Chapter 050

5.1K 370 82
                                    

Bab terakhir dari cerita ini guys, yuk langsung dibaca.

Bacanya pelan pelan aja, karena ini bab nya lebih panjang dari sebelumnya.

Bacanya juga ambil tempat yang nyaman, dikamar contohnya dan jangan lupa sediakan tisu:) disarankan buat dibaca malam guys setelah selesai teraweh:)

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM!!
.
.
.
.
.

"Terimakasih karena sebelumnya telah banyak memberiku kebahagiaan. Kini aku tahu, salah satu bentuk dari mencintai adalah merelakan ia pergi."

"Deviana Natasya Gabriel"

*****

Devi dan Gibran berjalan cepat di lorong rumah sakit yang panjang. Malam ini lorong itu tampak berbeda karena lebih sepi daripada biasanya. Langkah kaki mereka berdua bergema di sepanjang lorong.

Devi menekan gagang pintu kamar Afan lalu mendorong pintu berwarna putih itu, hati Devi semakin berdebar tidak beraturan setiap detiknya.

Begitu melihat kedatangan Devi, Afan langsung tersenyum ke arahnya. Afan dikelilingi seorang dokter dan dua suster yang sepertinya sedang memeriksanya. Senyum Afan terlihat sempurna seperti biasanya.

"Aku, tidur dulu yaaa" Devi bisa mendengar ucapan itu samar samar, meskipun pelan. Afan tersenyum,terlihat senyum itu masih sempurna seperti biasanya. Tapi sedetik kemudian senyum itu mulai mengendur, mata Afan tertutup.

Devi memandangi Afan dengan raut wajah bingung. Devi meyakinkan hatinya bahwa laki-laki itu hanya tertidur seperti ucapannya, atau dia baru saja diberi obat penenang dan sekarang obat itu bereaksi. Tapi kenyataan di depan mata Devi menunjukkan hal sebaliknya. Devi bisa lihat dengan jelas, walaupun dia masih tidak bergerak dari ambang pintu, wajah Afan sekarang bertambah pucat.

Devi mulai sadar dengan apa yang ia lihat ketika Linda, Mama Afan menangis sambil mengguncang-guncang tubuh anaknya. la menangis sambil terus memanggil-manggil nama Afan. Devi juga bisa lihat Aditya, papa Afan tengah berusaha menenangkan Linda dengan mengusap bahu dan punggungnya dari belakang. Hanya ada garis lurus di monitor jantungnya.

Terlihat juga Kevin yang menangis meronta di pelukan Rakha, Eby dan Rehan. Mereka bertiga pun tidak terlalu kuat menahan tubuh Kevin yang memberontak kuat dan menangis saat kenyataan bahwa Afan pergi meninggalkannya benar benar didepan matanya. Sedangkan Cantika, dia menangis sesegukan dipekukan Mala yang juga menangis. Cantika yang notabene nya adalah teman kecil dan kakak sepupunya, pasti akan merasa terpukul akan kehilangan besar ini. Apa lagi Afan adalah cinta pertamanya, cinta yang mengajarkan apa itu kata ikhlas. Dia menangis sejadi-jadinya di pelukan Mala, Cantika sungguh tak kuasa menahan rasa sakit yang menyeruak di hatinya.
Semuanya tampak semakin nyata dimata Devi saat salah seorang suster menarik selimut berwarna biru laut di atas tubuh Afan sampai menutupi wajahnya.

Afan meninggalkannya. Devi rasa dia sudah pergi meninggalkannya, Afan tidak lagi bergerak. Tubuhnya terbaring kaku di balik selimut yang menutupi wajahnya.

Devi seperti kehilangan kesadarannya saat itu, dia seperti tidak tau ada di mana atau kapan dia berdiri. Semua ototnya kaku, Devi tidak sanggup bergerak sedikit pun. Tapi dia masih bisa mandengar teriakan dan tangisan Linda, Kevin dan Cantika.

Hawa duka langsung memenuhi kamar Afan. Dokter dan kedua suster kemudian meninggalkan mereka untuk memberikan privasi.

Devi berjalan dengan perlahan. Walau dia seperti tidak sadar ke mana sebenarnya melangkah. Rasanya kakinya tidak menapak lantai dengan mantap. Devi membuka selimut yang menutupi wajah Afan. Linda yang masih menangis, menarik dan memeluk Devi, dengan lembut Devi melepaskan pelukan Linda. Devi menatap mata Afan yang tertutup rapat. Devi merasakan usapan lembut tangan Linda di punggungnya. Tapi Devi tetap tertuju pada wajah Afan, menunggu matanya terbuka dan kembali menatapnya. Tapi semakin lama Devi menunggu, luka di hatinya semakin terasa nyeri.

GENGSTER BUCIN 2 (DEFAN) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang