Sebuah panggilan masuk ke ponselnya dari Liya. Ia menerimanya tanpa berpikiran buruk sedikit pun. Ia pikir panggilan itu hanya ingin memberitahunya bahwa Liya sudah sampai di Bandung dengan selamat. Tapi, saat ia mendengar suara terbata-bata supir yang menjelaskan kondisi istrinya, Edelson jadi cemas.
"Bicara yang jelas, Pak. Kenapa dengan Liya? Kenapa ponselnya ada di Bapak?" tanya Edelson dengan tak sabaran.
"Bu Liya pingsan setelah membunuh seseorang, Pak."
Jantung Edelson seakan berhenti berdetak sejenak karena terkejut mendengar kabar tersebut. Ia pun meminta supir tersebut mengirim titik lokasi mereka sekarang. Liya berada di rumah sakit yang berada di Bandung. Ia bingung bagaimana bisa Liya membunuh seseorang padahal membunuh semut saja Liya tak mampu? Lagi pula, apa yang terjadi hingga perempuan sebaik Liya mampu membunuh orang?
Edelson bergegas mengemudikan mobilnya menuju rumah sakit. Ingin rasanya ia menerobos semua lampu merah karena takut terlambat menolong istrinya. Tapi, ia sadar bahwa tindakan itu bisa membahayakannya dan semakin membuat berantakan keadaan. Ia pun sudah menelepon pengacaranya untuk segera menyusul ke Bandung. Ia akan melakukan apapun agar bisa membebaskan Liya dari kasus pembunuhan ini karena istrinya sedang mengandung.
Sesampainya di rumah sakit, Edelson diarahkan oleh supir istrinya menuju ruang rawat Liya. Istrinya sudah sadar dan terlihat melamun. Edelson langsung memeluknya. Pelukan Edelson membuat Liya kembali menangis, ia sangat takut jika Alma meninggal dan ia dijebloskan ke penjara. Ia berharap semoga Edelson ada di pihaknya dan memahami alasannya melakukan kejahatan tersebut.
"Edelson, aku takut," ucap Liya dengan nada bergetar.
"Tenang saja. Aku akan menyelesaikan semuanya. Tapi, aku perlu tahu kenapa kau membunuh orang itu?" tanya Edelson yang membuat Liya diam seketika. Jika Liya mengatakan alasan sebenarnya maka Edelson akan tahu bahwa korbannya adalah Alma.
"Aku tak sengaja, Edelson. Dia membuatku marah dan melakukan kesalahan yang tak bisa kumaafkan."
"Kesalahan apa?" tanya Edelson lagi mencoba menggali informasi lebih dalam lagi agar ia bisa lebih mudah membebaskan Liya.
Kali ini Liya benar-benar diam. Gelengan kepala dari Liya menandakan bahwa wanita itu tak mau bicara. Edelson merasa frustasi karena Liya seakan-akan menyembunyikan sesuatu darinya padahal ia butuh Liya terbuka akan apa yang terjadi hari ini atau wanita itu akan dalam bahaya.
"Liya, aku mohon bicaralah. Aku butuh keterangan darimu untuk bisa membebaskanmu," ucap Edelson yang tak dipedulikan oleh Liya.
"Pak, korban berhasil diselamatkan dan sudah sadar," ucap supir membuat sepasang suami istri itu menoleh kepadanya.
Edelson merasa lega karena korban selamat sehingga kemungkinan Liya lolos dari kasus ini lebih besar. Berbeda dengan Liya yang melotot tak suka karena supir memberitakan hal tersebut di depan Edelson.
"Aku akan menemui korban, kau tetap di sini dan jangan kemana-mana," ucap Edelson yang dibalas gelengan kepala oleh Liya. Liya menahan tangan suaminya agar tidak keluar dari ruang rawat.
"Aku ingin kau tetap di sini. Biarkan pengacara kita saja yang menemui orang itu," balas Liya.
"Dari pihak keluarga harus menemuinya untuk meminta maaf dan membicarakan kasus ini. Mungkin kita bisa menyelesaikan kasus ini lewat jalur kekeluargaan, tanpa perlu menempuh jalur hukum," ucap Edelson berusaha membuat Liya mengerti. Ia heran karena tak biasanya Liya begitu egois seperti ini. Ia jadi penasaran siapa korban istrinya.
Edelson melepas tangan Liya dari tangannya dan keluar dari ruangan. Sedangkan Liya merasa sangat takut karena sebentar lagi Edelson akan mengetahui jika ia hampir membunuh Alma.
Supir kembali mengarahkan Edelson ke ruang operasi Alma. Dokter sudah memperbolehkan untuk menjenguk korban. Saat Edelson masuk ke dalam, supir menunggu di luar. Edelson mengetuk pintu dan orang yang sedang tertidur itu menoleh padanya.
Edelson terkejut saat melihat kondisi korban yang parah sampai wajahnya diperban seluruhnya. Terlebih banyak perban di bagian tubuh lain. Ia merasa kasihan sekaligus sedih saat melihat kondisi orang tersebut. Ia pun masuk ke dalam dan melihat korban tak mau menatapnya. Ia mengerti jika korban merasa marah padanya karena ia adalah keluarga Liya yang telah menyakitinya.
"Saya Edelson, suami Liya. Saya memohon maaf sebesar-besarnya karena kesalahan yang istri saya lakukan. Saya datang ke sini dengan harapan Anda mau memaafkan kesalahan Liya. Saya berjanji akan memberikan kompensasi sesuai dengan yang Anda inginkan asalkan kasus ini tak dibawa ke jalur hukum," ucap Edelson.
Tanpa Edelson ketahui, Alma meneteskan air matanya karena pria yang dicintainya membela orang yang melukainya. Alma ingin memanggil nama Edelson dan menceritakan segalanya, tapi ia sadar ia tak bisa melakukannya. Ia tak bisa membuat Edelson tahu bahwa ia adalah korban Liya karena ia tak mau memperburuk hubungan Edelson dan Liya. Alasan lainnya karena ia tak bisa bicara saat ini.
"Pak, pasien mengalami bisu sementara karena tendangan di bagian lehernya dan bibirnya yang terluka," ucap perawat yang baru saja memasuki ruang operasi untuk memindahkan Alma ke ruang rawat.
Edelson terdiam karena terkejut. Ia tak menyangka Liya bisa bersikap sekejam itu. Entah setan mana yang merasuki tubuh istrinya hingga bisa membuat seseorang terluka hingga cacat.
Saat perawat hendak memindahkan tubuh Alma, Edelson ikut membantu. Ia menggendong tubuh tersebut dan memindahkannya ke tempat lain. Perawat mengucap terima kasih lalu mendorong tempat tidur Alma dan meninggalkan Edelson yang terdiam mematung.
Kenapa ia merasakan sentuhan yang sama saat menyentuh Alma, ketika menyentuh pasien tadi?
*****
Tangerang, 15 Februari 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Mutiara Hitam
RomansaAlmaretha atau Alma, gadis yatim piatu yang hidup sebatang kara setelah keluarga mendiang ibunya membuang ia ke panti asuhan. Di dunia ini, tak ada yang ingin menjadi pemeran jahat, namun Alma terpaksa melakukannya. Ia terpaksa menjalin kasih denga...