Edelson -Dia Keguguran-

629 63 3
                                    

Edelson kembali ke ruangan Liya dengan perasaan bingung dan tiba-tiba cemas. Ia berusaha meyakinkan dirinya bahwa pasien tersebut bukanlah Alma karena tak mungkin Liya tahu lokasi Alma dan menyakitinya.

Ia hendak kembali menanyakan mengenai informasi korban pada Liya, namun istrinya sudah lebih dulu menangis dan memohon. Edelson tak mengerti kenapa Liya tiba-tiba begini padanya.

"Edelson, aku minta maaf. Aku tak bermaksud menyakitinya. Aku khilaf karena dia selalu menjadi penyebab aku hancur. Jangan tinggalkan aku, Edelson," ucap Liya yang belum tahu bahwa wajah Alma diperban sehingga Edelson tak mengenali Alma.

"Liya, aku kecewa atas apa yang kau lakukan. Apapun alasannya, tindakanmu salah. Dia bahkan menjadi bisu karenamu. Kau harus meminta maaf padanya," balas Edelson dengan tegas dan tak terbantahkan.

"Ya, aku akan melakukannya. Asalkan kau tidak meninggalkan aku."

"Untuk apa aku meninggalkanmu? Aku tak akan meninggalkanmu karena kau Istriku dan kau sedang mengandung, kau memang melakukan dosa, tapi menceraikanmu adalah hukuman yang terlalu berat," ucap Edelson yang membuat Liya bingung.

"Apa kau mengenal orang yang hampir kubunuh?" tanya Liya dengan penuh hati-hati. Ia berharap Edelson tak curiga dengan pertanyaannya. Ia perlu memastikan bahwa yang ia pikirkan memang benar.

"Tidak. Wajahnya seperti mengalami banyak luka sehingga diperban, dia juga sepertinya tak ingin bertemu denganku. Memangnya siapa dia?" balas Edelson yang membuat Liya senang.

Terdengar kejam memang karena Liya tak merasa sedih dan bersalah karena sudah menyakiti Alma separah itu. Alasannya karena ia merasa bahwa perbuatannya setimpal dengan perbuatan Alma atau mungkin masih kurang.

Setidaknya ia punya waktu untuk menjauhkan Edelson dengan Alma. Edelson tak akan tahu bahwa korbannya adalah Alma. Ia akan membuat Alma pergi sejauh mungkin dari suaminya.

"Dia anak dari selingkuhan Ayahku dan menjadi penyebab orang tuaku bercerai. Dia alasan terbesar kehancuran dalam hidupku," balas Liya dengan nada emosi dan tatapan penuh kebencian. Edelson sekarang memahami kenapa istrinya bisa bertindak kelewat batas, ia pun tak lagi membahas mengenai korban demi kebaikan Liya dan calon anak mereka.

*****

Liya sudah boleh keluar dari rumah sakit karena memang kondisinya baik-baik saja. Dokter hanya menyarankan Liya untuk istirahat yang cukup dan jangan banyak pikiran karena bisa mempengaruhi janin dalam kandungannya. Liya dan Edelson sangat senang mendengar ucapan dokter. Liya pikir setelah ini ia akan pulang ke Jakarta dan semua hal tentang Alma hanya akan menjadi kenangan buruk. Tapi, tidak. Edelson masih memikirkan korban penganiayaannya yaitu Alma.

"Dokter, mengenai korban kekerasan itu bagaimana kabarnya? Apa ada kemungkinan dia bisa bicara kembali? Aku sangat merasa khawatir jika dia akan cacat selamanya," tanya Edelson pada dokter.

"Maksudmu pasien sebelah? Pasien yang datang bersamaan dengan Bu Liya?" tanya dokter balik memastikan bahwa pasien yang dimaksud adalah Alma.

"Ya. Apa dia dirawat di sebelah?" tanya Edelson yang belum mengenai jika Alma dipindahkan ke kamar sebelah.

"Iya, dia dirawat di kamar sebelah. Kondisinya memang cukup parah, tapi dia bisa sembuh dalam beberapa hari asalkan dia tidak bicara dulu. Sayangnya, saya tidak bisa menyelamatkan anak dalam kandungannya. Dia mengalami keguguran."

Bukan hanya Edelson yang terkejut dengan fakta bahwa Alma sedang hamil. Liya pun terkejut. Dokter pamit dari ruangan karena ada pasien lain yang harus diperiksa.

Anak itu bukan anak Edelson. Ia juga sering mendengar berita ibu yang mengalami keguguran atau bayi yang dilahirkan tak bernyawa. Tapi, kenapa ia merasa begitu hancur dan terpukul saat tahu wanita itu keguguran? Bahkan, ia tak bisa menahan air matanya agar tidak terjatuh. Ia menangisi kepergian anak itu seperti anaknya yang pergi. Apa karena Edelson ikut merasa bersalah atas perbuatan istrinya?

Liya bukan iblis. Walaupun anak itu adalah anak hasil hubungan terlarang suaminya dengan Alma, tapi tetap saja ia merasa sangat berdosa. Seburuk apapun Alma tetap saja anak itu tidak salah sedikit pun. Anak itu juga anak Edelson, darah Edelson juga mengalir pada anak itu. Ia bukan hanya menyakiti Alma, tapi juga menyakiti Edelson dengan membunuh bagian dari diri suaminya.

"Aku pembunuh, Edelson! Aku membunuh anaknya. Aku sangat berdosa. Aku pantas dipenjara!" teriak Liya histeris sambil menarik rambutnya sendiri. Ia berharap rasa sakit yang ia rasakan bisa mengurangi dosanya.

Edelson yang melihat Liya bersedih langsung menghapus air matanya dan menghampiri istrinya. Ia berusaha melepaskan tangan Liya dari rambut dan menenangkan istrinya. Jika Liya terus bersedih maka anak mereka juga akan bersedih, hal itu bisa berdampak buruk bagi anaknya. Ia tak akan membiarkan anaknya terluka.

"Liya, tenanglah. Aku mengerti kau merasa bersalah. Tapi, ingat kata dokter. Kau tidak boleh bersedih, ingat kesehatan anak kita," ucap Edelson sambil memeluk lembut istrinya.

Liya ingin mengatakan kebenarannya pada Edelson, namun saat mendengar tentang anaknya, ia memutuskan diam. Ia tak siap jika Edelson membencinya, bahkan mungkin menjadi membenci anaknya karena ia telah membunuh anak Alma. Ia tak mau anaknya kehilangan figur seorang ayah seperti yang ia rasakan. Ia tak mau anaknya tumbuh dalam keluarga yang berantakan. Ia ingin anaknya tumbuh dalam keluarga yang sehat. Untuk memberikan keluarga yang sehat bagi anaknya, ia akan membuang hati nuraninya dan membuat Edelson tak pernah tahu bahwa anak Alma telah meninggal.

*****

Tangerang, 16 Februari 2024

Mutiara HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang