"Tangguh...
Bangun Nak.
Kau sudah terlalu lama terlelap dalam tidurmu.
Kau harus bangkit.
Kau harus pulih.
Tidakkkah kau merindukan kami?
Tidakkah kau ingin melihat dunia lagi?
Mari kita tata kembali kehidupanmu setelah ini.
Tangguh...
Bangun, Nak. Ada banyak hal yang menunggumu.
Impianmu yang sempat tertunda,
Hari bahagia yang menantimu....
Bangunlah Nak."
Suara itu menggema terdengar di kepala Tangguh. Suara yang bersisik dan mengusik tidurnya. Suara yang mendayu-dayu lembut. Suara yang sangat mirip dengan suara almarhum ibunya. Suara itu terus terdengar mengucapkan kalimat yang sama berulang-ulang hingga membangunkan Tangguh malam ini.
Tangguh terjaga dari tidurnya. Ia terduduk lesu serta mengacak-acak rambut. Mimpi itu datang lagi. Mimpi yang selalu mengganggunya. Isi mimpinya tetap sama. Di mimpi itu ia sedang terbaring di kamar rumah sakit dengan beberapa alat medis yang menempel di badannya. Ia juga tak bisa menggerakkan tubuhnya. Selalu begitu. Tapi di malam ini, mimpi itu datang bersama sebuah suara yang memintanya untuk bangun.
Tangguh melangkahkan kaki ke toilet lalu mencuci muka. Setelah itu ia buka jendela kamar dan menyaksikan bulan purnama yang bulat sempurna malam ini. Angin malam beradu dengan suara jangkrik menjadi simfoni alam yang membuatnya sedikit tenang. Ia mengambil satu permen mint di meja kemudian memakannya.
Pikiran Tangguh malam ini tertuju pada suara yang hadir dalam mimpinya. Terbesit sebuah nama di pikiran Tangguh detik ini, yaitu Ambarleka. Bunda Ambarleka. Saudara kembar mendiang ibunya. Bunda yang amat menyayangi Tangguh sejak pertama kali ia lahir ke dunia. Hatinya terenyuh, rasa rindu pada sang bunda mulai menghujani jantungnya.
Terakhir kali ia bertemu dengan sang Bunda saat ia lulus SMA. Saat itu Bunda harus pindah ke kota lain karena suaminya dipindahtugaskan. Ia juga teringat pada Naomi, anak perempuan manja yang menjadi adik sepupu Tangguh. Ia tersenyum sendiri mengingat bagaimana hangatnya keluarga Bunda memperlakukan dirinya.
Apa kabar gadis kecil itu? Apa kabar Bunda dan Ayah di sana? Ah sial! Aku rindu dengan mereka, gumamnya.
Kata-kata itu berlalu lalang di kepala Tangguh. Ia menghela napas panjang. Tangguh tak tahu bagaimana cara agar bisa kembali ke tahun 2015. Saat ia berpikir untuk pulang, di saat itu pula ia mengingat kehidupan peliknya di tahun itu. Bersamaan dengan itu juga, ia tak tega meninggalkan Galuh di sini. Tangguh merasa memiliki tanggung jawab akan gadis itu.
Malam ini rasanya campur aduk. Tangguh merindukan bunda beserta keluarga. Ia terus mengingat-ingat kenangan indah yang telah berlalu bersama Bunda. Tiba-tiba kepalanya pusing, rasanya berat sekali. Tak lama kemudian laki-laki itu mimisan. Keluar darah berwarna merah segar di hidungnya.
"Ah, sial....Tumben aku mimisan," keluh Tangguh sembari mendongakkan kepalanya ke atas. Ia melangkahkan kaki ke toilet dan membersihkan hidungnya.
***
Hari-hari berlalu. Malam ini sebuah mimpi kembali mengganggu tidur Tangguh. Di mimpi itu ia melihat keluarga bunda menunggunya di tepi pantai. Pantai itu memiliki lautan yang sangat biru. Ia melihat Bunda, Ayah, dan Naomi yang tersenyum ke arahnya. Ia juga melihat Pak Suparman dan Bi Inah di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unbroken Flower
FanfictionAbout time barred between Them Sinopsis singkat: Ini adalah kisahku. Kisah bagaimana sebuah peristiwa di luar logika terjadi. Bisa kau bayangkan? Aku tak sengaja terdampar di tahun 1970 dan bertemu seorang gadis yang diasingkan keluarganya karena pe...