Sudah berhari-hari, Kaivan tidak bisa melakukan apa pun selain berbaring di ranjang. Ia mulai frustrasi karena semua orang selalu mengatakan baik-baik saja, tapi nyatanya tak ada yang bisa dikatakan baik. Ia bahkan belum diizinkan menemui Kairav untuk benar-benar memastikan kondisi adiknya. Semua hanya berkata jika Kairav sedang istirahat, berusaha membodohinya dengan bersikap seakan hari-hari berjalan tanpa masalah.
Kaivan berusaha mengingat keras kapan terakhir kali ia melihat Kairav, tapi ingatannya terasa samar-samar. Ia bahkan tidak tahu kenapa dirinya bisa terbaring di sini dengan anggota gerak yang mati rasa serta kepala berbalut perban. Ia juga belum bisa makan sendiri dan harus dibantu dengan selang NGT yang terpasang dari hidung menuju saluran pencernaan. Sadar-sadar, Kaivan hanya bisa menangisi keadaannya yang mengenaskan. Semakin ia banyak berpikir dan mengingat, ia hanya akan berakhir merasakan sakit kepala.
Di ruang rawatnya, Kaivan sedang sendirian. Sedari pagi, ia dijaga oleh ayahnya. Tapi beberapa waktu lalu, pria itu keluar dan berkata hanya akan pergi sebentar. Sejak dirinya sakit, Kaivan sadar jika Pram lebih sering memperhatikannya. Bahkan setiap kali menjalani fisioterapi, pria itu yang selalu ada untuk mendampinginya.
Kaivan berusaha mendudukkan tubuh dengan susah payah. Ia berhasil meski harus mengerahkan banyak tenaga. Kaivan berusaha menggerakkan kakinya yang kaku. Rasanya sulit sekali memberikan perintah pada kakinya untuk turun dari ranjang.
"Gue pasti cacat, kaki gue pasti lumpuh," gumam Kaivan dengan tangis yang mulai merembah. Ia tidak bisa menerima kenyataan bahwa kini tubuhnya sudah rusak. Ia takut tak akan bisa lagi beraktifitas seperti sedia kala.
Kaivan masih berusaha sekuat mungkin untuk menggerakkan kakinya turun. Harusnya ia bisa karena kemarin pun sudah dapat digerakkan meski dibantu dengan kruk. Kaivan akhirnya bisa menurunkan kaki meski kini napasnya tersengal karena terlalu berusaha.
Kaivan berpegang pada tepi kasur, hendak berdiri ketika kakinya telah berpijak pada lantai. Namun belum sempat berdiri tegak, ia terjatuh sebab kakinya tak dapat menopang berat tubuh. Kaivan mengaduh dengan tubuh yang sudah terkapar di lantai. Merasa sakit dan tak dapat melakukan apa pun, ia akhirnya menangis dan meminta tolong dengan suara yang tak seberapa keras.
Beberapa waktu kemudian, pintu ruang rawatnya terbuka dan menampilkan figur Pram yang seketika berlari mendekat. Pram bersimpuh di depan Kaivan, lantas dengan hati-hati ia mengangkat tubuh anaknya untuk kemudian ia baringkan di atas ranjang.
"Ivan, kenapa? Kamu butuh apa? Kalau mau turun bisa panggil perawat. Jangan dipaksain, kamu belum kuat." Pram mengusap air mata di pipi anaknya, juga menanyakan bagian mana yang terasa sakit setelah terjatuh tadi.
"Ayah, aku lumpuh kan? Aku udah nggak bisa jalan lagi. Aku cacat."
Pram lekas menggeleng. "Nanti pasti Ivan bakal bisa jalan lagi kalau udah selesai masa pemulihan. Kan kemarin Kakak juga udah kasih tau, ini cuma sementara. Kalau Ivan semangat terapi dan progresnya bagus, pasti bisa pulih dengan cepat."
"Jangan bohongin aku terus! Kakiku nggak bisa gerak, aku nggak bisa jalan!"
Pram membiarkan anaknya untuk tenang lebih dulu, sebab sepertinya Kaivan belum bisa menerima masukan. Sebelumnya dokter juga sempat mewanti-wantinya, bahwa kondisi seperti ini mungkin juga akan memengaruhi kondisi psikis Kaivan. Rasa tidak terima pada kondisi tubuhnya yang berubah bisa membuatnya kehilangan percaya diri. Efek samping operasi otak yang dilakukan juga berpotensi memengaruhi pusat emosi, sehingga membuat Kaivan mengalami perubahan kepribadian.
"Sebenernya aku kenapa, Yah? Kenapa jadi kayak gini? Aku kemarin habis marah-marah ke Arav, tapi nggak tau kenapa bisa begini."
Pram tidak begitu paham dengan ucapan Kaivan. Entah kenapa anak itu tiba-tiba teringat jika kemarin baru saja memarahi Kairav. Padahal sudah lebih dari satu minggu ini, Kaivan sama sekali belum bertemu dengan Kairav.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Good Bad Brother✔️
Novela Juvenil[Brothership/Sicklit/Slice of Life] Monoton. Kiranya begitu hidup Kairav selama ini. Ia tidak memiliki lingkup pertemanan yang luas, tidak pernah tahu bagaimana kehidupan di luar sana berjalan, tidak paham pula rasanya menjadi manusia yang punya ban...