Sejak bangun tidur, Kairav merasa gelisah tanpa alasan. Hatinya tak tenang dan ia rasa hal itu karena dirinya masih terbayang pada mimpi buruk tadi malam. Akhir-akhir ini, Kairav memang merasa khawatir dengan kondisi kesehatan Joe yang sedang naik-turun. Mungkin pikiran itu yang mengantarkannya pada sebuah mimpi buruk yang tak pernah ia inginkan.
"Kok nggak diangkat ya, apa masih tidur dia," gumam Kairav yang duduk di atas ranjang sembari memandangi layar ponselnya. Ia beberapa kali mencoba menghubungi Joe, tapi tak ada sedikitpun jawaban.
Resah, Kairav akhirnya menghubungi Rega. Butuh beberapa waktu hingga sahabatnya itu mengangkat panggilan. "Ga, lo ada ngobrol sama Joe nggak? Gue telfon nggak diangkat, biasanya jam segini dia aktif."
"Lo lagi di mana sekarang, Rav?"
"Masih di rumah, ntar ada kelas sih jam sembilanan. Jawab dulu pertanyaan gue tadi, habis chat-an atau telfonan sama Joe nggak?"
"Hari ini nggak usah berangkat kuliah dulu ya, Rav."
"Lho, kenapa emang? Btw, suara lo kenapa serak gitu? Sakit? Apa baru bangun tidur?" Kairav menunggu jawaban Rega cukup lama. Tak sabar, ia akhirnya berkata, "Gue izin alihin ke VC ya." Kairav sudah nyaris menekan ikon untuk mengalihkan panggilan, tapi justru sambungan telepon lebih dulu diputus sepihak oleh Rega.
"Kenapa, sih?" Kairav mengernyit heran. Ia hendak kembali menghubungi Rega, tapi sebuah pesan masuk lebih dulu muncul.
Regaaaa
Di rumah aja ya, nggak usah ke mana-mana. Ntar sore gue ke situ"Nggak jelas ih," gumam Kairav, meninggalkan kolom pesan dengan Rega tanpa membalasnya. Ia beralih mencari kontak Winta dan berniat menghubungi gadis itu. Tapi, yang ia dapatkan hanyalah informasi jika Winta sedang tidak bisa melakukan panggilan.
"Males banget kalo udah pada ilang-ilangan gini." Kairav mulai kesal. Ia paling tidak suka jika ditinggalkan tanpa sedikitpun kabar. Sebab, hal itu akan membuatnya terus kepikiran dan dihantui oleh asumsi-asumsi buruk.
"Mau berangkat nggak?"
Kairav mendongak saat suara dari arah pintu terdengar. Ia bisa melihat figur Kaivan berdiri di sana dengan pakaian yang sudah rapi.
"Gue ntar masuk jam 9, duluan aja."
"Gue tunggu di bawah. Cepetan siap-siap, berangkat bareng gue." Usai mengucapkan itu, Kaivan meninggalkan kamar Kairav.
Kabar duka tentang Joe sudah sampai ke telinga Kaivan. Sama seperti anggota keluarganya yang lain, ia juga masih tidak menyangka. Sebelumnya bahkan ia masih bisa mengobrol dengan lelaki itu.
Waktu kecil dulu, hubungan pertemanannya dengan Joe bisa dibilang dekat. Sama seperti Kairav. Mengetahui jika Joe sudah kembali ke dekap Sang Pencipta, jelas meninggalkan rasa sedih untuk Kaivan. Obrolannya dengan lelaki itu kemarin, tak pernah Kaivan sangka akan menjadi sebuah pesan terakhir.
Kaivan tak dapat membayangkan betapa hancurnya Kairav jika mengetahui berita ini. Bahkan sampai detik ini, ia dan keluarganya masih belum menemukan cara yang tepat untuk memberitahu Kairav.
***
Kairav baru saja menyelesaikan perkuliahan terakhir. Harusnya masih ada satu mata kuliah yang ia jalani, tetapi dosen berhalangan hadir dan meminta pertemuan di lain hari. Saat keluar kelas, ia bisa melihat Kaivan sudah ada di depan. Padahal seingatnya, hari ini Kaivan menjalani perkuliahan hingga petang.
"Nunggu siapa?" tanya Kairav, berniat basa-basi. Tidak mungkin Kaivan menunggunya, kan? "Gue mau pulang btw, dosennya minta ganti hari."
Kaivan yang semula duduk di kursi koridor, kini beranjak. "Ayo sama gue, gue juga mau balik." Kaivan berjalan mendahului Kairav dengan langkah pelan. Tapi karena adiknya itu hanya diam, ia memberikan isyarat agar Kairav mengikuti langkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Good Bad Brother✔️
Fiksi Remaja[Brothership/Sicklit/Slice of Life] Monoton. Kiranya begitu hidup Kairav selama ini. Ia tidak memiliki lingkup pertemanan yang luas, tidak pernah tahu bagaimana kehidupan di luar sana berjalan, tidak paham pula rasanya menjadi manusia yang punya ban...