Malam ini hujan turun dengan deras. Tangguh sengaja tidak membuka buku tua yang di berikan oleh Zaneta siang tadi. Tangguh baru saja menyelesaikan revisi bab empat yang memuat hasil penelitiannya. Ia menutup laptop itu dan membuk laci meja kerjanya. Ia mengambil buku usang milik Dokter Diaz.
Ia pandangi setiap detail buku tua yang nyaris termakan waktu itu. Ia menghela napas dan memberanikan diri membaca buku tersebut. Pada awal halaman tertulis kalimat dr. Diaz's Journal. Ia kemudian membalik lembaran itu dan mulai membaca satu persatu halamannya.
***
02 September 1969
Nama gadis itu Galuh. Dia seusia dengan anakku, Anwar Diaz. Aku akan menjaganya di sini. aku akan memantau kondisinya. Bagiku, ia sudah kuanggap anak sendiri. Kedua bola matanya mengingatkan aku pada mendiang ayahnya. Anak yang malang dengan semua beban hidup yang harus dipikulnya sendiri. Nak, percaya padaku. Suatu saat nanti kau akan sembuh dari penyakit ini. Aku ingin melihatmu hidup bahagia dan bebas, seperti elang yang terbang tinggi di atas awan! Jadilah manusia tegar, Galuh.
Tangguh tersenyum membaca kalimat pembuka buku itu. Ia tak menyangka jika Dokter Diaz telah menganggap Galuh seperti anaknya sendiri. Pantas saja Dokter itu terlihat sangat tulus melayani Galuh. Jari- jemari Tangguh membalik lembar berikutnya.
24 Oktober 1969
Inisiatif Meli untuk membuka lowongan kerja bagi orang yang bersedia menjadi asisten pribadi diterima oleh Tuan Pradipta. Aku sangat senang dengan ide itu. Kuharap dengan adanya asisten pribadi yang bisa menemani Galuh, anak itu tak terlampau sepi.
30 Oktober 1969
Nurhaliza, gadis seumuran dengan Galuh mengundurkan diri sebagai asisten pribadi untuk Galuh. Ia baru bekerja 3 hari dan mundur setelah tahu jika Galuh menderita TBC. Hal ini terjadi karena stigma penyakit itu. Semuanya bersatu padu dengan ketidaktahuan masyarakat awam mengenai Tuberkulosis. Sabar ya Nak, nanti pasti ada yang mengisi posisi itu suatu hari nanti.
04 Desember 1969.
Hari ini aku membawa Galuh untuk menemui dokter spesialis paru. Di bulan keempat pengobatannya, Galuh mulai membaik dari segi klinis. Hal ini ditandai dengan angka indeks masa tubuh yang terkategori ideal untuknya. Nafsu makannya juga membaik jika dibandingkan dengan bulan pertama pengobatan, kini wajah Galuh mulai bercahaya. Aku ingat dulu di bulan pertama pengobatan, ia amat kurus, wajahnya tampak pucat pasih, demam naik turun, dan mengeluh tulang belakangnya sakit. Di bulan keempat ini keluhan demi keluhan itu mulai tersisih.
06 Februari 1970
Hingga detik ini, tak ada satu orang pun yang bersedia mengisi posisi lowongan kerja sebagai asisten pribadi Galuh. Sudah tercatat lebih dari lima belas orang mengundukan diri setelah mereka tahu jika Galuh menderita TBC.
24 Mei 1970
Secara misterius dan penuh tanda tanya, seorang laki-laki bernama Tangguh ditemukan tergeletak di ruang musik Galuh. Terdapat luka robek di kepala bagian belakang. Dan secara tiba-tiba, ia bersedia menjadi asisten pribadi Galuh.
25 Juli 1970
Kehadiran Tangguh ternyata membuat Galuh tersenyum lagi. Aku bisa merasakan kebahagiaan yang tengah dirasakan oleh Galuh saat bersama Tangguh. Laki-laki itu tak takut dengan penyakit Galuh. Ia amat pemberani dan tulus membantu Galuh. 24/7 dia selalu siap sedia jika dibutuhkan. Terimakasih Tangguh, telah membuat Galuh melupakan sejenak bebannya.
***
Mata Tangguh kembali membaca bagian demi bagian yang tertulis di kertas yang berwarna putih kekuningan itu. Kini ia sampai pada bagian yang menurutnya amat sakit untuk dibaca. Dadanya sesak membaca kalimat yang tertulis pada catatan Dokter Diaz. Ini adalah bagian saat dirinya menghilang secara tiba-tiba dari kehidupan Galuh...
KAMU SEDANG MEMBACA
Unbroken Flower
FanfictionAbout time barred between Them Sinopsis singkat: Ini adalah kisahku. Kisah bagaimana sebuah peristiwa di luar logika terjadi. Bisa kau bayangkan? Aku tak sengaja terdampar di tahun 1970 dan bertemu seorang gadis yang diasingkan keluarganya karena pe...