19-Kata yang Tak Sampai

4.3K 459 111
                                    

"Jangan ganggu terus, Kak! Aku lagi nggak mood!" Kairav menggeser kakinya yang sedari tadi menjadi mainan Zafran. Ia sedang tengkurap di atas karpet sembari mengerjakan tugas menggambar sketsa. Kepalanya pusing karena pekerjaannya tak kunjung selesai, ditambah kakaknya yang sedari tadi asik sendiri mencoret-coret kakinya dengan spidol. Sungguh kurang kerjaan.

Kairav memang suka melukis, tapi untuk menggambar dengan segala ketentuan yang paten, ia tetap kesulitan. Terlebih ia juga orang yang cukup perfeksionis. Kesalahan sedikit saja baginya tak termaafkan dan harus diulang.

"Bentar dulu ini kumisnya baru dapet dua." Zafran kembali menarik kaki adiknya, lantas melanjutkan gambar kepala kucing yang ia bubuhkan di betis Kairav. Ia sesekali tertawa karena bangga dengan karyanya itu. "Bikin badannya sekalian deh, sabar ya."

"Dikira nggak geli apa?" Kairav lagi-lagi menggeser kakinya dari pangkuan Zafran. Tapi fokus anak itu masih tertuju pada kertas gambar, pensil, dan penggaris. Sungguh, ternyata absen berhari-hari dari kelas bukanlah hal bagus. Ia benar-benar keteteran mengerjakan semua tugas yang dosen berikan.

"Bentaran doang, ini Kakak kasih nama dulu kucingnya." Zafran benar-benar gabut. Tiada hal menyenangkan yang bisa ia lakukan selain menjaili adiknya. Ia benar-benar butuh refreshing.

Kairav berdecak kesal, kesabarannya sudah di ambang batas. "BUN---" Niatnya ingin mengadu pada sang bunda, tapi urung sebab teringat jika ia tak boleh lagi menjadi anak manja. Kebiasaan seperti ini harus mulai ia buang jauh-jauh.

"Jangan digangguin terus adeknya, Kak. Dibantuin apa gimana itu, malah coret-coret kaki." Nayra yang sebenarnya sedang duduk di sofa, menegur Zafran yang masih cekikikan. Ia sedari tadi juga sudah mengamati kelakuan anak sulungnya itu. Tapi karena Kairav masih tidak rewel, ia memilih untuk fokus mengecek laporan keuangan dari pegawai restorannya.

Zafran menutup spidol biru yang ia gunakan untuk menggambar di kaki Kairav. Ia kemudian merangkak untuk mengecek sudah sampai mana hasil pekerjaan adiknya. "Udah selesai kan itu?" tanyanya ketika kertas berukuran A3 itu sudah terisi oleh berbagai bentuk.

"Selesai apaan, ini baru 40%. Mana harus dikumpulin besok. Makanya jangan ganggu, aku lagi nggak mood beneran ini."

Mendengar itu, Zafran sadar jika Kairav memang sedang tidak bisa diajak bercanda. "Ya udah sini dibantuin, lagian Kakak udah tawarin bantuan kamu nggak mau."

"Kakak nggak bisa gambar."

"Eh, coba itu kamu lihat dulu gambaran kucing Kakak di kaki kamu. Itu kalo diliatin ke dosen kamu bisa dapet nilai 90 minimal."

"Tugasku bukan disuruh gambar kucing. Lagian Kakak kuliah dokter bukan kuliah seni. Nggak ada basic gambar."

Zafran berdecih pelan saat Kairav merendahkannya. "Kakak lihatin laporan-laporan yang pernah Kakak bikin dijamin kamu bakal tercengang. Itu isinya gambar organ tubuh semua, Kakak gambar pakai tangan sendiri."

"Serah deh. Intinya aku nggak mau dibantuin, ini tugasku."

"Udah udah, Kakak mending cari kesibukan lain. Apa tidur aja sana, besok berangkat pagi. Jangan gangguin adeknya terus." Nayra kembali berucap saat Zafran mulai menjaili Kairav lagi.

Kairav memilih untuk merapikan barang-barangnya. Ia hendak melanjutkan tugasnya di kamar agar tak mendapat gangguan dari siapa pun. Sepertinya, malam ini ia harus begadang.

***

Kaivan paling malas dengan segala agenda kerja kelompok. Terlebih jika dilakukan dalam jam pelajaran seperti ini. Sialnya lagi, ia mendapat teman satu kelompok yang tak bisa diandalkan di matematika. Siapa lagi kalau bukan Dicky, ditambah satu lagi Kairav. Siang ini ia memang sedang menjalani mata kuliah yang ia ulang di semester 1, di kelas yang sama dengan Kairav.

The Good Bad Brother✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang