"Rav ...." Rega tak lepas memandang Kairav yang sedari tadi hanya berbaring diam. Wajahnya terlihat begitu sembab, tanpa sedikitpun rona. Sejak Rega datang menjenguknya ke rumah sakit, Kairav masih belum berbicara. Tatapannya terlihat kosong, sesekali pun air mata masih merembah dari sudut matanya.
"Apa yang lagi dirasa? Butuh sesuatu?" tanya Rega dengan tatapan miris. Ia paham sehancur apa perasaan Kairav saat ini. Selama ini, Kairav selalu mengharapkan Joe kembali dalam keadaan sehat. Tapi kemarin, lelaki itu justru pulang dan meninggalkan duka bagi siapa pun yang menyayanginya.
"Nggak papa, Ga," jawab Kairav dengan suaranya yang terdengar serak. Ia mengusap matanya yang entah kenapa selalu terasa basah. Ia bahkan sudah merasa sangat lelah, tapi kesedihan itu enggan membiarkannya sedikit saja bernapas lebih lega.
"Rav, kita harus ikhlas ya. Lo jangan down gini, gue nggak mau lo tambah sakit."
Kairav mengangguk kecil. Ia melepas nasal kanula yang tersemat di hidungnya sebab merasa tak nyaman. "Tolong, tisu." Kairav menerima uluran tisu dari Rega dan mengelap ingus yang rasanya seperti menghambat jalan napas.
Kairav mendudukkan tubuh, mengabaikan nasal kanula yang teronggok di atas ranjang. Ia juga melepas oxymeter yang terpasang di jari. "Bantuin, Ga."
"Mau ke mana?" Rega berdiri dari duduknya, mengawasi Kairav yang sedang berusaha untuk turun dari ranjang. "Ke kamar mandi?"
"Anterin ke makamnya Joe."
Mendengar itu, Rega hanya dapat menghela napas lelah. Untuk berdiri saja Kairav terlihat kesulitan. Ia akhirnya kembali membantu Kairav untuk duduk. "Lo pulihin badan dulu ya, jangan dipaksain. Itu infusnya aja belum boleh dilepas, lo juga belum kuat berdiri lama."
"Ga ...."
Rega terdiam beberapa saat, bingung apakah harus menuruti Kairav atau tidak. "Gue panggil perawat dulu. Gue bakal nemenin lo, asal lo dibolehin keluar." Usai mengucapkan itu, Rega pun keluar dari ruangan.
Tak lama, Rega kembali. Bukan bersama seorang perawat, tetapi bersama Zafran yang baru selesai shift di IGD dan memang hendak menemui adiknya. Dalam perjalanan tadi, Rega sudah bercerita tentang keinginan Kairav. Melihat adiknya yang sedang mencoba turun dari ranjang, Zafran segera berlari mendekat sebab melihat tubuh itu sedikit oleng.
"Tuh kan, kamu belum kuat." Zafran kembali membaringkan adiknya di atas ranjang. Ia memasang oxymeter ke jari Kairav kala melihat adiknya bernapas sedikit terengah. Mendapati saturasi oksigen yang belum normal, Zafran memasangkan nasal kanula dan mengatur laju oksigen sesuai kebutuhan.
Kairav nyaris melepas kembali bantuan oksigen yang ia kenakan, tapi Zafran menahan gerakannya. Zafran sedikit takut jika Kairav hendak melakukan hal impulsif seperti tempo lalu, sebab kondisi psikis adiknya sedang sangat rentan.
"Nggak enak! Jangan dipaksa!" Entah mendapat kekuatan dari mana, Kairav berhasil menyingkirkan tangan kakaknya. Ia kesal karena sekujur tubuhnya tidak ada yang bisa diajak bekerjasama. Seumpama barang bekas yang rusak sana-sini, banyak kehilangan fungsi.
Zafran akhirnya membiarkan Kairav berbuat sesukanya. Jika dalam kondisi seperti ini, Kairav baru akan bisa menerima tindakan saat sudah lelah dengan dirinya sendiri.
"Aku mau ke makamnya Joe, Kak."
Zafran duduk di tepian ranjang, menatap adiknya yang terlihat kacau. "Tunggu dulu sampai kondisi kamu pulih ya, nanti pasti Kakak anter ke makamnya Joe."
"Aku udah nggak papa."
"Napas aja masih susah gitu. Dengerin Kakak, nanti pasti ada waktunya Kakak anter kamu ke sana. Kamu juga harus lihat dulu kondisi kamu sendiri. Kan kalau tambah sakit juga nggak enak, makanya harus pulih dulu. Joe juga nggak bakal seneng kalo lihat kamu nyiksa diri kayak gini."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Good Bad Brother✔️
Novela Juvenil[Brothership/Sicklit/Slice of Life] Monoton. Kiranya begitu hidup Kairav selama ini. Ia tidak memiliki lingkup pertemanan yang luas, tidak pernah tahu bagaimana kehidupan di luar sana berjalan, tidak paham pula rasanya menjadi manusia yang punya ban...