"Ga, makan siang dulu," ajak seorang pria berkemeja biru tua ketika berdiri di sekat kubikel.Sangga yang tengah mematikan layar komputer pun menoleh. Anggukan singkat membalas ucapan si pria tadi. Dia adalah Randi, salah satu rekan guru bimbel di tempatnya bekerja. Gegas langkah kedua lelaki itu keluar dari ruangan dan halaman bangunan tersebut. Mereka bertolak ke salah satu rumah makan di bilangan Mayura, tidak jauh pula dari tempat bimbel.
Ketika tiba di sana, Sangga menemukan dua orang lain—rekan kerja mereka—telah duduk di kursi yang sudah dipesan sebelumnya. Mereka melambai tatkala melihat Randi dan Sangga masuk. Bersama keempat rekannya, Sangga kini duduk di kursi sesaat ketika seorang pramusaji datang dan mencatat pesanan mereka.
"Ga, katanya kamu ditawari magang di kampusmu. Kenapa ndak diterima?" tanya Putu—lelaki bertubuh berisi yang duduk di depannya.
"Magang napi, Ga?" Lelaki di samping Putu ikut tertarik dengan obrolan. Namanya Iman. (apa)
"Laboran. Bukan ndak diterima, Bang, tapi belum apply surat lamaran aja. Masih ada waktu buat dipikir-pikir."
Randi yang duduk di samping Sangga pun ikut menyeletuk, "Lamar cepetan, Ga. Katanya lagi butuh uang."
"Iya, Bang." Sangga biasanya tidak banyak bersuara.
Akrab dengan orang-orang baru di tempat bimbel adalah tujuannya. Untung saja Randi, Putu, dan Iman masih ingin bekerja di sana. Sebab pekerja di tempat bimbel kebanyakan perempuan. Jadi, Sangga tidak perlu terlalu canggung. Dia dan Putu lulus di bulan dan tahun yang sama. Usia pun sepantaran, jadi lebih cepat dengan lelaki yang berdarah Bali tersebut.
Lain lagi dengan Randi dan Iman. Kabarnya, Iman bakal menikah sebentar lagi. Demi persiapan pernikahan, Iman akan keluar dari bimbel dan mencari pekerjaan lain. Maka, tersisa mereka bertiga nantinya.
"Bang Randi kenapa, dah? Mukamu dari tadi saya perhatikan agak beda," kata Putu ketika pesanan mereka datang.
"Selingkuh lagi Si Vina, Tu."
"Udah saya bilang, Bang. Lebih baik ganti aja," kata Iman menambahkan. Sangga dan Putu terkekeh pelan. "Tiga kali diselingkuhi, masa mau diam aja? Rugi, dong."
Putu terbahak-bahak sebentar. Seakan-akan tidak peduli dengan beberapa pasang mata yang melihat ke arah mereka. Padahal hari itu rumah makan lumayan ramai. Sangga tersenyum tipis mengamati ketiga rekannya.
"Itulah, kenapa saya ndak percaya LDR. Lebih baik saya pacaran sama orang sini. Bareng-bareng berada di kota yang sama. Kalau mau ketemu, langsung aja. Ndak perlu telpon atau video call. Saya orangnya juga ndak percaya jarak," kata Putu membeberkan pendapatnya.
Randi mengangguk setuju. "Sudah, sih, saya ngomong sama Vina. Saya ajak putus juga. Gimana coba saya ndak marah? Orang dia selingkuh sama seniornya."
KAMU SEDANG MEMBACA
[²] FOOLOVE: CHERISH YOU || JUDYJUN√
Romance[FOOLOVE 2] Alamanda: Ia pikir akan baik-baik saja setelah semua yang terjadi. Ternyata meskipun ia sangat mencintainya, hubungan mereka tidak akan berjalan mulus seperti yang dibayangkan. Kesalahpahaman, jarak, komunikasi, hal-hal semacam itu ikut...