What if- dreams

1K 139 60
                                    

Rain bangun dengan terengah, ia baru saja mimpi buruk, mimpi terburuk yang pernah ia alami selama ini. Badannya bergidik ngeri, membayangkan jika kejadian itu benar-benar terjadi.

Ia masih duduk bersantai diranjangnya, coba untuk menenangkan dirinya yang sempat terengah, sebelum akhirnya sudut matanya tak sengaja menatap ke arah jam yang ada dikamarnya.

Ia yang baru saja bangun dari mimpi buruknya tak sengaja melirik ke arah jam dinding yang kini sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Tak ia hiraukan kini kamarnya yang tampak berantakan. Ia masuk ke kamar mandi dan bergegas membersihkan diri.

Ia melakukan semua hal dengan buru-buru. Kancing baju yang seharusnya dengan mudah ia masukkan nyatanya berkali-kali lepas sebab ia yang terlalu buru-buru.

"Ah— kenapa lepas mulu si, udah tau orang kesiangan", ucapnya sambil mencoba kembali mengaitkan kancing bajunya.

Berhasil, kini bajunya telah tertutup rapi, saatnya ia memakai atribut lain, masih ada banyak barang yang harus ia pakai. Ikat pinggang, dasi, kaos kaki, ah— ia bahkan belum menyusun buku pelajaran untuk hari ini.

Wajah Rain tampak memerah, ia masih terus berpindah kesegala arah, mencari barang-barang miliknya.

"Ini kaos kaki kenapa ada satu doang sih, ini juga gespernya kenapa ngga ada disini? Dasinya juga kemana anjir", umpatnya dengan penuh frustasi.

Rain menyerah, hari semakin siang tapi atribut yang ia cari tak kunjung ia temui. Wajah Rain semakin memerah, nyatanya ia tengah menahan tangisnya. Barang yang ia cari tak kunjung ia temui, sedangkan waktu masih terus berjalan dan hari semakin siang.

Rain terlampau frustasi, ia akhirnya menyerah, memilih untuk membanting tubuhnya ke kasur, melampiaskan emosinya disana. Matanya berkaca-kaca, hari baru saja dimulai tapi moodnya sudah seburuk ini. Pandangannya memburam, air mata benar-benar menutup pandangannya sekarang.

Ia masih larut dalam emosinya, sampai tak menyadari bahwa kini ada seseorang tengah masuk ke kamarnya. Pemilik kamar yang sama seperti dirinya.

"Rain?", panggilnya.

"Woi? Lo nangis?", ucapnya lagi yang lantas membuat Rain menoleh ke arah sumber suara.

"Buset muka lo, lo ngapain nangis anjir?", Rain masih tak menjawab.

"MAAAA, LIAT!! ANAKNYA NANGIS NIH", serunya lagi yang lantas membuat Rain tergerak untuk menutup mulutnya.

"MAA—

ucapan Sabiru terpotong sebab kini Rain yang membungkam mulutnya. Tak lama keduanya mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Muncul kedua orang tuanya dengan dua kakaknya yang lain.

Keempatnya terkejut melihat Rain yang tengah membungkam Sabiru. Rain yang merasa ditatap oleh mereka pun lantas melepas bungkamannya.

"Tangan lo bau jigong", ucap Sabiru sambil mengusap mulutnya.

"Bodo amat, lo sih ngeselin", sahutnya yang tampak merajuk.

"Lo kenapa nangis, bangun tidur tiba-tiba nangis. Trus juga, lo ngapain pake seragam? Hari ini kan lo ngga berangkat sekolah", ucapan Sabiru yang lantas membuat dirinya menoleh.

"Ih, lo pasti lupa kan kalo hari ini gue sama lo ngga sekolah karena mau nganter mama, papa, sama bang Andra pergi?", lagi-lagi ucapan Sabiru membuatnya terkejut. Sia-sia huru-haranya pagi ini.

"Ah elah, gue udah buru-buru juga, mana mandi pake air dingin karena takut ga sempet", sesalnya yang lantas mengundang tawa dari semua anggota keluarganya. Tak lama mamanya mendekat, memberi kecupan kecil di pipi gembil Rain.

Rain(coat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang