It doesn't make sense

23 7 3
                                    


Di suatu tempat, 1970.

Galuh tak mendengar suara ketukan pintu kamarnya pagi ini. Biasanya Tangguh akan mengantarkan obat rutin padanya. Ia segera turun ke lantai bawah tepatnya di ruang makan. Di meja makan, Mba Meli, Dokter Diaz, Pak Joni, Karsan, dan Bi Ratmi sedang duduk melingkar dan menikmati sarapan pagi mereka.

"Ada apa Nona Galuh?" tanya Mba Meli.

"Kalian ada yang melihat Tangguh?" tanya Galuh kepada mereka.

"Aku tidak melihatnya pagi ini." Karsan menimpali.

Bi Ratmi berdiri dan membawakan sarapan untuk Galuh. "Sarapan Nona Galuh juga belum diantar. Bibi rasa, dia mungkin kesiangan Nona," ujar Bi Ratmi sembari memberikan sepiring nasi uduk dengan telur rebus serta dada ayam. Bi Ratmi juga tak lupa memberikan secangkir ramuan herbal yang rutin diminum oleh Galuh setiap pagi.

Galuh mengambil sarapan itu. "Kurasa dia kesiangan."

"Iya Nona, beberapa hari ini dia sering bantu-bantu saya memotong tanaman," tambah Karsan.

"Nona Galuh, Tuan Pradipta bilang kalau Orion akan ke sini beberapa hari lagi," kata Mba Meli. Mendengar nama itu, Galuh mendelik dan berpikir sejenak.

"Untuk apa dia datang kemari?" tanya Galuh.

"Katanya, dia ingin melihatmu," ujar Mba Meli.

Galuh tersenyum. "Anak itu masih saja konyol!"

***

Di sebuah tempat, 2015

Pagi-pagi sekali, Ambarleka mendatangi rumah sakit tempat Tangguh dirawat dengan kekhawatiran yang amat dalam. Pikirannya buyar. Ia tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada keponakannya. Sesampainya di ruang kamar perawatan Tangguh, Ambarleka mencium kening Tangguh dan mengusap-usap kepalanya.

"Bu, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Saya lalai menjaga Mas Tangguh." Pak Suparman bersimpuh di hadapan Ambarleka sembari menangis dengan penuh penyesalan.

"Iya Pak. Yang terjadi biarkan saja terjadi, buat sebagai pengalaman ya Pak."

"Semalam setelah Ibu pulang bersama istri saya ke rumah kontrakan itu, saya ke bawah bu untuk membeli beberapa cemilan. Gak nyangka bu, ternyata ada penyusup yang masuk. Ia melepas selang oksigen itu dan membekap wajah Mas Tangguh dengan bantal. Menurut keterangan perawat, penyusup itu memakai baju jaga dan jas dokter serta masker yang menutupi bagian mulutnya," kata Pak Suparman.

Mendengar keterangan itu, Ambarleka khawatir dan mencemaskan Tangguh. Ia takut jika sesuatu yang lebih bahaya dari ini akan terulang kembali. "Pak kita harus benar-benar waspada. Kita tidak tahu bahaya apa yang mengancam keselamatan Tangguh. Jaga dia Pak."

Pak Suparman menganguk setuju. "Iya Bu. Saya berjanji."

Ambarleka bergegas mendatangi kepala ruangan tempat Tangguh dirawat dengan perasaan yang campur aduk. Ada rasa marah, kesal, cemas, dan khawatir yang menyerang dirinya hari ini. Sesampainya di sana, ia menyampaikan semua keluhan terhadap kejadian yang menimpa Tangguh tadi malam. Kebetulan saat itu kepala ruangan tengah berdiskusi dengan direktur rumah sakit terkait insiden yang menimpa Tangguh.

"Bagaimana bisa Dok, rumah sakit sebesar ini ada penyusup yang masuk? Untung keponakan saya tidak apa-apa!" Nada Ambarleka terdengar kecewa.

"Kami mohon maaf Bu. Ini di luar prediksi. Penyusup itu mengenakan pakaian jaga dokter beserta jas putih. Jadi sulit sekali untuk dideteksi. Saya secara pribadi, meminta maaf yang sebesar-besarnya," ujar dokter itu.

Unbroken FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang