EP 43 - Say it like you mean it

794 86 4
                                    

This chapter contains matured scenes, underages please be wise, hmm or just skip it 🙏🏼

..
..

"Special person, my foot." Gumam Nadia. Ia kembali teringat percakapannya dengan Regas dan Anna mengenai kemungkinan alasan mengapa Tobby membuatkannya sebuah cake, hal yang menurut mereka tidak biasa, kecuali dirinya adalah seseorang yang spesial untuknya. Saat ini Nadia meragukan dugaan mereka. Ia merasa dirinya bukan orang yang spesial bagi Tobby. Ia cukup memiliki pengalaman untuk mengidentifikasi ciri-ciri apa saja jika seorang pria sedang tertarik pada seorang wanita, in a romantic way, dan apa yang Tobby lakukan tidak pernah membuatnya yakin pada kesimpulan itu.

Terkadang Tobby membuatnya tersentuh dengan apa yang ia lakukan untuknya. Namun kemudian pria itu akan kembali meninggalkannya tanpa kabar. Seperti yang terjadi saat ini, ia tidak memberinya kabar selama seminggu penuh sejak terakhir kali mereka bertemu dan baru menghubunginya lagi tadi malam untuk memintanya bersiap pagi ini.

Pada tahap ini Nadia berkesimpulan bahwa Tobby hanya menyukainya sebagai pasangan sex kasualnya yang setara. They have the same insane dynamic in that area. It's like they have done all of that before in another life. Tanpa perlu diarahkan, Tobby tahu apa yang disukainya dan sebaliknya, Nadia tahu apa yang diharapkan pria itu darinya. It's like they successfully fulfill each other, every, single, time. Nadia thinks that kind of rizz effect is so rare to find nowdays, at least for her.

Sebenarnya sudah dua bulan berlalu sejak perjanjian 'only casual sex' tak tertulis itu mereka buat. Dan semenjak saat itu, Tobby dan dirinya kembali bertemu, tentunya untuk bercinta. Beberapa kali ketika Nadia baru pulang dari bussiness trip-nya, dan beberapa kali ketika jadwal Tobby kosong seharian di hari liburnya yang terhitung jarang itu.  One booty call and they were together again. Never a conversation or deep talks through text or call in between until they met again to have another casual 'tennis game'. Setidaknya bagi Tobby mungkin itu kasual.

Bagaimana dengan Nadia?

Bagi Nadia, itu hanya satu alasan untuk kembali bertemu dengan pria itu, untuk menghapus lelahnya setelah bekerja keras di kantor atau sesimple pelipur rasa rindunya untuk beradu argumen dengan Tobby mengenai hal-hal kecil dan sepele yang mungkin bagi Tobby adalah hal yang melelahkan namun menurutnya menyenangkan.

Menyebalkan, tentu saja, bagi seorang Nadia ini bahkan menyedihkan, karena Nadia tahu tidak ada akhir baik bagi perasaan yang bertepuk sebelah tangan.

Namun tadi malam ada yang berbeda, Tobby menghubunginya bukan untuk mengajaknya bercinta. Agenda yang telah tertunda lama itu pun akhirnya tiba. Ia akan mengunjungi keluarga Tobby di Bandung sebagai kekasihnya hari ini.

Tobby menghubunginya di tepat 1 hari sebelum agenda keberangkatan, dan itu tentu saja membuat Nadia kesal. Ia tahu dirinya tidak seharusnya merasa seperti itu karena Tobby memang tidak menjanjikan apapun padanya. Tobby hanya berkata akan mengabarinya mengenai waktu keberangkatan mereka menuju Bandung. Pria itu memang tidak mengatakan kapan ia akan menghubunginya. Mungkin bagi Tobby H-1 acara cukup, namun bagi Nadia itu kegilaan karena waktunya untuk mempersiapkan diri menjadi begitu singkat.

"And now you feel nervous like you're really gonna meet your future in laws, you're a clown Nadia.." Gumam Nadia masih mencoba memilih baju mana yang akan ia kenakan. Ini merupakan pengalaman pertama baginya mendatangi orang tua 'kekasihnya'. Semuanya diperparah karena Ia tidak bisa bercerita pada siapapun mengenai hal ini, bahkan Anna. Hal itulah yang membuatnya semakin cemas.

Sejak tadi malam Nadia bertanya-tanya mengenai apa yang harus ia lakukan? Apa dirinya harus ikut memasak bersama ibu Tobby seperti yang biasa ia lihat dalam sebuah drama korea? Jika memang seperti itu, ia merasa kehancuran image-nya sudah pasti ada di depan matanya. She can't cook at all. Dapurnya bersih tak tersentuh. Lebih tepatnya dapurnya kotor karena tidak pernah disentuh. Nadia lebih memilih menggunakan jasa catering untuk kebutuhan pangannya. Memasak tidak pernah menjadi bakatnya, ia pernah merasakan masakannya sendiri dan rasanya sungguh jauh dari kategori layak disantap. Sejak saat itu ia tahu dirinya tidak akan pernah bisa memasak makanan tanpa meracuni orang yang memakannya, so why bother?

IMPOSSIBLE ATTRACTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang