Got that key

23 7 0
                                    


Setelah pertemuan dengan Zaneta satu bulan yang lalu, Tangguh kembali menjalani hari-hari seperti biasa. Ada perasaan kosong yang ia tengah rasakan. Kini ia belajar untuk menipu dirinya. Ia berpura-pura baik-baik saja dan berusaha mengabaikan rasa kosong yang bertubi-tubi menyerang jiwa.

Tangguh menjalani hari-hari dengan sepi. Kesepian ini tampak berbeda. Ia tak terbiasa dengan rasa itu. Kesepian yang terasa amat berat beradu dengan kekosongan jiwa yang ia rasakan. Parahnya, laki-laki itu tak tau bagaimana mengatasi apa yang tengah dirasakan kini. Ia nyaris hilang harapan untuk menemukan informasi mengenai keluarga Ekawira dan Dokter Diaz. Rasanya seperti tak ada jalan keluar yang bisa ia tuju.

Jadi, sebagai manuisa yang rapuh, jangan pernah hilangkan harapanmu. Meskipun dunia dan seisinya mencoba menelan harapan itu.

Kata-kata itu masih tersimpan rapi di kepala Tangguh. Kata-kata dari Galuh yang membuat ia tak kuasa memadamkan harapannya. Tangguh masih terus berharap suatu saat nanti akan mendapatkan informasi yang tengah ia cari.

***

Tangguh melangkahkan kaki ke kampus. Ia membawa beberapa berkas bab empat yang memuat hasil penelitian. Laki-laki itu menuju ruangan dosen pembimbingnya dan melakukan konsultasi terkait berkas yang ia bawa. Bu Naimah kembali memeriksa berkas hasil penelitian milik Tangguh. Beberapa dari penulisan berkas itu masih harus direvisi. Setelah selesai, Tangguh keluar dari ruangan dan menuju parkiran motor fakultas.

Satu notifikasi menggetarkan ponsel Tangguh. Ia mengeluarkan ponsel yang sedari tadi berada di saku jaketnya. Ia antusias ketika melihat pemberitahuan email dari Zaneta. Dokter muda itu mengajak Tangguh bertemu di Cafetaria Rumah Sakit Diamond di meja nomor 05 pukul dua siang.

Tangguh melihat keterangan waktu sudut kiri atas layar ponselnya. Sekarang menunjukkan pukul satu siang. Tanpa pertimbangan apapun laki-laki itu segera mengendarai motornya menuju lokasi yang di tulis oleh Zaneta.

Sesampainya di sana, Ia duduk seperti biasa dan menunggu kedatangan dokter muda itu. Ia penasaran apa yang membuat Zaneta mengajaknya bertemu. Hatinya menerka-nerka sendiri. Apakah Dokter Anwar sedang berada di rumahnya? Pertanyaan itu mendominasi kepala Tangguh saat ini.

Lima belas menit berlalu. Zaneta datang dan duduk berhadapan dengan Tangguh. Ia melepas stetoskop yang sedari tadi melingkar di lehernya. "Sorry ya agak lama. Biasalah aku harus operan jaga dengan temanku," ujar Zaneta sambil memasukkan stetoskopnya ke sebuah ransel. Gadis itu mengeluarkan sebuah buku tebal dari ransel itu kemudian meletakkannya di atas meja.

"Maafnya baru bisa ngabarin kamu sekarang. Jadwalku padat sekali. Tugas pada numpuk. Aku gak sempet buat kabarin kamu lagi," katanya sembari tersenyum.

Tangguh membalas senyuman itu. "Tidak apa-apa. Memang kehidupan dokter muda sesibuk itu."

Zaneta menaikkan alisnya dan tertawa kecil. "Ah, iya. Kau benar. Tangguh, sebenarnya siapa kau ini? Mengapa bisa kejanggalan ini terjadi padamu?"

Laki-laki itu menatap Zaneta. "Aku pun bingung. Itulah kenapa aku mencari tahu soal ini. Apakah aku hanya bermimpi selama koma, atau aku benar-benar berteleportasi ke tahun 1970."

Zaneta menyodorkan sebuah buku usang kepada Tangguh. "Kurasa, buku ini bisa membantumu. Ini jurnal harian kakekku. Di dalamnya tertulis semua informasi mengenai Galuh."

Tangguh terbelalak saat mendengar penjelasan dari Zaneta. Ia ambil buku itu dan memasukkannya ke dalam ransel.

"Tangguh, maaf ya. Aku kira awalnya kau hanya penguntit keluarga kami. Aku juga berpikir kalau kau sedang berbohong waktu itu. Tapi semuanya terpatahkan setelah aku membaca jurnal yang ditulis kakekku sendiri," cakap Zaneta.

Unbroken FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang