Ini diawali dari flashback ya, jangan bingung👍
***
Zafran berjalan gontai memasuki rumahnya dengan seragam putih abu-abu yang sudah berantakan. Segala kegiatan di sekolah yang padat merayap, membuat lelaki yang baru saja menginjak kelas 10 SMA itu merasa kelelahan.
Zafran mengernyit saat rumahnya kosong. Ia tahu jika ayah dan bundanya mungkin masih ada di tempat kerja. Namun biasanya, kedua adiknya akan mengeluarkan suara menggelegar sambil bermain ria. Kini rumahnya benar-benar hening, membuat Zafran berasumsi jika kedua adiknya sedang bermain di luar.
Zafran memilih menuju dapur untuk mencuci tangan, lantas duduk di ruang makan hendak memenuhi perutnya yang keroncongan. Belum sempat mengambil nasi, suara pintu terbuka dan derap langkah seseorang berhasil menyita perhatian Zafran.
"Arav, sini temenin Kakak makan," teriak Zafran pada bocah berusia 7 tahun yang tak meliriknya sedikitpun. Ia tersenyum saat Kairav memutar arah dan mendekatinya. Tapi yang membuat Zafran heran, wajah adiknya terlihat seperti sedang menahan kesedihan.
"Kenapa mukanya ditekuk gitu? Habis main di mana, sih?" tanya Zafran selagi mulai memenuhi piring dengan nasi dan lauk. Sesekali ia menatap sang adik yang sudah duduk di kursi hadapannya, melipat tangan di atas meja dengan bibir melengkung ke bawah.
"Kakak tanya lho, masa nggak dijawab? Ivan juga ke mana, kok nggak pulang bareng?" Zafran menyuapkan sesendok nasi selagi netranya masih memusatkan perhatian pada sang adik. Tapi bukannya jawaban, yang ia dapati justru bibir adiknya yang berkedut sebelum anak itu perlahan mulai terisak.
"Loh loh, kenapa? Kok malah nangis?" Mengabaikan makanannya, Zafran sepenuhnya menaruh perhatian pada sang adik. "Kamu habis dinakalin temen atau kenapa? Apa Arav sakit? Coba bilang ke Kakak."
Tangan mungil Kairav mengusap air matanya. Tapi cairan bening itu tak lantas surut hingga membuatnya sangat kesal. Padahal ia tidak mau menangis di depan kakaknya. "Kakak, aku mau jadi tinggi!"
Zafran mengernyit, bingung dengan ungkapan adiknya. "Kan kamu masih kecil, masih 7 tahun. Nanti kalo udah besar baru bisa tinggi kayak Kakak."
Kairav menggeleng keras. "Tapi tadi temen-temen tuh tinggi semua. Aku yang paling kecil, terus nggak boleh ikut main."
Zafran mulai merasa kasihan. Ia sebenarnya sadar jika pertumbuhan fisik Kairav memang lebih lambat dari teman-temannya yang lain. Selain gampang sakit, anak itu juga susah untuk makan. Sangat berbeda dengan Kaivan.
"Ya udah besok main di rumah aja. Tunggu Kakak pulang, ntar mainnya sama Kakak."
"Kakak lama pulangnya." Kairav semakin sesegukan di tempatnya, terlihat sangat sedih.
Zafran menghela napas lelah, ntah bagaimana untuk menghilangkan kesedihan adiknya. Ia merogoh saku celana, menemukan selembar uang sepuluh ribuan sisa uang sakunya. "Ke warung, yuk! Kakak beliin susu biar Arav bisa tambah tinggi."
Mendengar itu, Kairav sedikit meredakan tangisnya. "Susu yang kayak di TV?"
Zafran mengangguk.
"Ntar aku bisa jadi tinggi kalo minum itu?"
Lagi, Zafran memberi anggukan. "Ada syaratnya tapi. Jangan nangis lagi, hapus dulu air matanya."
Kairav mengangguk semangat, lantas mengusap pipinya yang sudah basah oleh air mata. Tapi seketika wajah mungil itu kotor karena tangan Kairav yang penuh debu. Zafran meraih tisu untuk membersihkan wajah Kairav. Entahlah habis bermain dari mana adiknya ini.
Mereka kemudian keluar menuju sebuah toko. Setelah masuk, Zafran membiarkan adiknya berjalan menuju freezer untuk mengambil susu yang diinginkan. Tapi hanya berselang sebentar, adiknya yang lain muncul dan mengagetkannya. Ia rasa, anak itu sempat melihatnya dan Kairav memasuki toko.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Good Bad Brother✔️
Novela Juvenil[Brothership/Sicklit/Slice of Life] Monoton. Kiranya begitu hidup Kairav selama ini. Ia tidak memiliki lingkup pertemanan yang luas, tidak pernah tahu bagaimana kehidupan di luar sana berjalan, tidak paham pula rasanya menjadi manusia yang punya ban...