18. AGAK LAIN

6 7 0
                                    

Sesampai di kampus, kini waktu masuk Reyhan dan Fiona tinggal sepuluh menit untuk masuk kelas jam pertama.

Saat mereka hendak pergi ke kelas, seorang dosen laki-laki membawa tas gandeng dan laptop, datang untuk mengajar kelas 1A ekonomi.

Tak lama, Reyhan dan Fiona duduk bersamaan di bangku kuliah. Kemudian seorang dosen yang berjalan dari belakang, sudah sampai di depan kelas.

"Assalamualaikum, anak-anak. Perkenalkan nama bapak Zhaim Iskandar atau bisa dipanggil Pak Zhaim. Hari ini pembimbing kalian menyuruh bapak mengajar Pengantar Koperasi," sapanya sambil mengenalkan diri.

"Wa'alaikum salam, Pak. Salam kenal Pak Zhaim!" balas serentak.

Zhaim mengangguk tersenyum, kemudian ia mengambil colokan kabel proyektor -- mengenai laptop. Usai tertancap terdapat materi Koperasi.

"Baiklah, sebelum memulai. Bapak mau bertanya, apakah di sini ada yang tahu mengenai koperasi?" tanya Zhaim.

"Koperasi adalah sebuah perkumpulan, untuk meminjam, membayar dan menabung. Di mana masyarakat akal melakukan koperasi dalam kebutuhan apa pun," balas Fiona.

"Sangat tepat, seratus untuk kamu? Nama mu siapa, Nak?" tanya Zhaim.

"Nama saya Fiona Woyoningrat atau bisa dipanggil Fiona. Terima kasih, Pak," balas Fiona.

"Nama yang bagus. Wait, Woyoningrat. Mengingat salah satu mahasiswa berprestasi, ditambah pemimpin BEM. Kamu adiknya Askar, 'kah?"

"Iya, Pak. Saya anak bungsu dan itu kakak saya nomor lima."

"Wah, bapak nggak menyangka kalau Askar punya adik. Ikut BEM, Nak? Hah, Askar anak ke-lima? Kamu ada berapa saudara?" heran Zhaim.

"Hehe ... sebenarnya ada beberapa dosen yang sudah tahu, tentang saya pak. Nggak pak, saya nggak minat ikut, saya mau jadi kupu-kupu aja. Iya, Pak. Ada tujuh saudara, enam laki-laki dan saya paling bungsu."

"Yah, padahal bapak berharap padamu untuk penerus Askar. Wah, produktif sekali. Ayah sama ibu masih adakah, Nak?"

"Aku sedikit introvert pak dan nggak ada jiwa pemimpin yang baik. Ayah masih ada dan kerja menjadi abdi negara, sedangkan ibu sudah almarhum gara-gara sakit."

"Inalillahi roziun, bapak turut berdukacita atas kepergian ibu mu. Wah, kerja ayahmu adalah sifat pertahanan utama. Pantas saja kalian aktif belajar, ternyata dilahirkan oleh orang yang hebat."

Fiona mengangguk tersenyum, sedangkan sembilan belas mahasiswa diam saja, melihat Zhaim yang sangat penasaran tentang keluarga Woyoningrat.

Setengah jam berlalu, waktu belajar Pengantar Koperasi telah berakhir. Kemudian, Zhaim pergi meninggalkan kelas sambil menggandeng tas ransel dan membawa laptop.

Tak lama, teman baru Fiona, datang mengajak mengobrol. "Fiona, ngomong-ngomong kamu punya enam kakak cowok, yah. Jujurly aku iri sama kamu, sedangkan aku punya kakak cewek yang sangat menyebalkan. Kakak-kakak mu sudah pada nikah belum, kalau belum ada bagi satu lah."

"Iya, Cit. Hum ... kayaknya kita sama aja, punya enam kakak cowok, ada enak dan nggak enak. Enaknya bisa ditolongin, dimanjakan dan nggak enaknya mereka itu usil. Kakak-kakak ku masih bujang semua dan belum pernah bawa pasangan sama sekali, cuman aku yang berani bawa pacar ku. Ya sudah, kamu mau kakak yang mana?" balas Fiona, lalu menunjukkan foto bareng keluarga di acara ulang tahun ibu.

"Anjay, tapi masih aman kalau ada enaknya, lah aku malah dijadiin babu, selalu disuruh-suruh bila nggak ada ayah maupun ibu di rumah. Waduh, gas aja dah kalau masih bujang-bujang. Aku mau yang pakai batik kuning, brewokan kayak orang Melayu campuran Arab," pinta Citra dengan menunjuk ke arah Aziz.

