Perpisahan

392 34 8
                                    

⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐

⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.
.
.

Tok.tok..tok...

Suara ketukan terdengar, membuat First terbangun dari tidurnya. Ia melihat Khao yang masih tertidur pulas, tak tega untuk membangunkannya. Ia kemudian membuka pintu itu, dan mendapati Ayah Khao yang berdiri di hadapannya. First segera memberi salam.

"Dimana Khaotung?"

"Dia masih tidur, mungkin karena perjalanan panjang dia kelelahan."

"Bisa kita bicara?"

First mengangguk dan mulai mengikutinya.

Di ruang kerja Ayah Khao, First sangat terpana melihat banyak dokumen-dokumen perusahaan yang berbaris rapi di rak nya, dan beberapa buku yang sangat ia ingin pelajari semuanya ada disana.

"Silahkan duduk." ujar Ayah sembari ikut duduk dengan kakinya yang disilang, aura kekuasaannya begitu kuat, Khao sangat tidak mirip Ayah nya, ia lebih mirip dengan almarhum Ibunya yang lembut dan cantik.

"Apa yang ingin anda bicarakan?" tanya First segera pada intinya.

"Kau sangat cepat memahami maksud ku membawa mu kesini tanpa ditemani nya. Aku suka orang yang tidak bertele-tele seperti kebanyakan anak muda jaman sekarang."

"Saya tidak pernah bermain-main dalam segala hal yang aku inginkan. Termasuk dia, aku benar-benar menginginkannya."

"Apakah sesama pria bisa menjamin kebahagiaan?, Sedangkan perempuan dan pria pun terkadang cukup rumit untuk bersama."

First tersenyum mendengar perkataan itu, "Cinta adalah hal yang paling berharga dan kebahagiaan adalah harta terindah seseorang. Kau memiliki segalanya, namun kau tidak bisa memenangkan hati putramu. Karena kau tidak mengerti apa yang ia inginkan."

"Aku sudah memberi semuanya, harta dan segala yang ku miliki ini akan ku berikan padanya. Apa belum bisa meyakinkannya."

"Uang dan kekuasaan mu tidak pernah menjamin kebahagiaannya, dia hanya menginginkan Cinta dan kasih sayang mu. Dia ingin seorang Ayah yang peduli pada perasaannya dan perhatian pada setiap keputusannya. Aku rasa orang cerdas seperti Om bisa memahami apa yang aku katakan."

Ayah hanya diam dan lebih dalam berpikir tentang apa yang First ucapkan. First pun kembali ke kamar dan meninggalkan Ayah Khao.

"Anak muda yang menarik." gumam Sang Ayah.

.
.
.

Di kamar, First menemukan Khao yang sudah terbangun dari tidurnya.

"Kau dari mana?"

"Aku lapar, jadi aku mencari dapur. Tapi aku malah bingung, rumah mu terlalu besar." First mengeluh.

"Ohh, baiklah, Aku akan membuatkan mu makanan. Ayo kita turun."

My Rival Is Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang