27. Matters

847 134 13
                                    

Esok harinya, Rain tetap masuk sekolah meski dengan kondisi wajah yang luka. Banyak pertanyaan yang ia dapat, utamanya dari Juan yang memang ada didekatnya.

" Jawab anjir lo dipukulin siapa?", tanyanya yang sudah kesekian kalinya.

Sepanjang jalan menuju kantin, Juan terus saja mengoceh, entah itu bertanya atau sekedar menebak siapa-siapa yang mungkin bisa membuat Rain terluka. Tak jarang Rain mesti menutup mulut Juan sebab ia yang bicara asal.

" Jangan ngawur anjir, ntar orang denger mikirnya gue macem-macem", ingatnya saat Juan asal berucap.

" Makanya kasih tau gue, biar gue diem", pintanya.

" Ngga ah, ntar lo bilang lagi sama abang lo, trus abang lo lapor ke abang-abang gue yang lain", ucap Rain.

" Ngga akan, nih gue diem", janjinya pada Rain.

" Ngga, nan—

" RAIN, URGENTT!!!", ucapannya terpotong sebab kini seseorang datang menghampiri keduanya. Rain hanya menaikkan satu sudut alisnya, melihat orang yang kini ada didepannya tampak panik.

Tanpa berucap apapun orang itu lantas menarik Rain, membawanya naik ke lantai atas— lantai 3, tempat kelas 12 berada.

Rain yang memang tak tau apa-apa hanya menurut saat tangannya terus ditarik. Juan pun sama, ia terus mengekor di belakang rain.

Sampai akhirnya langkahnya terhenti di ruang paling ujung di lantai 3 ini, tempat yang sering Rain datangi. Perasaannya mulai tak enak, ia yakin ada sesuatu yang terjadi disini.

Dan benar saja, saat ia masuk ke ruangan itu, tampak kerumunan yang begitu ramai. Banyak orang yang bersorak, sesekali teriakan pun terdengar. Tak hanya itu, ia juga mendengar suara tumbukan, juga suara teriakan saling emosi yang membuat jantungnya berdegup lebih kencang.

Dibantu dengan orang yang menariknya tadi, Rain berhasil menembus kerumunan, sampai akhirnya ia bisa melihat dengan jelas hal apa yang tengah mereka pertontonkan.

Pemandangan dua orang yang saling adu jotos, ia kenal dengan keduanya, dan sangat kenal pada salah satunya. Iya, siapa lagi kalau bukan Sabiru dan temannya—orang yang menjadi alasan atas luka yang kini tampak diwajahnya.

Keduanya masih saling memukul, juga saling memaki satu sama lain. Baru kali ini ia lihat Sabiru yang bertindak bodoh seperti ini. Teriakan dari Rain tak mereka gubris, mereka masih asyik menyakiti satu sama lain.

Banyak orang disini, namun tak ada satupun yang berniat menolong atau menghentikan keduanya. Sampai pada akhirnya Rain muak, ia mendekat ke arah keduanya. Satu hal yang bahaya memang, tapi tak ada cara lain sebab mereka pun sama-sama larut dalam emosi.

Ia berniat menjauhkan Sabiru, menghentikan tindakannya. Suara makian dari keduanya semakin terdengar.

" BRENGSEK, cewe lo yang gatel anjing kenapa adek gue yang lo pukulin? BANGSAT", umpatan yang terdengar saat Rain mendekat kesana.

Keadaan semakin tak terkendali, mereka semakin kuat memukul. Orang itu tak mau kalah, ia juga semakin kuat memukul Sabiru.

Kini Sabiru ada didepannya dan ia sudah siap untuk membawa Sabiru menjauh dari tempat itu. Tapi tampaknya Rain salah perhitungan, niatnya memang hanya membawa Sabiru menjauh, tapi sepertinya posisinya terlalu dekat sampai pada akhirnya Sabiru yang berniat memukul lawannya, salah sasaran dan malah memukul dirinya.

" Anjing", umpatnya yang masih belum sadar jika tangannya mengenai Rain.

Rain oleng, ia jatuh terduduk, kepalanya sungguh pening sekarang sebab pukulan Sabiru yang memang sama sekali tak bisa dibilang pelan.

Rain(coat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang