-Enjoy your reading-•••
"Ice americano"
Danny mengacungkan jari telunjuknya pada pegawai cafe yang mengenakan apron cokelat.Siang ini Jakarta begitu terik, Danny yang baru selesai meeting di luar kantor mampir sebentar di cafe yang ia lewati ketika akan kembali ke kantornya.
Netra pria itu melihat pada tangan kirinya yang terdapat jam tangan disana. Lalu seseorang menepuk pundaknya, membuat pria itu menoleh.
"Dann!! Long time no see"
Pria itu menunjukkan deretan giginya, pria dengan turtleneck cokelat itu adalah Mahesa. Danny menyambutnya dengan senyum ramah."Ayo lah Dann main lagi sama kita², nah nanti malem pada mau kumpul di bar biasa. Dateng dong!"
"Sorry bro, lain kali mungkin"
Danny menerima ice americano miliknya, lalu menepuk bahu Mahesa sebelum meninggalkan cafe."Lo gak pengen tau yang dilihat Jayden tempo hari? We have information for you if you come!!"
Satu sudut bibir Mahesa terangkat keatas melihat Danny yang menghentikan langkahnya.(Trans : kita punya informasi buat lo kalo dateng)
"Tell me the time"
Hanya kata itu yang terdengar telinga Mahesa sebelum teman lamanya meninggalkan cafe.(Kabari waktunya)
Danny memasuki mobil hitamnya, meletakkan ice americano di drink holder pada mobilnya. Pria itu mencengkeram setir yang digenggamnya sebelum mobil itu meninggalkan halaman cafe.
Tiga menit perjalanan mobil Danny terparkir pada basement kantornya. Ia melangkah keluar mobil dengan ice americano di tangan kananya. Namun, langkahnya terhenti melihat Arjuna yang datang kearahnya.
"Bang gue udah dapet sesuatu, sebentar lagi semuanya bakal keluar ke permukaan. Lo bisa andelin gue bang selama lo di Singapure"
Danny menatap adiknya dengan senyum, pria itu mengangguk lalu menepuk bahu adiknya sebelum melangkah masuk kedalam kantor.
•••
"Yahh oon sih lo!"
Abinawa menoyor kepala Liam, membuat pria itu memegangi kepalanya dan menatapnya tajam.Mereka berada di kediaman Liam Dallin Harrison. Tepatnya di balkon kamarnya yang di desain oleh desainer interior luar negeri. Balkon bertema outdoor ini diisi dengan billiard, beberapa sofa, juga meja. Liam adalah Putra pemilik King corporation, tak heran jika rumahnya sangat luas dan megah. Namanya juga rumah konglomerat. Mereka sedang bermain billiard disana, sedangkan Liam kalah telak dengan Atta.
"Gue gak oon ya bngst! Biasanya gua menang, cuman ini gue salah lawan aja!"
Liam berkacak pinggang menatap tajam Abinawa dengan stik billiard yang hampir saja melayang ke pantat Abinawa.Ya, rumah Liam sudah seperti basecamp bagi mereka. Apalagi saat pulang sekolah lebih awal seperti sekarang.
"Nanti malem jadi turun kita?"
Willy yang sedari tadi duduk di sofa kini bersuara.Atta meneguk kaleng coca cola di tanganya, kemudian menatap teman-temanya. Pria itu memakai kaos hitam dengan celana jeans saat ini.
"Iyalah, ada cuntell anj kita sumpel kemenangan biar diem tuh congor"
Raut wajah Atta antusias, seperti singa yang melihat rusa didepanya."Heh, Lo mau pake mobil yang mana lagi cok? Kemarin Bugatti, untung bokap lagi di US"
Abinawa bergeleng-geleng melihat kelakuan Atta yang notabenya adalah kembaranya."Heh bngstt Ducati Panigale v4 juga lecett gara² lo ya anj"
Atta menegakkan tubuhnya tak terima. Adik beda 8 menitnya selalu membuat darahnya mendidih.
KAMU SEDANG MEMBACA
How Could Anyone Hate The Rain?
Fiksi RemajaStory seorang gadis bersama kekasihnya yang usianya terpaut 7 tahun, hubungan mereka mulai renggang akibat kurangnya komunikasi. Danny Wiratama yang notabenya adalah penerus perusahaan ayahnya menjalani kehidupan yang sibuk, sedangkan Zianny Daneswa...