", protesnya.

"Lo juga gitu biasanya ke gue, cih. Kurang ajar", ucapnya sedangkan Juan hanya menunjukkan cengirannya.

"Ngapain kesini bang ?", tanya Juan.

"Ngga mungkin ngapelin lo ngga sih ? Rain mana ?", tanyanya.

"Ogah juga gue diapelin sama lo, ewh. UKS, ngga tau deh dari pagi dia lemes banget, diem juga. Lo ngga ngasih dia makan ya ?", tuduhnya pada Biru.

"Sembarangan lo. UKS ? Dia sakit ?", tanya Biru.

"Ngga mungkin juga dia di UKS main judi bang, gue kan udah bilang dia lemes dari pagi. Audiensi 0 banget", hardiknya.

Tanpa berucap apapun Sabiru lantas pergi menuju UKS berniat menghampiri Rain. Ia lihat Rain yang kini tengah terbaring di salah satu ranjang UKS ditemani oleh salah satu petugas yang ia kenal betul siapa orangnya.

"Itu adek lo kan Ru ?" tanya petugas itu basa basi.

"Iya, dari pagi dia disini ? Kenapa katanya ?", tanya Biru.

"Dari jam kedua sih. Dia ngeluhnya pusing, pucet juga tadi. Gue tanya udah sarapan apa belum katanya udah, tapi dia ngeluh pusing mulu", terangnya. Biru paham apa yang tengah terjadi pada Rain.

"Abis ini yang jaga siapa ? Gue gantiin aja, tolong bilangin ya", pintanya yang lantas diangguki oleh temannya tersebut.

Biru mendekat ke arah Rain, ia tau Rain pasti masih kepikiran soal pagi tadi. Kebiasaan, padahal ia sudah wanti-wanti untuk jangan terlalu memikirkannya.

Biru duduk didekat ranjang milik Rei, kini adik satu-satunya itu tengah terpejam. Biru menunggu sambil memainkan ponselnya. Tak lama setelahnya, Rain terbangun.

Ia paham betul jika tengah sakit seperti ini Rain akan susah tidur. Bisa memang tidur, tapi ia akan lebih sering terbangun.

"Gue bilang juga apa, ngga usah dipikirin. Lo batu sih", Sabiru bukan tipe orang yang akan mengelu-elukan seseorang ketika sakit, apalagi ini Rain. Ia malah lebih suka menggodanya. Emosi Rain adalah kebahagiaan baginya. 

"Brisik. Balik aja sana ke kelas lo. Pasti lo minta mbak cantik tadi buat pergi ya ? Padahal gue lebih mending sama mba-mbanya daripada sama lo", ucapnya pada Sabiru.

"Itu sih lo yang modus. Udahlah trima aja, kalo lo cuma berdua nanti jadi fitnah. Udah dikasih obat belum sama dia ?", tanyanya, Rain menggeleng.

"Masih pusing ?", tanya Biru lagi.

"Masih, ngga enak banget badan gue rasanya. Padahal tadi awalnya pusing doang", keluh Rei.

Biru menghampiri lemari obat yang ada disana, mengulik beberapa kotak, mencari obat yang menurutnya pas untuk Rain. Jangan ragukan kemampuan Sabiru soal pertolongan pertama seperti ini. Lagipula ia sudah banyak mengikuti pelatihan sebelumnya.

"Nyah minum", suruhnya.

"Airnya mana ?", tanya Rain.

"Telen aja sih, kecil ini", ucapnya sembrono.

Rain(coat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang