29. deadline

23 13 1
                                    


              Enjoy your reading

                              •••

  Hujan masih mengguyur deras membasahi Ibukota. Minggu sore sudah terasa hari seninya, membuat seorang gadis terus menghela nafas dibalik selimut tebalnya.
Wajah gadis itu kesal, sepertinya dirinya sedang apes. Bagaimana tidak? Dirinya ditakdirkan satu kelompok dengan pria yang jarang sekali menunjukkan eksistensinya.

  Hal itu membuat kepala Lulu Agatha Pricilla hampir meledak. Laptop didepanya masih menyala, namun gadis itu tampak frustasi dan menyembunyikan kepalanya dibalik selimut. Sedari pagi, dia telah mencari materi untuk bahan presentasi yang deadline-nya adalah hari senin yang tak lain adalah besok. Padahal tugas diberikan hari jum'at, namun pria yang satu kelompok denganya sangat susah diajak kerja sama. Jangankan bekerja sama, membalas pesanya saja tidak.

Berbeda dengan Juwan dan Darine yang sudah menyelesaikan tugas mereka, hal itu membuat Lulu semakin frustasi. Ia membuka kembali ponselnya, namun nihil. Tidak ada notifikasi dari seseorang yang ingin dia sembelih saat ini.
Gadis itu terduduk, masih dengan selimut yang menyelimuti tubuhnya. Tanganya menghempaskan rambut yang menghalangi wajahnya dengan kasar. Ponsel di tanganya sudah ia lempar entah kemana, moodnya sangat buruk. Pria yang satu kelompok denganya memang terkenal genius, bahkan dia memenangkan olimpiade sains nasional tahun kemarin. Tetapi apalah gunanya pintar, kalau tugas kelompok hanya menumpang nama saja, suara hati Lulu.

Ting!

  Netra gadis itu menelisik keberadaan ponselnya yang tadi dia lempar, saat melihat notifikasi seketika matanya terbelalak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


  Netra gadis itu menelisik keberadaan ponselnya yang tadi dia lempar, saat melihat notifikasi seketika matanya terbelalak. Orang yang ditunggu-tunggu, ingin sekali ia mencaci makinya namun pesan dari orang itu membuat ia urungkan niatnya itu.

  Ia sedikit lega melihat balasan dari Abinawa, namun gadis itu juga kelabakan sendiri membaca buble terakhir. Gadis yang mengenakan sweater oversize itu menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Sharelock rumahnya? Namun selama ini belum pernah ada lelaki yang datang kerumahnya, apalagi sendiri. Kalau ramai-ramai pernah, dulu waktu kerja kelompok saat dirinya masih duduk di kelas 10. Walaupun hujan mulai reda, apakah mungkin Abinawa pergi kerumahnya, pikir lulu dalam hatinya.

  Pikiranya bergelut dalam isi kepalanya, namun seperkian detik kemudian gadis itu mengeshare lokasi rumahnya pada roomchatnya dengan Abinawa. Ya mau bagaimana, kepalanya sudah hampir meledak mengerjakan tugas sendiri.

"Ta! Turun gih, bunda buat bakpao nih!"

  Kepala bunda menyembul pada pintu kamar Lulu, gadis itu sedikit terkejut. Pasalnya tanpa mengetuk pintu, bundanya membuka pintu kamarnya. Wanita berusia sekitar 40 an dengan wajah ceria mengkode putrinya dengan tanganya agar turun kebawah.

"Iya bun, bentar."

  Kaki lulu beranjak dari kasurnya, lalu mengenakan sendal karakter koala warna abu-abunya. Gadis dengan sweater oversize warna ungu dan short pants itu mencepol rambutnya asal dan turun dengan membawa laptopnya menyusul bundanya.

How Could Anyone Hate The Rain?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang