Pak, saya mendapat info mengenai wanita bernama Almaretha yang mengambil penerbangan ke Malaysia hari ini pada jam 12.00 di Bandara Husein Sastranegara, kemungkinan itu adalah Bu Alma.
Edelson bergegas pergi saat mendengar informasi dari orang suruhannya. Ia terus memaksa pengemudi GoCar dengan kecepatan tinggi agar ia bisa sampai tepat waktu untuk mencegah Alma pergi lagi. Ia belum bisa memastikan bahwa korban Liya memang Alma, namun dadanya terasa nyeri saat membayangkan Alma dipukuli, ditendang, hingga dioperasi. Hal yang lebih parah adalah fakta bahwa ia gagal menjadi ayah. Namun, ia masih bertanya-tanya kenapa Alma tak memberitahunya padahal banyak kesempatan untuk memberitahunya. Alma malah memutuskan pergi darinya.
"Kenapa berhenti?" tanya Edelson saat mobil berhenti melaju.
"Macet, Pak. Sepertinya ada kecelakaan di depan," balas supir tersebut sambil menunjuk ke depan.
Edelson mengumpat saat melihat kemacetan lalu lintas yang sangat parah di perempatan Jl. HOS Cokroaminoto. Banyak orang berkerumun di depan yang membuat mobil tak bisa bergerak. Ia menatap jam tangannya dan hanya tersisa kurang dari satu jam untuk sampai ke bandara. Ia tak bisa hanya berdiam diri. Ia memperkirakan jarak jika jalan kaki atau kemungkinan naik ojek.
"Saya turun di sini saja. Ini uangnya," ucap Edelson keluar dari mobil setelah membayar.
Ia berlari melewati setiap kendaraan yang berhenti. Saat ia melewati kerumunan, ia mendengar suara seseorang yang ia kenali. Sontak langkahnya terhenti, ia berjalan mendekati kerumunan untuk melihat orang yang barusan berbicara.
"Saya beneran engga apa-apa kok. Cuma luka sedikit, engga perlu ke rumah sakit," ucap seorang wanita dengan rambut sebahu membelakanginya. Wanita yang tadinya duduk di aspal kini dibantu berdiri oleh tukang ojek. Edelson belum bisa melihat wajah wanita itu sehingga ia mendekatinya.
"Alma," panggil Edelson saat tubuh wanita itu sedikit menyamping ke arahnya.
Alma tampaknya mendengar panggilan itu dan menatap sekitar untuk mencari asal panggilan itu. Tatapannya terhenti saat melihat pria tinggi berkulit sawo matang di depannya. Ia terdiam membatu saat pria itu memeluknya dengan erat. Sebuah pelukan yang selama dua minggu ini sangat ia harapkan.
Orang-orang di sekitar tampak terkejut sekaligus bingung dengan kehadiran Edelson. Mereka mengira kalau orang itu adalah suami korban yang baru saja jatuh dari motor karena tukang ojek bertabrakan dengan mobil di depannya. Perlahan-lahan kerumunan mulai mereda dan hanya ada Alma bersama Edelson yang menangis saat melihat bekas luka di leher kekasihnya.
"Maafin aku, Sayang. Aku gagal melindungi kamu dan anak kita. Aku memang pria tidak berguna," ucap Edelson sambil mencium leher Alma berharap bisa meredakan rasa sakit yang sudah Liya berikan pada Alma.
"Lepasin aku, Edelson. Aku ada urusan dan harus pergi sekarang," balas Alma dengan nada dingin berusaha meronta.
Edelson baru menyadari bahwa panggilan Alma padanya sudah berubah sejak lama dari Elson menjadi Edelson. Tak ada lagi yang memanggilnya dengan panggilan sayang Elson. Ia masih ingat alasan Alma memanggilnya Elson.
Aku mau panggil kamu Elson. Kalau aku panggil Edelson berarti kamu milik Liya, sedangkan Elson hanya milik aku. Saat kamu jadi Edelson, kamu pasti lebih memilih dan mencintai Liya. Tapi, kalau kamu jadi Elson, kamu cuma harus mencintai aku. Aku lebih penting dari apapun bagi Elson.
Sejauh apa ia sudah menyakiti Alma bahwa ia bukan lagi Elson? Elson yang akan selalu berada di sisinya, mencintainya dan melakukan apapun padanya. Ia sadar bahwa ia tak pantas untuk kembali memeluk dan memohon pada Alma agar jangan pergi. Setelah apa yang dilakukannya dan Liya pada Alma, ia seharusnya merelakan Alma mencari kebahagiaannya sendiri. Tapi, nyatanya merelakan Alma bahagia tanpanya adalah hal yang mustahil.
"Aku Elson, Alma. Bukan Edelson. Aku milik kamu, bukan milik Liya," ucap Edelson tak mempedulikan permintaan Alma untuk dilepaskan.
Alma tak menyangka jika Edelson masih mengingat panggilan itu. Panggilan yang sudah lama ia tinggalkan. Biasanya Alma akan berubah panggilannya saat marah, hanya sebentar. Lalu, ia akan kembali memanggil Elson lagi. Bahkan saat Edelson membakar kakinya dengan puntung rokok, ia masih memanggilnya Elson. Tapi, panggilan itu menghilang selamanya sejak Edelson memberikan kalung berlian dengan liontin angsa pada Liya. Hal kecil namun membekas di hati Alma yang selalu mengingatkan Alma bahwa pria yang kini memeluknya tak pernah menjadi Elson, melainkan Edelson.
"Milikku? Di mata siapa? Pada matamu pun aku tidak menemukan kepemilikanku atasmu. Apalagi pada mata masyarakat, hukum dan agama," ucap Alma.
Perkataan Alma berhasil menampar Edelson bahwa selama ini diucapkannya hanya bualan semata. Edelson melepaskan pelukannya dan menatap Alma dengan tatapan bersalah.
"Aku akan menceraikan Alma hari ini juga. Kalau perlu, kita menikah siri saja dahulu."
"Ibuku tidak dinikahi walaupun sudah melahirkan aku. Kau ingin aku memiliki kehidupan yang mirip dengan Ibuku dengan nikah siri?" tanya Alma menatap tajam Edelson. Ia sudah tak mempercayai lagi kata-kata manis dari bibir kekasihnya.
"Bukan begitu, Alma. Aku hanya ingin membuktikan bahwa kali ini aku serius. Aku ingin menebus semua kesalahanku padamu dan anak kita," jawab Edelson mencoba membuat Alma memahaminya.
"Percuma. Kau dan aku tidak bisa bersama karena kau adalah Kakak Iparku."
Edelson tak mempercayai perkataan Alma. Ia berpikir Alma hanya bercanda, tapi raut wajah seriusnya membuat Edelson sadar bahwa Alma berkata jujur. Tapi, bagaimana bisa Alma dan Liya saudara? Ia tahu mendiang ayah Liya bukan lelaki setia dan memiliki empat istri, tapi hanya satu saudara perempuan Liya yaitu Anjani. Ia pun teringat Alma baru saja mengatakan bahwa dia anak haram dan ibunya tidak dinikahi. Jadi, sepahit inikah hidup wanita yang ia cintai?
Kehadirannya dalam hidup Alma menambah daftar kepahitan hidup wanita itu. Alasan Alma membenci Liya dan keluarganya hingga membakar foto keluarga Khasan karena Alma tidak diakui sebagai keluarga. Di hidup ini, Alma hanya punya dirinya, tapi ia juga meninggalkan Alma sama seperti keluarga Alma. Anaknya dan Alma pun pergi meninggalkan wanita itu. Mampukah ia menghapus rasa sakit yang sudah tertanam sejak kecil di hati Alma?
"Alma, kenapa kau tidak mengatakan hal ini padaku? Kenapa kau tidak jujur padaku? Aku tidak akan meninggalkanmu jika aku tahu bahwa kau juga korban keluarga Khasan," balas Edelson.
"Apa yang akan kau lakukan? Aku ini wanita rendahan di matamu. Aku hanya wanita yang menjual tubuhku demi uang bagimu. Kau bisa memperlakukan sesuka hatimu tanpa peduli bahwa wanita murahan ini juga punya hati. Kau membakar kakiku dengan rokok, kau menggores kakiku dengam pecahan beling, kau juga memberikan kalung impianku pada Liya, bahkan saat aku mengambil milikku, aku yang dibentak dan dilukai. Tapi, aku tetap di sisimu walaupun kau selalu memberi luka. Namun, apa yang kudapat? Kau meninggalkanku tanpa peduli dengan tangisan dan penderitaanku."
Alma tak akan bisa melupakan saat-saat dimana ia merendahkan harga dirinya dengan mengemis pada Edelson. Ia muak saat melihat Edelson mencoba bersikap seperti malaikat penolong padanya. Ia lelah dengan drama yang dilakukan sepasang suami istri tersebut dalam hidupnya, padahal ia sudah memutuskan untuk pergi selamanya dari hidup mereka.
"Aku mohon, Alma. Sekali saja, percaya padaku. Kali ini aku berjanji tak akan menghancurkan kepercayaanmu. Aku akan memilihmu, bukan Liya," ucap Edelson lalu berlutut dan memeluk kaki Alma. Ia tak peduli jika menjadi tontonan banyak orang. Ia tak peduli orang-orang memandangnya bodoh karena berlutut di kaki seorang perempuan. Apapun akan ia lakukan agar Alma tak meninggalkannya, sama seperti Alma yang berani melakukan apapun untuk tetap bersamanya.
"Oh ya? Kalau begitu, bisakah kau melihat Liya dan anak kalian meninggal?"
*****
Tangerang, 24 Februari 2024
![](https://img.wattpad.com/cover/341363612-288-k532565.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mutiara Hitam
RomanceAlmaretha atau Alma, gadis yatim piatu yang hidup sebatang kara setelah keluarga mendiang ibunya membuang ia ke panti asuhan. Di dunia ini, tak ada yang ingin menjadi pemeran jahat, namun Alma terpaksa melakukannya. Ia terpaksa menjalin kasih denga...