"Waduh, tapi kalau dijadiin babu ada sih sama kayak kembaran ku, namanya Folio sekarang dia duduk di kelas 1C ekonomi. Pilihan yang tepat, Kak Aziz ini orangnya baik hati, ganteng, perhatian dan pandai masak. Sekarang Kak Aziz lagi ngajar di SMA."

Citra diam saja, namun setelah mendengarkan tentang Aziz, ia malah tambah penasaran.

"Namanya Aziz, yah. Abang Aziz, btw kamu punya nomor teleponnya, nggak? Kalau ada bagilah," tanya Citra.

"Iya, Kak Aziz anak keempat. Punya sih, tapi selama ia bekerja, nggak mau diganggu, takut aura singa nya makin dominan," balas Fiona.

"Waduh, jadi Abang Aziz workaholic, yah. Ih serem, aku mau pengen lihat aura singa nya, disenggol dikit mungkin dia jadi imut."

"Iya, sih paling workaholic. Agak laen, kamu ini tapi mustahil untuk mengubah Kak Aziz jadi imut, kecuali pada adik-adiknya."

"Aku ada obat mujarab nya, gampang lah untuk dekati cowok seperti kakak mu itu."

"Hum ... ya sudah, semoga kamu berhasil mendapat nya. Nih, nomor Kak Aziz, tapi jangan beritahu aku, kalau yang ngasih nomor tersebut."

"Ok, terima kasih calon adik ipar, aku akan berusaha mendapatkan Abang Aziz."

Fiona mengangguk tersenyum, lalu ia membatin, "Terlalu percaya diri, orang ini."

Selepas mengobrol dengan Citra, tak lama seorang dosen yang gaya seperti orang dongo, berjalan menuju kursi dosen sambil membawa tas gandeng dan buku cetak.

Usai meletakkan tas dan buku cetak di kursi, kini dosen pria itu bangkit, lalu berdiri di hadapan 20 mahasiswa.

"Assalamualaikum, selamat pagi anak-anak, perkenalkan nama bapak Arif Darmawan atau bisa dipanggil Pak Arif. Hari ini bapak diberi amanah dari dosen pembimbing kalian, dengan mengajar Akuntansi 1," sapanya sambil memperkenalkan diri.

"Wa'alaikum salam, selamat pagi pak!" balas serentak, kecuali Fiona.

Fiona membatin, "Oh jadi ini yah, namanya Pak Arif. Pantes agak tolol, gaya jalan nya kayak orang aneh."

Arif mengangguk tersenyum, lalu ia memberi tiga pilihan, "Anak-anak hari ini kita, mau belajar langsung, perkenalan diri atau nyanyi bareng."

Semua mahasiswa kebingungan, kemudian Fiona membatin lagi, "Agak laen, nih dosen. Masa disuruh nyanyi bareng, dikira anak paud."

"Kita belajar langsung aja, Pak," ucap Citra.

"Mending perkenalan dulu," balas mahasiswa.

"Mending nyanyi bareng aja," tanggap Reyhan.

"Diam-diam, karena kita seorang mahasiswa demokrasi. Maka baik nya kita voting aja, baiklah untuk belajar siapa yang mau, tolong angkat tangan," suruh Arif.

Kemudian keempat mahasiswa mengangkat tangan, selanjutnya Pak Arif memberi voting lagi.

"Baiklah untuk yang mau perkenalan diri, tolong angkat tangan."

Selepas itu ada enam mahasiswa mengangkat tangan, kemudian Arif memberi voting terakhir.

"Baiklah untuk yang mau nyanyi bareng, tolong angkat tangan."

Ada sepuluh mahasiswa gila yang mengangkat tangan.

"Baiklah voting nya sudah selesai, sebab  yang pilih nyanyi bareng lebih dominan, maka hari ini kita nyanyi bareng," suruh Arif.

"Buset, ini dosen niat kerja nggak sih, masa disuruh nyanyi bareng," batin Fiona sambil geleng-geleng kepala, ditambah Reyhan yang merupakan pacarnya malah memilih ikut nyanyi bareng.

"Ya sudah, siapa yang mau nyanyi duluan?" tanya Arif.

"Saya, Pak," balas Reyhan.

"Ya sudah, buruan kamu nyanyi," suruh Arif.

Reyhan mengangguk dan bersemangat, lalu bernyanyi di kelas untuk Fiona. Fiona geleng-geleng kepala melihatnya pacarnya yang terhasut oleh Arif.

Kini kelas menjadi ribut, para dosen dan staf lain hanya bisa tutup mulut melihat tingkah Arif saat mengajar.

To be continued.

Enam Pangeran, Satu Putri [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang