Make sense of something you don't like

19 7 0
                                    

Tangguh kembali memainkan piano berwarna hitam yang ada di ruangan musik. Perlahan alunan piano itu mulai terdengar. Hal ini mengalihkan perhatian Galuh yang semula sibuk membaca novel. Alunan piano itu terdengar sedih dengan ritme yang pelan. Galuh terpaku dengan dua hal, pertama alunan piano yang ia dengar, dan kedua pesona Tangguh yang benar-benar tampak berkarisma saat memainkan alat musik tersebut.

Kini, Alunan piano tak terdengar lagi. Tangguh menyudahi permainannya. Tepuk tangan dari Galuh membuat dirinya sedikit malu. Tak bisa dipungkiri bahwa Galuh dibuat takjub dengan permainan piano itu. Galuh beranjak dari kursi yang ia duduki. Ia menggeser kursi tersebut ke samping Tangguh.

"Apa judul alunan piano yang barusan kau mainkan?" tanya Galuh.

Tangguh mengeluarkan lipatan kertas di saku kemejanya. Ia berikan lipatan kertas itu pada Galuh. Dengan perasaan yang penasaran, Galuh mengambil dan membuka lipatan kertas yang diberikan Tangguh. Ia menemukan chord piano yang ditulis tangan oleh Tangguh. "Chord piano apa ini?" tanya Galuh.

Tangguh menoleh ke arah Galuh yang duduk di sampingnya. "Itu chord melodi yang baru saja kumainkan. Itu karyaku. Baru kubuat dua minggu yang lalu. Judulnya Unbroken Flower."

Mata Galuh tak berhenti melihat chord pada kertas yang dipegangnya. "Tangguh, kau memang sangat berbakat! Aku tersentuh ketika mendengar nada dari Unbroken Flower ini," kata Galuh yang masih menelaah setiap tangga nada yang tercatat di kertas itu.

Tangguh menyeka poni depannya. "Maaf ya. Setiap malam aku selalu masuk menyelinap ke ruang musikmu tanpa izin dan menciptakan karya ini," ujarnya.

Galuh mengalihkan pandangannya pada Tangguh. "It's okay. Apa yang menginspirasimu membuat karya yang semenakjubkan ini?" tanya Galuh terkagum-kagum.

Tangguh menatap tuts piano di hadapannya. "Melodi ini bercerita tentang seseorang yang rapuh. Melodi dan ritmenya menggambarkan kerapuhan diri. Seseorang yang rapuh itu bagaikan sekuntum bunga yang berusaha tidak layu dari hari kehari. Bunga yang menebar harapan pada dunia. Bunga yang akan selalu ada menghiasi setiap gersangnya tanah. Bunga yang tak terputus, yang selalu mewarnai kehidupan alam semesta. Meskipun pada akhirnya bunga itu akan layu dan hancur juga."

Galuh terdiam sejenak. "Boleh aku memainkan melodi ini?" tanya Galuh.

Tangguh mengangguk dan tersenyum karena sepertinya Galuh menyukai karyanya. Galuh meletakkan Chord Unbroken Flower itu di tempat not yang tersedia pada piano. Jarinya mulai menekan tuts sesuai dengan chord yang ditulis oleh Tangguh. Jari-jarinya lihai sekali menari di atas tuts piano itu.

Saat sedang berkonsentrai membawakan melodi Unbroken Flower, Galuh merasa paru-parunya penuh. Ia juga mulai kesulitan bernapas. Dadanya terasa sesak. Ia mencoba mengalihkan pikiran dan fokus kepada piano. Semakin kuat ia fokus, semakin kuat juga rasa nyeri itu menyerang paru-parunya. Jari-jarinya menekan tuts tak sesuai dengan chord. Tangguh terkejut mendengar itu. Spontan, Galuh kembali batuk dan mengeluarkan darah segar. Napasnya semakin sesak hingga membuat ia tersengal. Badannya melemah dan jatuh di sandaran Tangguh.

"Galuh!" Teriak Tangguh dengan panik. Ia segera membopong Galuh ke ruang perawatan. Seisi rumah kembali gempar karena kejadian itu. Pak Joni bergegas menuju tempat praktik Dokter Diaz yang tak terlalu jauh dari rumah.

Dengan amat cepatnya, Dokter Diaz tiba dan memasangkan selang oksigen ke hidung Galuh. Ia memeriksa keadaan Galuh menggunakan stetoskop. Ia juga melakukan beberapa pemeriksaan medis lainnya seperti memeriksa tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, serta suhu tubuh Galuh.

Tangguh menceritakan awal kejadian kepada Dokter Diaz. Tangguh amat panik. Kecemasan itu terlihat jelas di wajahnya.

"Galuh terlalu lemas. Mungkin karena darah yang keluar saat ia batuk. Biarkan dia beristirahat." Dokter Diaz memasang infus sebagai terapi cairan untuk Galuh.

Unbroken FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang