Episode 10 : Harga diri

2.6K 258 4
                                    

Sudut pandang Jennie.

Sebenarnya aku tidak begitu mengerti mengapa aku berada di kantor polisi bersama Lisa.

"Aku pikir wanita yang melompot itu adalah dia..." Aku memutar mataku saat Lisa menunjuk wajahku dengan cemas. "Jadi aku berlari ke atas dan...ya wanita itu sudah terjatuh." Terangnya dengan wajah penuh penyesalan.

"Bagaimana dengan anda. Nyonya Kim?" Polisi mudah berambut hitam bertanya padaku.

Aku duduk dengan tenang sambil menyilangkan tangan. "Saya tidak punya janji dengannya dan tentu saja saya tidak tahu ada seorang wanita yang akan bunuh diri." Lisa menatapku dengan bingung, begitupun dengan polisi mudah itu. "Begini...aku sempat naik ke atas tapi sebelum membuka pintu aku kembali turun untuk membeli beberapa beer, kamu bisa melihatnya..." Aku menunjuk pelastik kresek hitam di atas meja. "Kemudian aku singgah ke kamarku untuk mengambil handphone dan menghubungi Ayahku, kalian bisa mengechek CCTV hotel untuk memastikan semuanya."

"Anda tidak tahu apa yang terjadi di luar?"

"Tidak, karena aku datang dari gerbang belakang hotel. Itu tidak bertepatan dengan kejadian, aku datang ke atas dan sudah melihatnya menangis seperti bayi." Lisa memandangku dengan tatapan tajam.

"Aku pikir itu kamu! Tidakkah kamu tahu betapa khawatirnya aku?"

Aku bisa melihatnya dengan jelas di matamu Lisa. Tapi, apa menurut kalian aku akan melakukan hal bodoh itu? Dia benar-banar tidak berubah.

"Saya sudah menjelaskan semuanya, bisakah saya pergi?" Aku membuang wajahku dari tatapan Lisa dan bertanya pada petugas. "Saya seorang pengecara, tapi jika itu tidak bisa meyakinkanmu saya akan hubungi pengecara saya."

"Tidak perlu. Saya mengenal anda."

Aku berdiri dan mengambil kantongan plastik milikku.

"Bagaimana denganku?"

"Anda perlu tinggal Nona Manoban, kami membutuhkan keterangan anda lebih detail."

"Astaga, aku benar-benar sibuk."

Aku tersenyum mendengar keluhannya sebelum meninggalkan wanita itu di kantor polisi. Lisa masih sama, tidak ada yang berubah darinya setelah 10 tahu perpisahan. Dia masih kekanak-kanakkan dan menyebalkan, sedikit dewasa. Kemunculannya yang tiba-tiba di kelas pertamaku mengajar adalah hal yang sangat mengejutkan, tentu saja itu membuatku tidak berdaya.

Lisa bukan seseorang yang mudah untuk aku lupakan, tapi melihat proses 10 tahun untuk melupakannya adalah hal yang baik, aku memiliki suami dan aku mencintainya. Tapi entah mengapa semuanya berantakan dan Lisa mengetahui itu.

Aku membuka kaleng beer dan meneguknya. Aku duduk di taman kota bersebrangan dengan kantor polisi. Jisoo turun dari mobilnya dan bergegas memasuki kantor polisi. "Mereka masih bersama." Aku tersenyum dan turun bahagia. "Teman yang setia."

Malam semakin dingin, tapi entah mengapa dan alasan apa yang membuatku tetap duduk di luar menunggu Lisa. Tepat saat kaleng beer terakhirku habis Lisa dan Jisoo keluar dari kantor polisi.

Dari kejahuan aku bisa melihat bagaimana ekpresi kekecewaan, marah dan sedihnya bercampur yang membuat rasa frustasi pada wajahnya. Dia masih saja sama, kakinya masih gemetar saat berada dalam situasi yang berantakan.

"Jennie.." Aku bisa mendengarnya saat matanya menangkapku sedang berjalan ke arah mereka. Lisa memaksakan kemarahannya padahal terlihat jelas simpul senyum hampir terbit. "Bagaimana bisa kamu masih di sini.?"

Aku mengabaikan tatapannya dan menuju Jisoo. "Senang bertemu denganmu...lagi, Jisoo." Jisoo menerima jabatan tanganku.

"Aku juga, Jennie Kim." Katanya tersenyum.

"Lisa..." Aku berkata dan dia terlihat terkejut karena nada suaraku yang tinggi. "Pertama aku ingin mengucapkan terimakasih karena kamu mengurus berita tentang perselingkuhan Suamiku." Dia kembali terkejut, aku tidak perduli lagi bagaimana aku memilih kata yang pantas untuk suamiku, perselingkuhannya sudah ketauan oleh Lisa jadi aku tidak perlu menutupinya.

"Itu tidak-"

Aku memotong kalimatnya. "Kedua, jangan mengawasihku 24 jam dalam sehari...itu membuatku kesal." Sejujurnya aku mengetahui dia memerintahkan seseorang untuk mengawasi pergerakanku dan itu sangat menyebalkan.

Lisa tertawa gugup. "Ketiga, aku tidak ingin ada urusan apapun denganmu lagi, ku harap kamu mengerti maksudku." Aku memandangnya dengan tatapan yang serius, berharap dia dapat menangkap maksut dan tujuanku.

"Apa-apaan ini, aku bahkan tidak kamu berikan kesempatan untuk menjelaskannya." Lisa marah, dia kecewa dan aku menyangkal kepeduluiannya terhadapku.

"Jisoo, aku tahu kamu bekerja untuknya jadi ku harap kamu dapat menjelaskannya untukku." Jisoo menatap Lisa kemudian menatapku.

"Bisakah kamu tidak menjadi egois?" Lisa tertawa tanpa humor menyebabkan keheningan di antaran kami. "Dengar Jennie, aku tidak ingin perduli denganmu tapi sikapmu padaku membuatku ingin terus mengawasimu."

"Kedua-" Dia menyela seperti yang aku lakukan padanya. "Aku menutup kasus suamimu karena itu menurunkan saham perusahaanku. Saham ULO hampir turun 3% karena beritamu."

Aku terkejut, sebanyak itu efeknya untuk ULO?

"Selain itu..." Dia mengatupkan rahangnya dengan keras. "Aku mengerti semua penjelasanmu!"

"Bagus." Kataku. "Kalau begitu aku tidak perlu berlama-lama di sini." Aku berpamitan dan berjalan menjauh dari mereka. Terdengar dari jauh Lisa mengerang frustasi dan dia menendang angin berulang kali.

"Wanita menyebalkan." Kalimat terakhir  yang aku dengar sebelum aku memasuki taksi.

Sebenarnya aku malu bertemu dengan Lisa dengan keadaan seperti ini. Rasa percaya diriku tinggi tapi ketika dia melihat Kai selingkuh itu membuat harga diriku yang tinggi jatuh sejatuh-jatuhnya. Aku menghindari Lisa karena aku tidak tahu harus bersikap, dia baik tapi dia mengejek.

Segalanya terasa hambar untuk saat ini, pria yang ku yakini bisa menjadi suami terbaik dalam hidupku menghancurkan mimpiku.

Tentu saja aku kecewa, aku memilihnya karena aku mencintainya. Dia baik, romantis, ambisius , pintar dan pekerja keras. Dia pria yang memahami dengan lembut, memperlakukanku selembut kapas dan menjagaku seperti bunga. Perbuatannya membuatku hancur berkeping.

"Hallo..." Aku menarik napas saat menjawab panggilan dari Kai.

"Jennie, sayang. Bisakah kita berbicara? Aku ingin mengatakan sesuatu."

Sebenarnya, aku ingin memberikannya kesempatan. Memaafkannya dan memperbaiki yang salah. Sepenuhnya aku tidak menyalahkannya atas perselingkuhannya, dia kesepian dan aku tidak ada di sana selama dua tahun. Aku mengerti, tapi...

"Apa lagi yang ingin kamu bicarakan? Kita sudah selesai Kai." Aku menunduk memperhatikan sendal jepitku. Rasanya semua seperti mimpi, aku tahu Kai menginginkan seorang anak tapi aku belum siap. Jadi aku pikir semuanya masuk akal ketika perempuan itu mengatakan dia hamil.

"Beri aku kesempatan Jen. Aku ingin memperbaikinya...wanita itu hanya penghibur bagiku saat kamu sedang pergi. Tapi aku tidak berniat untuk menikahinya."

Bagi mereka sangat gampang untuk memanfaatkan orang lain lalu membuangnya saat mereka tidak lagi butuh. Itulah sikap yang aku tangkap dari Kai saat ini, dan itu mengejutkan bagiku. Andai benar dia hanya mencari penghibur aku akan memaafkannya dan kembali demi rumahtangga, tapi wanita itu Hamil. Kenyataan itu membuatku hancur sebagai seorang wanita sekaligus istri.

"Jennie, aku yakin itu bukan anakku. Beri aku waktu dan aku akan membuktikannya padamu."

Jika benar itu bukan anaknya Kai, lalu apa yang akan aku lakukan?

Memberinya kesempatan atau aku harus tetap pergi demi harga diri ?

****









STORIES FROM THE SKY [JENLISA] COMPLETETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang