22. What Should I Do Without You?

66 12 7
                                    

Pintu kamar hotel terbuka lebar, Sangga berdiri di ujung daun pintu, menunggu sang kekasih untuk segera masuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pintu kamar hotel terbuka lebar, Sangga berdiri di ujung daun pintu, menunggu sang kekasih untuk segera masuk. Awalnya Ala memang menolak untuk turun dari taksi, tetapi satu menit berikutnya, gadis itu mengiakan dan mengekori langkah Sangga memasuki lobi hotel.

Sangga memang tidak ada niat apa pun. Mana mungkin ia tega melukai Ala? Walaupun sekarang lelaki itu sangat marah, tetapi bukan berarti dirinya bisa melampiaskan dengan cara yang tidak-tidak. Sangga tidak akan memperlakukan Ala dengan buruk atau berbuat macam-macam.

Akan tetapi, perkataan Ala beberapa saat tadi membuatnya sedikit kecewa. Gadis itu terkesan tidak mempercayainya. Padahal Ala sudah kenal betul siapa Sangga. Jika Sangga bisa menjadi cowok brengsek saat itu juga, maka mungkin ia akan lakukan. Namun, Sangga masih waras untuk berbuat terlalu jauh.

"Masuklah," titah Sangga karena Ala tidak kunjung melangkahkan kaki ke ruangan tersebut. "Saya nggak akan berbuat macam-macam."

"B-bukan begitu."

"Lalu apa? Matamu nggak bisa berbohong, Al. Saya tau, kamu berpikir seperti itu. Saya hanya ingin bicara, itu saja."

Entahlah, Sangga tidak peduli jika kesannya terlalu memaksa. Ala memutuskan untuk masuk dan menatap sekeliling ruangan sesaat, lalu duduk di tepi kasur yang tidak terlalu lebar. Sedangkan Sangga masih mengamatinya setelah menutup pintu tidak terlalu rapat.

Rasa sakit dan marah dalam dirinya masih belum menghilang. Sangga terlalu kaget dengan sikap Ala tadi. Namun, ia berharap setelah ini mereka bisa berbicara baik-baik dan tidak terjadi hal buruk—perpisahan misalnya. Sangga tidak akan sanggup, tidak.

Jika mau, bisa saja ia berkata untuk menyudahi apa pun di antara dirinya dan Ala. Namun, Sangga masih teramat menyayangi gadis itu. Meski mungkin Ala yang ingin pergi, Sangga tetap tidak akan ke mana-mana atau membiarkannya pergi begitu saja. Ia akan menahan Ala sebisanya.

"Pakai," kata Sangga seraya menjulurkan jaket hitam tebal miliknya.

Dengan hati-hati jemari lentik Ala mengambil benda itu. Jaket dan aroma parfum Sangga benar-benar menyatu dengan aroma Ala. Malam itu Ala hanya memakai midi dress berwarna putih dan soft green bermotif floral kecil-kecil. Rambutnya yang panjang tergerai dihiasi jepit berwarna putih, tertata indah ke belakang bersama beberapa helai rambut.

Sangga menyeret kursi kosong yang tersedia di sana, lalu duduk tepat di hadapan Ala. Gadis itu sampai kaget, tetapi tidak menolak untuk didekati. Hingga hanya satu yang bisa dilakukannya, yaitu menunduk setelah Sangga menatapnya lamat-lamat. Setiap melihat wajah Ala, perasaan Sangga selalu menghangat. Akan tetapi, malam itu ada rasa nyeri juga yang menghampiri rongga dadanya.

"Saya minta maaf," kata Sangga tanpa ingin basa-basi lagi. "Atas semua kesalahan yang saya perbuat, yang bikin kamu sampai memberikan kesempatan pada orang lain untuk mendekatimu. Saya nggak tau sejauh apa hubunganmu dan Leo, tapi bisakah kamu berhenti? Karena saya benar-benar nggak mau berbagi. Saya hanya ingin kamu bersama saya, Al."

[²] FOOLOVE: CHERISH YOU || JUDYJUN√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang