Kairav keluar dari kelas setelah mata kuliah terakhir hari ini selesai. Ia tidak langsung pergi, melainkan berdiri di samping pintu, membiarkan teman-teman satu kelasnya keluar bergantian. Ia sengaja diam di sana, sedang menunggu Kaivan keluar dari ruangan.
"Pan, mending kita ke foodcourt FEB, gue pengin soto---buadjingan!" Dicky tersentak kaget saat ia sudah di ambang pintu, tapi tiba-tiba muncul wajah seseorang dari luar.
"Eh, sorry sorry. Gue ngagetin, ya?" Kairav seketika merasa bersalah. Ia juga sebenarnya ikut kaget, tapi Dicky tampaknya sangat terkejut karena melihatnya yang tiba-tiba muncul.
"Iya lah, gila aja lo tiba-tiba nongol sambil senyam-senyum!" Dicky masih mengusap-usap dada. Kini, ia sudah berada di luar, pun dengan Kaivan yang sedari tadi mengikutinya di belakang.
"Maaf, gue kira nggak akan bikin kaget."
"Ya kali nggak bikin kaget, gue---" Ucapan Dicky terhenti saat Kaivan merangkul pundaknya dan membawanya berjalan melewati Kairav.
Kairav tak diam saja. Ia pun segera menyusul langkah mereka. "Mau pada ke mana nih, Kak?" tanyanya yang sudah berjalan di sisi kiri Dicky. Ia sekilas menatap Kaivan yang berjalan di sisi kanan.
"Mau ke kantin, habis ini kita masih ada matkul. Lo sok akrab banget dah, emang kita kenal?" Dicky melirik sinis pada Kairav. Ia masih menilai Kairav sebagai anak tidak baik, karena tidak mengakui Kaivan sebagai saudara. Sebab, ia sudah 90% yakin jika Kairav memang memiliki hubungan keluarga dengan Kaivan.
"Tadi kan di dalem udah saling perkenalan. Lagian kita pernah interaksi juga kan waktu ospek? Gue boleh ikut ke kantin nggak?"
"Ya bukan berarti lo sok deket gini juga sih. Kalo mau gabung ke kantin mah sama temen sekelas lo aja, ngapain malah ngikutin kita? Lagian kita mau naek motor, bukan ke kantin FT."
"Ya udah, kita bonceng bertiga aja. Deket kan, cuma lewat jalan kampus, nggak di jalan raya."
"Bejirrr, ini adek lo emang modelan begini apa gimana, ha?!" Dicky melempar pandangan pada Kaivan yang sedari tadi hanya diam. Satu Kaivan saja sudah membuatnya pusing, sekarang ditambah lagi satu adiknya yang terlihat sama-sama membuat pusing.
"Ngapain juga lo tanggepin dia, anggep aja cuma angin lewat." Kaivan berucap santai dan masih memandang depan. Perhatiannya tidak sedikitpun teralihkan pada Kairav yang sedari tadi berbincang dengan Dicky.
"Kak ... emang lo tau kalo gue adeknya Ivan?" tanya Kairav dengan nada pelan yang menyimpan keterkejutan.
Dicky seketika menghentikan langkah, membuat Kaivan dan Kairav melakukan hal sama. "Jadi ... beneran, ha??? K-kalian ...."
Kaivan berdecak. Ia kembali merangkul Dicky, kali ini mengalungkan tangan di lehernya dan membawa temannya itu segera pergi. Tapi baru lima langkah, Kaivan kembali berhenti sebab Kairav masih saja mengikuti mereka.
"Lo nggak usah ikut-ikut! Nggak usah ngerusak suasana, kita nggak kenal." Usai mengucapkan kalimat penuh peringatan itu, Kaivan pun berlalu.
Sementara Kairav tertawa ringan sembari geleng-geleng kepala. Ia memilih untuk memutar langkah dan tak lagi mengikuti Kaivan. "Dibilangin juga apa. Nggak gue kasih tau pun orang-orang bakal tau dengan sendirinya, Van."
Saat jam perkuliahan tadi, ia memang tidak ingin mengaku bahwa Kaivan adalah saudaranya. Ia hanya ingin mengabulkan permintaan Kaivan dan mengikuti dramanya. Tapi Kairav yakin, hal itu tak akan sedikitpun merubah takdir mereka yang memang merupakan saudara kembar.
***
Kairav turun dari motor yang dikendarai oleh Yohan. Mereka berhenti di depan gedung pusat kegiatan mahasiswa. Keduanya hendak memenuhi panggilan wawancara usai mendaftar UKM musik.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Good Bad Brother✔️
Roman pour Adolescents[Brothership/Sicklit/Slice of Life] Monoton. Kiranya begitu hidup Kairav selama ini. Ia tidak memiliki lingkup pertemanan yang luas, tidak pernah tahu bagaimana kehidupan di luar sana berjalan, tidak paham pula rasanya menjadi manusia yang punya ban...