"Astaghfirullah, Arav ... kenapa basah-basahan gini?" Nayra terkejut bukan main saat anaknya pulang dalam kondisi basah. Ia berhasil memergoki Kairav yang sepertinya hendak masuk diam-diam. Anak itu melewati pintu samping yang terhubung dengan garasi. Wanita itu menahan Kairav di depan pintu, lantas melongok ke area garasi tapi tak mendapati keberadaan mobil suaminya.
"Ayah mana? Pulang sama Ayah, kan?" Nayra membantu Kairav melepas tas yang telah basah, lantas memanggil asisten rumah tangga untuk mengamankan benda itu beserta isinya. Ia meringis khawatir ketika menatap wajah Kairav yang terlihat pucat dan anak itu juga tampak menggigil kedinginan.
"Bunda nanya ini loh, nggak mau dijawab?" Nayra gemas sendiri karena Kairav hanya diam, bahkan menurut saja saat ia dengan paksa melepas jaket anak itu. Nayra berdecak saat menyadari kemeja yang Kairav kenakan juga telah basah oleh air hujan. Entah berapa lama Kairav membiarkan tubuhnya terguyur air.
"Sekali lagi Bunda nanya, tadi pulang sama siapa? Kenapa nggak sama Ayah?"
"Naik ojek," lirih Kairav sebelum berjalan melewati bundanya, hendak menuju kamar.
"Tadi Ayah bilang udah lagi di jalan loh, gimana sih Ayah ini." Nayra mengambil ponselnya, berniat untuk menghubungi sang suami. Ia kemudian mengikuti langkah Kairav setelah memberitahu asisten rumah tangga untuk membuatkan minuman hangat.
Kairav menutup pintu rapat-rapat sebelum bundanya tiba di lantai atas. Ia menguncinya dari dalam sebab sangat tidak ingin diganggu oleh siapa pun.
Sementara di luar, Nayra bertambah cemas. Ia mengetuk pintu kamar Kairav, berusaha membukanya, hingga sadar jika Kairav menguncinya dari dalam. Di titik ini, Nayra sangat yakin jika Kairav memang sedang memendam masalah sejak beberapa hari terakhir. Sebelumnya, Kairav tidak pernah sampai seperti ini.
Nayra gusar saat teleponnya tak juga diangkat oleh Pram. Ia hendak mencobanya lagi, tapi notifikasi panggilan dari suaminya lebih dulu muncul. Ia pun segera mengangkatnya.
"Bun, ini Ayah udah sampe kafe yang Arav bilang mau kerja kelompok, tapi dari tadi Ayah cari-cari nggak ada. Arav-nya dihubungi nggak bisa, coba---"
"Ayah pulang aja sekarang, Arav udah di rumah. Tadi pulang naik ojek coba, mana ujan-ujanan. Pokoknya Ayah pulang, Bunda takut banget soalnya Arav langsung ngunci diri di kamar. Nggak tau ada masalah apa."
"Iya iya, Bun, ini Ayah langsung pulang."
Nayra kembali mengetuk pintu kamar Kairav usai sambungan telepon terputus. Ia semakin gelisah saat Kairav tak kunjung menjawab panggilannya.
***
Sampai malam tiba, Nayra dan Pram masih diliputi rasa khawatir. Mereka memang sempat berhasil membujuk Kairav untuk membuka pintu kamar, tapi sikap dingin anak itu masih meninggalkan janggal. Mereka hanya bisa menerka-nerka, kiranya hal apa yang membuat Kairav selalu murung akhir-akhir ini.
"Apa lagi kangen sama Ivan ya, Yah? Kayaknya Ivan masih cuek ke Arav, makanya Arav sedih terus bawaannya," ucap Nayra yang tengah menyeduh teh hangat untuk suaminya. Setelah selesai, wanita itu duduk berhadapan dengan Pram di ruang makan.
"Tadi Ayah tanyain bilangnya cuma lagi capek. Tapi mungkin juga emang lagi pengin ketemu Ivan, Bun. Di kampus pasti Ivan nggak mau kalo dideketin, dari awal juga dia udah nggak suka Arav kuliah di sana."
"Ayah nggak pengin coba bujuk Ivan buat pulang aja? Biar bisa baikan lagi sama Arav, kalo tinggalnya pisah gini kan yang ada malah makin jauhan. Bunda juga bingung gimana caranya biar Ivan mau pulang, susah banget bikin dia luluh."
Pram tampak menghela napas lelah. Berusaha menimang kiranya keputusan semacam apa yang bisa ia lakukan sebagai kepala keluarga. Dalam lubuk hatinya, ia juga ingin membuat Kaivan kembali ke rumah. Tapi jelas bukan hal mudah setelah apa yang sudah pernah ia lakukan pada Kaivan hari itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Good Bad Brother✔️
Novela Juvenil[Brothership/Sicklit/Slice of Life] Monoton. Kiranya begitu hidup Kairav selama ini. Ia tidak memiliki lingkup pertemanan yang luas, tidak pernah tahu bagaimana kehidupan di luar sana berjalan, tidak paham pula rasanya menjadi manusia yang punya ban...