The mission

23 7 5
                                    

"Kondisi Tangguh di hari ketiga sudah membaik. Selama pemantauan tiga hari terakhir ia tidak menunjukkan tanda-tanda yang harus diwaspadai. Hari ini Tangguh boleh pulang," ujar dokter penanggungjawab itu dengan percaya diri.

Mendengar penjelasan tersebut, Ambarleka dan keluarga merasa bahagia. Mereka tak berhenti menyunggingkan senyum saat menyimak penjelasan dokter terhadap kondisi Tangguh hari ini.

"Tangguh, jika merasa pusing, atau mengalami penurunan kesehatan, cepat-cepat datang rumah sakit ya," tambah dokter itu.

Tangguh mengangguk. Ia mematung duduk di sofa dan sesekali ia melihat ke jendela. Ia sudah terlalu bosan menatap panorama kamar perawatannya. Dokter itu keluar dan seorang perawat mendekati Tangguh. "Infusnya saya lepas ya," ujarnya dengan senyuman yang ramah.

Tangguh menyerahkan tangannya yang terpasang infus pada perawat. Dengan terampil, perawat perempuan itu mulai melepas infus pada tangan Tangguh dengan hati-hati. Setelah selesai, perawat keluar dan meminta salah satu keluarga ikut ke nurse station untuk menyelesaikan administrasi. Om Luki dan Naomi mengikuti perawat itu, sementara Ambarleka, Pak Suparman, dan Bi Inah membereskan semua barang-barang mereka yang ada di kamar perawatan.

Tangguh menekan perban lengket berwarna putih yang menempel pada bekas tusukan infus di tangannya. "Kita akan pulang kemana Bun?" tanya Tangguh.

Ambarleka menoleh pada Tangguh. "Ayahmu sudah menyewa satu rumah yang tak terlalu jauh dari rumah sakit ini. Jadi kita akan tinggal di sana sementara waktu," katanya sambil memasukkan beberapa potong pakaian ke dalam koper.

Tangguh menatap Ambarleka. Ia perhatikan betul wajah lelah saudara kembar almarhumah ibunya. "Jadi, berapa lama aku sudah di rumah sakit ini?"

Ambarleka menutup koper itu dengan menarik zipper. Ia menghampiri Tangguh dan duduk di samping laki-laki itu. "Lima bulanan. Kau koma sudah lima bulan," jelasnya.

Ekspresi Tangguh mendelik seakan tak percaya. Ia mengela napas. Seingatnya, ia bekerja pada Galuh baru masuk bulan ketiga. Ia menghela napas dan tak mau ambil pusing perkara perbedaan waktu yang terjadi saat ia koma dan saat terdampar di tahun 1970. "Lumayan lama juga ya," kata Tangguh.

Ambarleka menaikkan alisnya. "Tangguh, kamu mau ya tinggal bersama Bunda? Kau akan pindah ke kota di mana Bunda tinggal. Dan maafkan Bunda karena waktu itu sempat membuatmu bersedih," kata Ambarleka. Ia menjelaskan alasan di balik kepergiannya beberapa tahun silam.

"Tapi sekarang, Bunda janji. Bunda akan merawat kamu. Bagaimanapun kamu adalah anak Bunda juga. Dan setiap kali melihat senyummu, bunda selalu ingat senyum Mamamu." Ambarleka menatap Tangguh dengan perasaan bahagia.

"Tapi Bun, ada yang harus aku selesaikan," kata Tangguh.

Kalimat itu sontak membuat Ambarleka penasaran. Senyumnya memudar perlahan. "Kuliahmu? Atau soal Richard?"

Tangguh terdiam sejenak. Ia kemudian menatap Ambarleka. "Ada banyak yang ingin kuselesaikan di sini Bun. Mulai dari kuliah, Richard, dan yang lainnya."

Ambarleka menghela napas. "Bunda sudah bicara dengan Ayah, kau boleh meninggalkan kuliahmu dan mengikuti kompetisi piano seperti yang kau mau. Bi Inah sudah cerita semuanya sama Bunda. Kau tak suka kuliah arsitektur dan kau lebih memilih menjadi seorang pianis. Bunda sudah tahu," ungkap Ambarleka.

Ambarleka terpaku menatap Tangguh. Ia masih khawatir dengan kondisi laki-laki itu. "Tapi...Jika kau harus berhadapan dengan Richard lagi, Bunda gak bisa biarin itu Nak. Kau tahu sendiri, dia yang menyebabkanmu seperti ini. Dia berbahaya. Bunda gak mau kehilangan kamu," lirih Ambarleka.

Tangguh tersenyum. Ia pegang tangan Ambarleka sembari menatap mata saudara kembar almarhum ibunya dengan penuh kepastian. "Aku bisa jaga diri Bun. Aku hanya mau bertemu dengan dia sebelum aku pindah. Aku ingin menemui Richard dan Tante Tyas. Aku ingin berdamai tak hanya dengan mereka, tapi aku ingin berdamai dengan kebencianku atas mereka berdua, aku ingin berdamai atas kemarahan yang terus menggerogoti kepalaku. Aku ingin berdamai dengan segala hal tentang mereka yang membuat hidupku gusar."

Unbroken FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang