Full of questions.

36 10 2
                                    

Hari menjelang sore. Galuh mengajak Tangguh kembali ke rumah. Sepanjang jalan, pikiran Galuh tertuju pada pengakuan yang diucapkan Tangguh beberapa jam yang lalu. Otaknya terus berpikir apakah ada manusia yang bisa melakukan teleportasi? Jika iya, bagaimana caranya? Mengapa Tangguh bisa terdampar di tahun 1970? Apa alasan di balik itu semua? Semua pertanyaan itu mulai berlalu lalang di kepala Galuh.

Setibanya di rumah, langkah mereka berdua terhenti saat melihat Mba Meli yang sedang duduk di sofa ruang tamu. Wanita itu mengerutkan kening dan menopang dagu lalu menghembuskan napas yang panjang seolah melepaskan beban yang sedari tadi ia pikul. Galuh melihat Bi Ratmi dan Karsan menundukkan kepala dengan raut muka datar. Galuh sudah menduga dua orang pembantunya itu pasti telah menjadi sasaran kemarahan Mba Meli. Dokter Diaz hanya bisa terdiam melihat kedatangan Galuh dan laki-laki itu pasca menghilang beberapa jam yang lalu.

"Dari mana saja kamu?" Tanya Mba Meli pada Galuh.

"Aku dari toko buku. Membeli novel dan juga beberapa buah naga," jawab Galuh dengan tenang.

Mata tajam Mba Meli melirik Karsan. "Karsan, periksa keranjang belanjaannya".

Karsan melangkahkan kaki mendekati Tangguh dan mengambil keranjang belanjaan yang dijinjing Tangguh. Satu per satu, barang yang ada di keranjang itu dikeluarkan oleh Karsan. Ia memperlihatkan semua isi keranjang tersebut kepada Mba Meli mulai dari tiga novel, dan lima buah naga. Melihat itu semua, Mba Meli bernapas lega.

"Berapa kali sudah kubilang, kau tak perlu keluar rumah jika ingin mendapatkan barang-barang ini. Kau bisa minta tolong pada Karsan, Dokter Diaz, atau juga Bi Ratmi."

"Mba lupa ya? Karsan tidak bisa mengemudikan motor ataupun mobil, Dokter Diaz ada praktik di kliniknya hari ini, dan Bi Ratmi tidak tahu jenis novel yang aku inginkan. Lagi pula, terkadang aku bosan harus berdiam di rumah terus," keluh Galuh.

"Di luar banyak polusi. Belum lagi, tidak ada yang menjamin udara di luar sana sehat untukmu." Mata Mba Meli melirik ke arah Tangguh. Ia kini menyoroti Tangguh dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Oh iya, siapa laki-laki ini? Mengapa dia bisa bersamamu?"

"Dia asisten pribadiku," jawab Galuh dengan yakin.

Mba Meli terkejut mendengar jawaban itu. "Bukannya seharusnya asisten pribadimu perempuan?"

"Mba Meli, bukankah kau sudah tau, sudah lebih dari lima belas asisten pribadi Galuh mengundurkan diri? Kasihan Galuh, dia kesepian dan butuh teman. Aku rasa laki-laki ini akan menjadi teman baik untuk Galuh, dan ini akan baik untuk kesehatan psikis Galuh," ujar dokter Diaz.

Mba Meli terdiam mendengar perkataan Dokter Diaz. "Well, siapa namamu?" tanya Mba Meli pada Tangguh.

"Tangguh. Nama saya Tangguh Auriga."

"Berapa umurmu?"

"23 tahun."

"Apa latar pendidikanmu?"

"S1 Arsitektur. Tapi sekarang aku harus mencari biaya untuk menyelesaikan semester akhirku. Maka dari itu aku mengajukan diri menjadi asisten pribadi Galuh."

Mba Meli kini melirik Dokter Diaz. "Dokter Diaz, periksa status kesehatan Tangguh. Jika terdeteksi ada komorbid apapun, dia tidak akan diterima di rumah ini," ucap Mba Meli dengan tatapan sinis yang seolah tak menyukai kehadiran Tangguh.

Galuh melirik dokter Diaz yang kini melangkahkan kaki menuju ruang perawatan bersama Tangguh.

"Tuan Pradipta akan tiba dan dia akan bermalam di sini. Aku akan membantu Bi Ratmi untuk menyiapkan makan malam. Karsan, tata ruang makan secantik mungkin," kata Mba Meli.

Unbroken FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang