26-Painfull

5.2K 485 153
                                    

Zafran bergegas memasuki rumah setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang. Selama di jalan, tak henti ia menelepon sang bunda hanya untuk menanyakan keadaan adiknya. Meski bundanya berkata jika Kairav sudah lebih baik, ia tak bisa tenang sebelum memastikannya sendiri. Sebab, Kairav seringkali berbohong soal keadaannya hanya karena tak ingin dibawa ke rumah sakit.

Pelan-pelan, Zafran membuka pintu kamar Kairav, takut jika adiknya itu sedang tidur. Namun, ternyata anak itu masih terjaga dengan Nayra yang duduk di sebelahnya.

"Loh, udah sampai, Kak? Ngebut pasti, ya? Jangan suka gitu ah, bahaya. Bunda kan juga udah bilang kalo Arav udah mendingan," ucap Nayra, menduga jika anak sulungnya itu baru saja berkendara dengan kecepatan tinggi.

"Ngebut dikit doang, Bun, ini udah selamat sampai rumah kok." Zafran menyalami sang bunda, mencium punggung tangan wanita itu. Pandangannya kemudian terarah pada Kairav yang berbaring miring dengan hidung tersemat nasal kanula. "Habis ngapain sih sampai bisa kayak gini?"

"Biasa lah, bandel. Semalem habis makan pedes katanya. Tadi diajakin ke rumah sakit juga nggak mau. Padahal muntah sama diare, sampai lemes dan sesek kayak gitu."

Zafran menghela napas lelah. Baru ia tinggal sebentar, tapi adiknya itu sudah kembali berbuat ulah. "Udah mau makan belum, Bun?"

"Belum, katanya nggak nafsu. Kakak belum makan juga kan? Bunda siapin sekalian ya, barangkali Arav mau makan kalo ditemenin Kakak."

Zafran mengangguk seraya mengulas senyum hingga memperlihatkan lesung pipinya. "Makasih, Bun."

Setelah Nayra keluar dari kamar, Zafran lantas mendekati adiknya. "Kalo udah ngerasain sakitnya, udah kapok apa belum?" tanya lelaki itu selagi mengecek suhu tubuh Kairav. "Sok-sokan makan pedes, udah tau lambungnya sensian kayak yang punya."

"Apa sih, Kak, nggak gitu."

Zafran tertawa kecil. Melihat adiknya yang terlihat sangat lemas, ia antara kasihan dan ingin mengomel. "Kakak pasangin infus, ya? Kamunya lemes banget gitu, mana nggak mau makan juga. Apa mau ke RS aja?"

"Nggak mau ah, dikit-dikit rumah sakit, muak banget."

"Makanya jangan suka bandel! Yang ngerasain sakit diri kamu sendiri loh." Zafran beralih menyentuh kaki Kairav yang membengkak. Ia tak menyadari hal tersebut sejak kemarin. "Ini juga sejak kapan kakinya bengkak? Kenapa nggak bilang?"

Kairav memang cukup sering mengalami pembengkakan di kaki dan lengan akibat penumpukan cairan dalam jaringan tubuh. Jantung yang tidak memompa darah secara efektif menyebabkan cairan akan menumpuk secara perlahan dan menimbulkan edema. Pola makan yang tidak beraturan juga bisa menjadi pemicunya, dan Zafran mulai curiga jika Kairav belakangan ini sering makan sembarangan.

"Dari kemarin kayaknya."

Zafran menyingkap kaus yang adiknya kenakan, menekan beberapa titik, khawatir jika penumpukan cairan itu juga terjadi di perut. Syukurlah ia tidak menemukan gejalanya. "Habis ini dietnya harus diketatin lagi. Akhir-akhir ini kamu suka makan makanan yang tinggi garam dan lemak, ya?"

"Bosen soalnya, sama Bunda dibekelin makanan hambar mulu," ucap Kairav dengan jujur. Ia tidak akan bisa berkelit jika sudah tertangkap basah seperti ini.

Zafran mengembuskan napas keras. Ia duduk di tepian ranjang, menatap wajah adiknya yang terlihat sayu. "Enak di lidah aja kan? Kalo udah masuk ke tubuh, efeknya bisa macem-macem. Pokoknya mulai besok harus diet ketat, pagi olahraga ringan sama Kakak, check-up selanjutnya semua harus normal. Kakak nggak mau kena sindir Dokter Arya karena nggak bisa nanganin pasien bandel kayak kamu."

"Jangan ngomel mulu, Kak, aku lemes. Asam lambungku bisa-bisa naik lagi gegara dengerin Kakak ngomel."

"Makanya jangan suka mancing." Zafran bangkit dari duduknya, berniat menyiapkan kantung infus untuk Kairav. Adiknya itu benar-benar menguji kesabaran, untung sayang.

The Good Bad Brother✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang