Sangga tidak punya pilihan lain selain membeberkan semuanya pada Ala. Biar bagaimanapun, Ala sudah bertanya tentang sang ibu setelah kembali ke Lombok. Sangga tidak punya jawaban lain selain, ibu kembali ke rumah Mbak. Itu tidak bohong sepenuhnya, memang ibunya sudah kembali ke sana dan yang berbeda adalah ibunya kembali untuk dimakamkan.
Ibu tidak hanya kembali ke rumah Mbah, tetapi kepada Tuhan juga. Hal itu yang belum sanggup Sangga katakan kepada Ala. Namun, pada detik ini, ketika kaki mereka berpijak ke halaman belakangan rumah, Sangga mau tidak mau harus jujur. Gundukan tanah dengan rumput liar yang mulai tumbuh dan batu nisan dengan nama sang ibu, adalah bukti bahwa wanita itu telah pergi.
"I-ini ...." Suara Ala terdengar lirih, tetapi berat. Seakan-akan ada yang tertahan di tenggorokannya.
"Al, ikhlaskan ibu, ya."
"Kenapa baru sekarang? Kenapa nggak bilang padaku dari awal?"
Ala terduduk bersimpuh di depan makam ibunya Sangga. Tangannya yang kurus memegangi nisan. Dalam hitungan detik, ia menangis terisak di sana. Untung hanya ada Sangga dan Ala. Sedangkan Mbah dan Anggi memilih tidak ikut. Sebab tidak mau melihat kesedihan Ala atau mereka akan ikut menangis lagi.
Dalam detik-detik ke depan, Sangga tidak bersuara. Melihat Ala tampak terpukul, Sangga kembali teringat lukanya. Proyeksi akan kematian ibu kembali terngiang. Saat kakaknya dan Mbah menangis. Saat Sangga memeluk jasad ibu. Saat membawa keranda ibu dan bahkan memasukkan jasadnya ke liang lahat. Hati Sangga remuk redam tatkala mengingat hal paling menyakitkan dalam hidup.
Gadis yang kini menangisi kepergian ibu adalah gadis yang lebih dahulu merasakan pedihnya kehilangan. Ia dan Ala sama, sama-sama harus merelakan kepergian wanita yang melahirkannya ke dunia. Percayalah, itu yang paling menyakitkan. Kata siapa ikhlas bisa secepat terucap? Tidak. Akan butuh waktu lamu.
"Kenapa aku harus tau sekarang, Kak?" gumam Ala seraya menyeka air matanya.
Sangga berjongkok dan merangkul Ala dengan hati-hati. "Aku akan jelaskan nanti. Sekarang kita doakan ibu, Al. Saya dan Kak Anggi juga sangat terpukul, tetapi kami diminta untuk ikhlas. Apa yang bisa saya lakukan jika Allah sudah mengambil ibu?"
Tanpa jawaban, Ala menunduk dan membasuh makam ibu Sangga dengan air dari teko yang disiapkan Mbah. Bercucuran air mata, gadis itu terus menyebutkan kata 'Ibu'. Seakan-akan yang meninggalkannya adalah ibunya sendiri, ibu kandungnya.
Dahulu ibu Sangga pernah berkata pada Ala. "Ibu ingin tetap sehat, biar bisa lihat Ala terus."
Akan tetapi, takdir Tuhan ternyata berkata lain. Ibu telah pergi. Bahkan tidak sempat melihat Ala untuk yang terakhir kali. Sangga dan Ala memanjatkan doa untuk mendiang. Walau agak berat langkah mereka, tetapi mereka tetap harus kembali dan meninggalkan makam.
Tiba di ruang tengah rumah Mbah, Sangga bergegas mengambilkan minum agar kekasihnya sedikit tenang. Sedangkan Mbah dan Anggi tidak terlihat. Mereka memilih menyibukkan diri di dapur. Sangga tahu, mereka hanya sedang menghindar dari kesedihan dan tidak mau ikut bercucuran air mata karena melihat tangis Ala.
KAMU SEDANG MEMBACA
[²] FOOLOVE: CHERISH YOU || JUDYJUN√
Romance[FOOLOVE 2] Alamanda: Ia pikir akan baik-baik saja setelah semua yang terjadi. Ternyata meskipun ia sangat mencintainya, hubungan mereka tidak akan berjalan mulus seperti yang dibayangkan. Kesalahpahaman, jarak, komunikasi, hal-hal semacam itu ikut...