16. Drop

62 12 8
                                    

Sangga mana sempat memedulikan ponsel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sangga mana sempat memedulikan ponsel. Kondisi yang sangat genting membuatnya abai dengan hal-hal yang sekiranya tidak terlalu penting. Buat apa? Jika sekarang ibunya bertarung dengan maut. Hidup dan mati.

Dua hari sudah ibunya drop. Bahkan sampai sekarang belum sadarkan diri. Sangga dan Anggi tetap setia di rumah sakit menemani. Imbas dari pengobatan yang tidak rutin membuat ibunya sekarang bernegosiasi dengan Tuhan. Sangga tidak bisa membayangkan jika ibunya benar-benar pergi.

Menjadi seseorang yang hidup berkecukupan ternyata cukup tidak mengenakan. Meski Sangga bersyukur, tetapi sekarang sang ibu malah tidak tertolong. Di mana orang-orang yang mengaku keluarga? Di mana pria yang disebut ayah? Hanya Anggi dan Mbah tempat Sangga berpegang.

"Ji?" panggil Anggi setelah keluar dari kamar mandi. "Biar Kakak yang temani ibu. Hari ini kamu ke lab, 'kan?"

"Tapi, Kak ... saya mau menemani sampai ibu membuka mata."

"Ji, kamu belum sebulan bekerja di sana."

Benar juga kata Anggi. Sangga tidak bisa membolos begitu saja. Ada banyak pekerjaan di laboratorium. Terlebih hari itu ada rapat perencanaan praktikum Biologi, jadi Sangga tidak bisa mangkir begitu saja. Di sisi lain, ia ingin mendampingi sang ibu.

Sangga tidak tahu harus memprioritaskan yang mana. Ada pekerjaan yang menunggu tanggung jawabnya. Ada ibu yang sama sekali tidak ingin ia tinggalkan. Hari-hari Sangga makin serasa kacau saja. Urusan pekerjaan, orang tua, bahkan asmara ternyata mengganggu sekali. Namun, Sangga sebisa mungkin menyampingkan urusannya dengan Ala. Toh, sang pacar juga tidak menghubungi sampai detik itu juga.

Padahal Sangga ingin sekali mengabari Ala. Memberitahu tentang kondisi ibunya dan mengatakan bahwa Sangga sangat membutuhkan dukungan sang kekasih. Namun, Sangga kehilangan minat. Sekarang yang memenuhi perasaan dan pikirannya adalah kondisi ibu.

"Ji, biar aku yang jaga ibu. Kalau ada apa-apa, aku kabari nanti," kata Anggi.

Meski agak berat hati, Sangga mengangguk. "Saya ke lab dulu kalau gitu, Kak."

Agak berat langkah Sangga keluar dari ruangan. Ia menyeret langkah kakinya menuju parkiran depan rumah sakit kota. Kepala Sangga seketika serasa berat. Ia juga kurang tidur karena menjaga sang ibu. Bisa dijamin ia memaksa diri untuk fokus berkendara.

Dalam hitungan detik, motor Sangga bergabung dengan motor lain di jalanan. Ia memacu kuda besinya menuju indekos. Mandi dan berganti baju sebentar, lalu langsung melaju menuju kampus. Syukur-syukur jaraknya tidak jauh dari indekos. Masih ada waktu juga.

Tiba di indekos, Sangga tidak menemukan siapa pun. Para penghuninya sibuk dengan urusan masing-masing. Terlebih yang masih berkuliah. Sebab, perkuliahan sudah aktif dimulai. Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, Sangga segera bergegas kembali ke kampus.

Pelataran laboratorium terpadu terlihat cukup sepi. Belum dimulai praktikum, jadi belum ada mahasiswa yang beramai-ramai ke sana. Hanya beberapa—barangkali mahasiswa abadi yang ingin berkonsultasi dengan dosen pembimbing. Sangga pernah merasakannya.

[²] FOOLOVE: CHERISH YOU || JUDYJUN√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang