"Alunan piano itu...menyelamatkan hidupku. Melodi yang membangunkan aku dari mimpi terburuk serta mampu menenangkan amarahku."
***
Di suatu tempat, 2015.
Tangguh, nama laki-laki itu. Ia mencoba menenangkan amarah yang kini mulai menyeruak. Amarah yang perlahan membakar kepala. Kemarahan itu memanas, sampai-sampai membuat sekujurnya tubuh bergetar. Ia mengepalkan tangan lalu melabuhkan pukulan ke dinding kamar. Laki-laki itu berteriak kesal. Suaranya menggema memenuhi ruangan itu. Ia mengambil sebatang rokok dan menyilapnya dengan korek. Bersamaan dengan emosi yang membara, ia hisap rokok itu.
Rintik hujan perlahan turun malam ini. Tangguh membuka jendela kamar, seketika hawa dingin dari luar masuk dan menyebar memasuki ruangan yang sekarang terasa sesak karena asap rokok. Kantung netranya berusaha kuat membendung luapan air mata sedari tadi. Sesak di dada terus menusuki jantungnya tanpa ampun.
Bbruuk...
Pandangan mata Tangguh perlahan memudar, ia merasakan sakit luar biasa pada bagian kepala belakangnya. Rasa itu kian memberat, membuat dirinya tersungkur hingga kehilangan kesadaran. Tak lama berselang, darah segar keluar dari robekan luka di kepalanya itu.
"Ku harap kau tidak akan pernah menghirup napas lagi," ujar seseorang yang dengan sengaja memukul kepala Tangguh menggunakan tongkat besi. Orang itu meraba pergelangan tangan Tangguh. Ia tersenyum ketika tak merasakan denyut nadi pada titik itu. Ia kemudian pergi meninggalkan Tangguh yang terkapar di lantai.
***
Suara kicauan burung bersahutan pagi ini. Beberapa cahaya dengan bebasnya menerobos celah ventilasi sebuah ruangan berwarna putih bercampur krem. Ruangan itu tertata rapi sekali. Sebuah ruangan yang seolah didesain seperti aula kecil untuk latihan musik. Di tengah ruangan terdapat piano akustik berwarna hitam serta beberapa tanaman kaktus yang terpajang hampir di setiap sudut.
Seorang gadis membawa partiture piano masuk ke ruangan tersebut. Matanya terbelalak melihat seorang pria yang tergeletak di dekat piano. Ia kemudian mendekati pria itu dan mencoba memanggil serta berusaha membangunkannya namun tak ada respon apapun. Puncak kekhawatirannya kian bertambah setelah ia melihat luka robek yang menganga serta gumpalan darah yang sudah mengering di belakang kepala pria itu.
Gadis itu berteriak memanggil seseorang. "Dokter Diaz! I need your help." Suaranya terdengar menggema.
Tak lama setelah ia berteriak meminta bantuan, seorang pria paruh baya berlari memasuki ruangan dengan cepat. Ia terkejut menyaksikan seorang pria yang tak sadarkan diri berada di dalam ruangan itu. Ia mendekati gadis yang memanggilnya dengan penuh tanda tanya.
"Aku tidak tahu mengapa dia bisa berada di sini. Terdapat luka di bagian belakang kepalanya Dok," ungkap si gadis.
Dokter Diaz langsung memeriksa keadaan pria itu. "Sebaiknya dia dibawa ke kamar tamu. Aku akan membawa beberapa peralatan hecting untuk menjahit lukanya di sana."
"Aku akan panggil Pak Joni. Biar dia bantu memindahkan orang ini ke kamar tamu". Gadis itu keluar dari ruangan dan meminta bantuan pada Pak Joni yang tengah membaca koran di halaman rumah depan. Sesampainya di sana, si gadis memberitahu Pak Joni apa yang terjadi, dan mereka berdua bergegas menuju ruangan tempat laki-laki itu ditemukan.
Laki-laki itu akhirnya dibawa ke kamar tamu oleh Pak Joni dan mendapat beberapa tindakan medis pada lukanya. Ia juga mendapatkan terapi cairan infus untuk mengganti cairan yang hilang akibat perdarahan yang disebabkan oleh luka robek di kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unbroken Flower
FanfictionAbout time barred between Them Sinopsis singkat: Ini adalah kisahku. Kisah bagaimana sebuah peristiwa di luar logika terjadi. Bisa kau bayangkan? Aku tak sengaja terdampar di tahun 1970 dan bertemu seorang gadis yang diasingkan keluarganya karena pe...